Share

Permainan Antara Aku dan Sang Pewaris
Permainan Antara Aku dan Sang Pewaris
Author: Kirene

Satu

"What the hell are you doing?!"

Gila.

Amanda tidak dapat berkata-kata, otaknya kesulitan mengartikan pemandangan tidak masuk akal di depannya saat ini.

"M-manda?"

Dua orang lelaki yang ada di atas sofa ruang apartemen itu tersentak saat mendengar teriakan Amanda. Mereka berdua tidak kalah terkejut saat melihat Amanda yang berdiri di tengah ruangan dan buru-buru menyambar pakaian mereka yang tergeletak berantakan di lantai.

Salah satu di antara mereka yang bernama Galen bergerak cepat untuk menghampiri wanita itu.

Amanda mengabaikan seruan Galen saat kakinya melangkah dengan cepat keluar dari apartemen itu, hampir berlari. Perutnya terasa mual hanya dengan memikirkan apa yang baru saja terjadi.

"Wait! Manda!"

Galen berhasil mencegat wanita itu dengan mencekal lengannya yang langsung ditepis oleh Amanda, dia menggunakan tubuhnya untuk memblokir jalan Amanda.

"Minggir, sialan!"

Galen tidak menyerah. "Dengerin aku dulu, ini nggak seperti yang kamu kira,"

"Bullshit! Gue punya mata dan gue lihat pake mata gue lo--" Amanda tidak sanggup menyelesaikan kalimat itu tanpa merasa ingin muntah.

"Sayang, please. Tenang dulu,"

Amarah terasa merambat cepat di pembuluh darah saat wanita itu mendengar Galen memanggilnya sayang. Panggilan khusus itu hanya membuatnya teringat pada fakta bahwa lelaki brengsek yang saat ini tengah memohon di depannya adalah pacarnya.

Betapa dunia terasa begitu lucu. Dia bukan seorang homophobic, tapi kejadian ini tanpa sadar telah mengubahnya menjadi salah satu bagian dari mereka.

Memergoki Galen diam-diam bermain di belakangnya seperti ini sudah cukup buruk, namun sialnya lagi lelaki itu memilih melakukannya dengan seorang pria!

A man!

Like--What?!

Selama lima tahun berpacaran dengan Galen, dia tidak pernah membayangkan akan ada hari di mana semuanya berakhir sekacau ini.

"Beraninya lo nyuruh gue tenang setelah berlaku brengsek kayak gitu. Menurut lo gue bisa tenang?!"

"I am sorry, baby. Please, dengerin penjelasan aku dulu, ini semua nggak seperti yang kamu bayangin sama sekali, aku bakal ceritain-"

"Penjelasan dari neraka mana? Jelas-jelas kalian berdua-- melakukan itu-" Amanda berkata sambil melemparkan tangannya ke segala arah. "Dan lo masih berharap gue bakal percaya sama lo?"

Galen mengusap wajah secara kasar. "Kita bisa bicarain ini baik-baik-"

"Gue nggak mau bicara baik-baik sama lo karena ini semua nggak baik-baik aja sama sekali. I can't take it anymore. We are over."

Galen melebarkan mata saat mendengar perkataan Amanda. Lelaki itu berusaha meraih wanita itu dalam jangkauan lengannya. "Sayang, please. Aku tahu kamu marah, but, please listen to me baby-"

"Berhenti panggil gue dengan sebutan itu!"

Amanda hampir menyerah melawan Galen karena lelaki itu menggunakan seluruh tenaganya untuk menahan pergerakan wanita itu. Kemudian perhatian Galen sedikit lengah karena kemunculan lelaki lain yang tadi bersamanya di atas sofa dari balik pintu apartemen yang terbuka. Lelaki yang tidak Amanda ketahui namanya itu sudah memakai pakaian kembali meski penampilannya jauh dari kata rapi. Kesempatan itu Amanda gunakan untuk menendang milik Galen sekeras mungkin, membuat lelaki itu mengumpat sambil merintih memegangi selangkangannya.

"M-manda,"

Lelaki yang baru keluar dari apartemen itu segera menghampiri Galen, membantu lelaki itu berdiri.

"Are you okay?"

Samar-samar wanita itu dapat mendengar suara berat lelaki yang tidak dia kenal mengalun menembus gendang telinganya.

"Fuck! Kenapa lo keluar?!"

"What? I am-"

Amanda berlari seperti orang gila ke arah lift dan menekan tombol ke lantai dasar dengan kasar. Sekali lagi mengabaikan teriakan Galen yang menyuruh wanita itu berhenti. Sesaat setelah pintu lift itu menutup, Amanda kehilangan kendali dirinya. Wanita itu berjongkok, bersandar pada dinding lift yang bergerak, mencoba menetralkan napasnya yang gemetaran.

Sejauh ini wanita itu tidak menangis. Setidaknya belum.

Amanda tidak tahu sampai kapan dia bisa menahan air matanya. Saat ini dia terlalu shock dan kebingungan dengan apa yang baru saja dia alami.

Dia tidak pernah menyangka selama ini Galen menyembunyikan orientasi seksualnya yang sebenarnya dari Amanda. Selama mereka berpacaran, keduanya jarang bertengkar dan hubungan mereka selalu baik-baik saja.

Galen memang bukan tipe yang haus afeksi dari Amanda. Dan Amanda juga tidak pernah menuntut banyak pada lelaki itu.

