Beranda / Rumah Tangga / Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan / Bab 8: Harga Diri yang Terasa Hancur

Share

Bab 8: Harga Diri yang Terasa Hancur

Penulis: Salwa Maulidya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-20 21:05:17

Seketika itu, Jasmine merasakan denyutan perih menyapa sudut hatinya. Tidak disangka, ada lelaki seangkuh dan sekeras Reiner di dunia ini. Dengan tangan yang terkepal, ia menahan air mata agar tidak menetes di depan suaminya.

"Tenang saja, Tuan Reiner. Pagi harimu yang indah itu tidak akan terganggu lagi," ucap Jasmine dengan tatapan tajam yang menatap langsung ke mata Reiner.

"Bukankah kita tidak akan tidur satu kamar? Jadi aku bisa pastikan, pagimu akan tetap damai!"

Reiner hanya mengedikkan bahu tanpa kata. Dia melangkah pasti menuju pintu kamar mandi, membuka dengan gerakan mantap.

"Lagi pula, jangan salahkan aku kalau aku membuat keributan. Aku seperti ini juga gara-gara kamu!" seru Jasmine, suaranya penuh dengan ketegasan sebelum berbalik cepat dan meninggalkan kamar dengan napas yang terengah-engah, serta mata yang terasa pedih.

Setelah pintu kamar mandi tertutup rapat, Reiner mengerutkan kening mendengar kata-kata terakhir Jasmine. Gara-gara dia? Apakah Jasmine sakit karena tidur di luar kamar semalam tanpa selimut?

Reiner menggelengkan kepalanya dengan tegas, lalu tersenyum sinis. Jadi gadis itu menyalahkannya? Begitu adanya!

Reiner tidak perduli, memasuki bilik mandi dan melepaskan semua pakaian dari tubuhnya. Baginya, semalam bukan salahnya. Jasmine sendiri yang menolak tidur di dalam kamar.

Sekali lagi, Reiner mengedikkan bahu, berusaha untuk tidak ambil pusing. Air dingin dari shower mengalirkan sensasi menyegarkan di seluruh tubuhnya, mengusir semua pikiran yang mengganggu.

**

Sementara itu di ruangan lain, Jasmine merasa bingung apa yang harus dilakukannya saat ini. Tubuhnya terasa lemas dan ngantuk berat.

Mungkin efek kurang tidur semalam, jadilah pagi ini dia tidak bersemangat. Padahal, Jasmine yang terbiasa hidup keras, nyaris tidak pernah bermalas-malasan seperti ini.

Ia juga tak mengerti dengan kondisi tubuhnya yang sedikit lemah semen jak dia hamil.

Jasmine duduk di sofa. Kembali memikirkan hal-hal yang harus dia lakukan. Namun tanpa sadar kepalanya terantuk akibat kantuk yang sulit dia cegah.

Hingga akhirnya Jasmine pun tertidur dengan posisi duduk sambil memeluk lutut. Wajahnya terbenam di antara lutut dan lengan.

Sekitar tiga puluh menit Jasmine terlelap. Dia kembali bangun dengan kondisi tubuh yang lebih segar dari sebelumnya.

Jasmine lalu mengambil air minum di atas me ja untuk membasahi tenggorokkannya yang terasa kering. Kemudian bangkit dan menyeret langkahnya masuk ke dalam kamar. Dia perlu mandi dan mengganti pakaian.

Namun, begitu Jasmine memasuki kamar, ia baru sadar dirinya tak menemukan Reiner sepanjang ruangan tengah tadi sampai di kamar ini. Di kamar mandi pun tidak ada. Dan ternyata semua barang-barang Reiner sama nasibnya dengan orangnya.

Reiner telah pergi? Tapi... kenapa tidak mengajaknya?

Sebenarnya, sebesar apa kebencian yang dirasakan Reiner padanya? Sampal-sampal pria itu meninggalkannya begitu saja.

Jasmine hanya menghela napas panjang kemudian membuka koper untuk mengambil pakalan ganti.

Namun suara notifikasi dari ponsel berhasil menginterupsi Jasmine. Rupanya pesan tersebut dikirimkan oleh lelaki yang telah meninggalkannya di kamar hotel ini.

[Saya tidak mau membuang waktu untuk menunggu orang yang lagi tidur. Jadi, datang sendiri ke rumah saya. Alamatnya akan saya kirimkan secepatnya.]

