Share

Bab 7: Bukan Karena Khawatir

last update Last Updated: 2025-06-16 08:17:39

"Aku mengerti," jawab Jasmine singkat.

Dia menempatkan ponselnya di atas nakas dengan hati-hati sebelum naik ke atas ranjang, menghindari tidur di sofa yang terasa tidak nyaman. Kakinya terasa pegal setelah berdiri sejak siang di pelaminan.

Jasmine menarik selimut hingga ke dada, berbaring membelakangi Reiner yang masih terjaga.

Reiner kemudian bangkit dari ranjang untuk mematikan semua lampu di kamar.

Kegelapan menutupi ruangan, sesuai dengan keinginannya untuk tidur tanpa ada cahaya sedikit pun.

"Bisakah lampunya dinyalakan saja? Aku tidak bisa tidur dalam keadaan ge—"

"Tidak bisa! Kalau kamu tidak suka, silakan tidur di ruangan lain," potong Reiner dengan tegas, membaringkan tubuhnya kembali membelakangi Jasmine.

"Reiner... tolong—"

"Sekali tidak, tetap tidak!”

Jasmine menggigit bibir bawahnya, perasaannya mulai waspada. Kamar itu terasa semakin menekan, gelap dan dingin tanpa selimut.

Dia harus segera keluar sebelum terlambat. Dengan gemetar, Jasmine meraba-raba ponselnya di atas nakas dan menyalakan senternya sebelum bergegas keluar dari kamar suite yang luas itu.

Ruang tamu yang nyaman dengan televisi menjadi pilihannya, jauh lebih baik daripada menghadapi malam yang dingin dan gelap.

**

Pagi itu, Jasmine terbangun karena suara alarm dari ponselnya. Matanya terasa berat dan pusing karena semalam dia sulit tidur, lebih banyak menonton televisi daripada tidur.

Tangan Jasmine gemetar saat dia memaksakan diri untuk bangkit dari sofa. Dia terkejut menyadari bahwa dia masih berada di tempat yang sama seperti semalam, tanpa selimut, merasa kedinginan.

Pusing itu masih menghantuinya, ditambah dengan perut yang mulai keroncongan. Dengan cepat, dia bangkit dan berlari menuju toilet yang berada di dalam kamar, menutup mulutnya dengan telapak tangan saat dia melewati Reiner yang juga baru saja terbangun.

Reiner memandang Jasmine yang berlari dengan ekspresi campur aduk. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan gadis itu, tetapi tidak ingin terlalu banyak bertanya. Jasmine tampaknya dalam kondisi yang darurat.

Jasmine tiba di toilet dan membuka tutup closet, duduk di lantai sambil berusaha mengeluarkan isi perutnya yang membuatnya mual.

Morning sickness telah menghantuinya setiap pagi selama hampir satu bulan ini. Namun, kali ini, tidak ada yang keluar meskipun Jasmine terus berusaha.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti abadi, Jasmine akhirnya bangkit dan mendekati wastafel.

Dia membuka kran dan membasuh wajahnya, mencoba merasa sedikit lebih segar. Dia mengatur napasnya, menatap pantulan wajahnya di cermin.

Senyum lembut melintas di wajah Jasmine saat tangannya mengelus perutnya. "Tidak apa-apa," gumamnya pelan. "Kita akan baik-baik saja."

Senyumnya perlahan memudar saat dia teringat pada realitas pernikahannya dengan Reiner. Mereka akan berpisah suatu hari nanti.

Pikirannya terasa berat. Itu adalah bagian dari kesepakatan pernikahan mereka, bagian dari hidup yang harus dia terima meskipun sulit.

Sementara itu, di dalam kamar, Reiner sempat kebingungan dengan kondisi Jasmine. Gadis itu tampak sakit, muntah-muntah di pagi hari.

Reiner mengusap wajahnya dan dengan langkah tegas mendekati pintu kamar mandi, mengetuknya dengan keras. Dia ingin segera membersihkan diri.

"Tunggu sebentar lagi!" seru suara parau Jasmine dari dalam.

Reiner mengabaikan permintaan gadis itu. "Cepatlah! Kamu bisa menggunakan toilet di dapur," ucapnya tidak sabar, lalu mengetuk pintu lagi dengan tidak sabar.