Hal yang paling mengecewakan bagi wanita itu adalah kenyataan bahwa Amanda baru mengetahuinya setelah berpacaran lima tahun lebih dengan Galen. Wanita itu selalu beranggapan kalau suatu hari nanti dia dan Galen akan berakhir di pernikahan.

Amanda terlalu berharap pada lelaki brengsek itu hingga terasa begitu menyakitkan.

Sepanjang perjalanan ke lantai bawah, hanya ada Amanda seorang diri, dia bersyukur karena itu. Hal terakhir yang dia butuhkan saat ini adalah tatapan penasaran orang-orang yang tertuju padanya.

Karena itu, begitu sampai di lantai dasar, Amanda bergegas keluar dan mencari taksi.

Dia tidak memedulikan tatapan orang-orang yang melihatnya dengan aneh. Dia langsung menaiki taksi yang dia lihat pertama kali di pinggir jalan, menyuruh si sopir untuk melajukan mobilnya dengan cepat.

Baru di dalam taksi, tangis Amanda pecah. Dia sesenggukan dengan menyedihkan berusaha menahan tangis namun gagal. Padahal dalam kepalanya dia menolak untuk manangisi bajingan itu, namun hatinya terasa begitu sakit hingga mustahil untuk tidak menangis seperti gadis bodoh.

"Ini tisu neng,"

"M-makasih, Pak."

Agak memalukan karena dia menangis di hadapan orang asing. Tapi di titik ini, Amanda sudah tidak peduli lagi dengan sekitarnya. Beruntung sopir taksi itu tidak sok ikut campur dalam masalah Amanda dan membiarkan wanita itu menangis di mobilnya.

Sepanjang perjalanan yang terasa seolah selamanya, Amanda menangis ditemani oleh seorang supir taksi berusia lanjut dan musik jadul khas 90-an dari radio mobil. Ponselnya tidak berhenti bergetar dengan nama Galen yang muncul di layar. Dia mengabaikan semua panggilan dan pesan lelaki itu, kemudian memblokirnya saat gangguan itu tidak berhenti mengusik.

Amanda tiba di gedung apartemen tinggalnya dan keluar dari taksi setelah membayar si supir taksi sekaligus memberikan uang tip lebih untuk supir taksi itu. Wanita itu mengeluarkan kacamata hitam dari tas untuk menutupi mata sembabnya. Tidak peduli meski dia jadi kelihatan aneh karena menggunakan kacamata hitam di dalam gedung.

"Where's my fucking key?!"

Amanda mengobrak-abrik isi tasnya secara kasar karena tidak kunjung menemukan kunci apartemennya.

Air mata kembali membanjiri pipinya yang memerah. Keinginan untuk memukul sesuatu semakin lama terasa menguat. Kesabaran wanita itu sudah sangat tipis untuk meladeni satu lagi masalah seperti kehilangan kunci.

"Damn! I hate you so much!"

Dia berkata sambil meremat kunci apartemennya dengan sepenuh hati. Meluapkan seluruh emosinya pada benda mati tersebut. Tangannya bergetar saat berusaha membuka lubang kunci dan dia harus mengulang beberapa kali. Hari ini Amanda sudah terlalu banyak mengumpat, padahal dia bukan wanita yang gemar berkata kasar.

Thanks to Galen for her new behavior. Really.

Dalam hati dia menyumpahi pemilik gedung apartemen yang tidak membuat keamanan tiap pintu kamar di sini menggunakan sandi untuk memudahkan penghuni tempat ini seperti di gedung apartemen Galen.

Amanda menggigit bibir bawahnya begitu nama itu terlintas di benaknya.

Wanita itu melepas jaket dan sepatunya secara asal, kemudian melemparkan tasnya ke sembarang arah. Tujuannya saat ini adalah kamar.

Dia menatap figura yang ada di atas nakas, merasakan sengatan pahit kembali mengalir di nadinya saat memorinya memutar momen saat pengambilan foto itu. Di dalam foto itu Amanda melihat dirinya dan Galen sebagai pasangan yang serasi. Keduanya tersenyum begitu lebar dan penuh euforia pasangan baru.

Amanda tidak tahu jika semua bisa berubah drastis dalam waktu tidak sampai satu hari.

Dia bergerak menutup figura itu dari pandangannya. Setelah kemarahannya mulai mereda, dia hanya merasakan kekecewaan yang pahit.

Amanda bergelung di dalam selimut, membiarkan sore berganti dan malam berlalu. Berharap kejadian ini hanyalah salah satu mimpi buruk dan akan hilang saat dia membuka mata.

Keesokan harinya berubah menjadi satu hari penuh drama lainnya di kehidupan Amanda. Galen datang menggedor pintu apartemen wanita itu pagi-pagi sekali yang tidak Amanda gubris sama sekali.

"Berhenti ganggu gue!"

Amanda harus menelpon sekuriti untuk membantunya menjauhkan lelaki brengsek itu dari Amanda.

Bahkan saat wanita itu keluar untuk pergi bekerja, Galen masih nekat mendekatinya. Penampilan lelaki itu jauh dari kata rapi dan Amanda sedikit puas melihat raut stress lelaki itu.

Bukan berarti Amanda akan merasa kasihan kemudian membiarkan lelaki itu menjangkaunya. Amanda tidak diajarkan untuk mentolerir kesalahan semacam itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status