Di dalam kamar mandi, Jasmine menghela napas lelah. Dia merasa kelelahan, dan Reiner tidak tampak peduli dengan kondisinya. Itu adalah kenyataan yang sulit baginya.

Setelah memastikan bahwa kran tertutup dengan rapat, Jasmine akhirnya keluar dari kamar mandi. Perutnya masih terasa mual, tetapi tidak seburuk sebelumnya.

Dan di saat itulah, kejadian yang tidak terduga membuat Jasmine nyaris berteriak. Ketika dia membuka pintu kamar mandi, matanya langsung dihadapkan pada tubuh Reiner yang setengah telanjang, berdiri tegak di hadapannya.

Pria itu hanya mengenakan celana selutut, dengan otot-otot di dada dan perutnya terlihat jelas.

Pikiran Jasmine terlarut pada kenangan malam panas mereka bersama, sebuah kenangan yang tidak semestinya terbayang saat ini.

Pipi Jasmine memanas tanpa disadarinya. Dengan cepat, dia berlalu dari hadapan Reiner, mencoba menjaga wajahnya agar tetap datar.

Dia tidak boleh membiarkan pikiran-pikiran itu menguasai dirinya. Bagaimanapun juga, Reiner jelas-jelas tidak mau mengakui anak ini sebagai darah dagingnya.

"Saya tidak tahu apa yang ada dalam pikiranmu," kata Reiner dengan tatapan datar. "Lebih baik periksakan dirimu ke dokter."

"Ya?" Jasmine sedikit terkejut. Apakah dia salah dengar? Pria ini menyarankan dia untuk pergi ke dokter? "Ini... kamu tidak perlu khawatir. Aku hanya—"

"Jangan salah paham," potong Reiner tegas. "Saya bukan khawatir. Saya hanya tidak suka pagi hari saya terganggu olehmu. Jadi, pastikan di rumah saya nanti, kamu tidak membuat keributan seperti ini lagi."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
astaga Reiner kirain kamu simpati sama c Jasmine Maknya nyuruh c Jasmine ke dokter ehh malahh jawabnnya bikin nyesek ajja.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Ketakutan Jasmine

    “Nad?” Sarah mengguncang tubuh Nadira yang tengah tertidur. “Nadira?!”“Hmm ... apaan sih, Sar?”“Heh! Lihat itu! Reiner sedang konferensi pers. Kamu tidak penasaran memangnya?”Mendengar nama Reiner, Nadira sontak terlonjak kaget kemudian duduk di samping Sarah. “Sejak kapan?”“Baru.”Nadira meraih remote TV dan meninggikan volume-nya agar bisa mendengar suara Reiner dengan jelas.“Apa istri Reiner benar-benar wanita penghibur, Nad?”Nadira mengedikkan bahu. “Reiner pernah bilang kalau perempuan itu memang bekerja di tempat karaoke. Tapi aku malas membahasnya.”“Cemburu nih?” goda Sarah.“Yeah ... kamu tahu hubunganku dengan Reiner dulu seperti apa. Wajar aku cemburu, ‘kan?”Sarah hanya menanggapi dengan kekehan kecil. Tapi jauh di dalam hati, Sarah tidak setuju dengan cemburunya Nadira. B

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Lanjutkan di Kamar saja

    Jemari Jasmine memegangi ujung kemeja yang dikenakan Reiner, membuat pria itu tertegun melihatnya. Baru kali ini Jasmine menunjukkan kelemahannya dan ketakutannya di depan Reiner seperti ini.“Aku sudah dengar semuanya dari Mama.” Reiner memeluk Jasmine. “Kamu jangan takut ya. Ada aku yang akan melindungi kamu. Peneror itu cuma ingin membuat kamu takut, Jasmine. Mereka akan senang kalau kamu takut begini.”Jasmine mengangguk. Mendengarkan detak jantung Reiner yang berirama konstan, membuat Jasmine merasa nyaman dan tenang.Ya, seharusnya Jasmine tidak perlu takut. Ada Reiner di sampingnya. Perkara hidup atau mati, semua sudah digariskan.“Reiner, gimana tadi konferensi persnya? Lancar-lancar saja, ‘kan?” Jasmine mendongak menatap pria itu penuh tanya.Reiner mendecakkan lida

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Konferensi Pers

    Siang itu Jasmine menghabiskan waktu di kebun bunga di belakang rumah. Dia berusaha untuk tidak menonton televisi, atau menyalakanInternet seperti kemarin. Jasmine perlu menenangkan diri.Selain di kebun bunga, Jasmine juga menghabiskan waktunya untuk membaca buku di perpustakaan. Baru setelah itu dia kembali kekamar untuk tidur siang sebelum ibu mertuanya datang.Ting!Ponsel Jasmine berdenting. Tangan Jasmine kemudian terjulur, mengambil ponselnya dari atas nakas.“Hm? Nomor siapa ini?” gumam Jasmine ketika dia mendapati nomor tidak dikenal yang mengiriminya pesan.Jasmine penasaran. Kemudian dibukanya pesan tersebut.[MATI SAJA KAMU! PEREMPUAN JALANG! MURAHAN! KAMU PANTAS MATI!]Tangan Jasmine yang memegangi ponsel mendadak gemetar usai membaca isi pesan tersebut.

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Tanda Dia telah Jatuh Cinta

    Usai Reiner mandi dua puluh menit kemudian, keduanya makan malam bersama di meja makan. Baru setelah itu mereka masuk kembali ke kamar dengan posisi yang sudah siap tidur.Reiner membawa kepala Jasmine agar rebah di dadanya. “Jadi ceritakan sekarang, apa yang membuatmu menangis?” tanyanya sembari memijit pelan pinggang Jasmine.“Reiner ... kenapa kamu menyembunyikannya dariku?”“Maksudmu? Menyembunyikan apa?”“Rumor tentang kita.”Wajah Reiner mendadak berubah menegang. “Dari mana kamu tahu?”“Jadi itu alasannya kamu melarangku menonton televisi dan menggunakan internet?”Sungguh, Jasmine ingin marah karena Reiner memendam masalahnya sendirian. Tapi Jasmine tidak maukemarahannya membuat beban Reiner semakin bertambah.Reiner menghela napas panjang. Tidak ada gunanya lagi dia mengelak. Dia menghirup dalam-dalam aroma floral pada rambut Jasmine, lalu mengecup

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Progres Kasus Jasmine

    Jasmine mengatur napas sembari mengelus perutnya. Sebesar apapun keinginannya untuk menangis dan menumpahkan semua emosinya, Jasmine berusaha tetap tenang. Walau akhirnya sia-sia.Ketika Jasmine sibuk dengan perasaannya, sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depan rumah. Lalu Evano turun dari sana dan segera mengetuk pintu, sebelum akhirnya menghampiri Jasmine yang tengah duduk di ruang tamu.“Jasmine kamu baik-baik saja?” Evano terlihat khawatir. Kemudian duduk di samping Jasmine.“Van? Ada apa?” Jasmine menyembunyikan kekalutannya dalam senyuman tipisnya. “Mau ketemu Reiner?”“Aku sengaja ke sini untuk menemui kamu. Dan memastikan keadaan kamu baik-baik saja.”“Apa ... kamu sudah tahu rumor yang sedang beredar sekarang?” Jasmine bertanya ragu. Dan diamnya Evano menjadi bukti bahwa pria itu sudah tahu segalanya.“Aku baik-baik saja,” kilah Jasmine, “tapi bagaimana de

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Apakah Reiner akan Kecewa Padanya?

    Reiner menggerakkan ibu jarinya pada bibir Jasmine dengan memberi sedikit tekanan. “Dan wanita yang kubenci ini sudah membuatku gila. Aku mencandui tubuhnya, aku juga selalu rindu dan tersiksa setiap kali kita jauh.”“Reiner ….”“Ssstt!” Reiner merunduk, lalu melumat bibir Jasmine penuh kelembutan. Tidak lama. Tapi cukup membuat Jasmine terbuai. “Kamu sudah mengerti perasaanku sekarang?”Jasmine terdiam sesaat. Benarkah Reiner mencintainya? Dilihat dari sudut manapun rasanya hal itu sangat mustahil.Bagaimana bisa seorang Reiner jatuh cinta pada wanita seperti dirinya? Jasmine berpikir dengan keras, sepertinya cinta memang benar-benar membuat manusia kehilangan akal sehatnya. Seperti Reiner contohnya.Jasmine tidak ingin percaya, sungguh. Tapi mendengar pengakuan Reiner yang terdengar tulus, entah kenapa Jasmine langsung percaya pada pria ini.“Iya, aku mengerti,” ucap Jasmin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status