Arrghh! Jasmine mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia merasa sangat terhina dan benar-benar tidak dianggap sebagai seorang istri oleh Reiner.

Belum dua puluh empat jam Jasmine menikah dengan Reiner, tapi lelaki itu sudah memperlakukannya sekejam ini?

Bibir Jasmine lantas menyunggingkan senyuman kecut. Tidak. Dia tidak boleh sakit hati. Ini baru permulaan.

Jasmine keluar dari hotel sambil menarik koper kecil miliknya. Kemudian menyetop taksi. Saat sopir taksi itu bertanya ke mana tujuannya, Jasmine sempat merasa bimbang.

Apakah dia harus datang ke rumah Reiner? Datang ke tempat asing sendirian dengan tidak tahu malu?

Sepertinya, di Jakarta ini hanya Jasmine seorang, yang datang ke rumah suaminya sendirian satu hari setelah hari pernikahan mereka.

Di saat pasangan lain sedang membangun kemesraan, atau bulan madu mungkin, Jasmine justru harus ditinggalkan sendirian di kamar hotel tanpa perasaan

"Mbak? Jadi ke mana tujuannya?"

Pertanyaan sang sopir berhasil menyentak Jasmine dari lamunannya. Lalu tanpa ragu Jasmine berkata, "ke Cawang saja. Pak."

Ya, Jasmine memutuskan untuk pulang ke rumahnya saja. Rumah sederhana peninggalan orang tuanya. Taksi kemudian mela ju Membawa Jasmine ke tempat tujuannya dalam keheningan.

Begitu tiba di rumah, hal pertama yang dilakukan Jasmine adalah membuat sarapan. Ia memang belum sempat sarapan di hotel tadi.

Lalu dilanjutkan dengan meminum susu khusus untuk ibu hamil. Sebisa mungkin Jasmine akan mencukupi gizi untuk janin yang tengah berkembang dalam perutnya.

Jasmine tersenyum saat menyadari ada kehidupan di sana, lalu mengelus perutnya lembut. Ia tidak sendiri lagi sekarang.

Ya, janin ini akan menemani Jasmine selama beberapa bulan ke depan. Sehingga tidak ada alasan bagi Jasmine untuk merasa kesepian.

Jasmine menghela napas panjang. Bukankah ia kekanakkan dengan pulang ke rumahnya seperti ini? Seharusnya, dia datang ke rumah Reiner, melayani pria yang sudah berganti status menjadi suaminya. Meski tidak ada perasaan untuk pria itu, Reiner tetaplah suaminya.

Namun Jasmine berusaha untuk tidak peduli. Lelaki itu pun tidak memperlakukannya dengan baik sebagai seorang istri. Tapi, kenapa Jasmine merasa sedikit bersalah karena tidak men jalankan kewajibannya sebagai istri?

Tok! Tok! Tok!

Hm? Siapa yang datang? Jasmine bangkit dari meja makan demi menuntaskan rasa penasarannya. Ia membuka pintu, lalu mendapati seorang pria berpakalan batik dengan tubuhnya yang sedikit kurus berdiri di sana.

"Siapa ya. Pak?" Jasmine mengerutkan kening.

"Maaf, dengan Nona Jasmine, ya?"

Nona? Ah, seketika Jasmine sadar siapa yang memanggilnya 'nona" ini. Kemungkinan salah satu bawahan Reiner. Jasmine kemudian mengangguk mengiakan.

"Perkenalkan saya Agus, Non. Sopir Pak Reiner. Mari ikut saya. Pak Reiner menyuruh saya untuk menjemput Nona Jasmine."

Jasmine sedikit terke jut. Reiner tahu dirinya ada di rumah ini dan menyuruh sopir untuk menjemputnya? Rupanya lelaki itu masih punya sedikit hati.

"Maaf. Pak. Tolong sampaikan pada Pak Reiner, saya tidak akan ikut Bapak. Saya mau di sini dulu." putus Jasmine. Jasmine tidak akan mudah luluh.

Meski Jasmine tahu Reiner tidak sedang merayunya.

"Tapi. Pak Reiner bilang, saya harus memastikan Non Jasmine pulang ke rumah. Beliau tidak ingin dibantah."

Jasmine menghela napas panjang. Dan tetap menggeleng. "Kalau begitu, Bapak bilang saja saya yang tidak mau."

"Tapi...." Melihat keengganan yang tergambar di wajah Jasmine, Agus pun dengan berat hati mengiakan. "Baik, Non. Kalau begitu saya permisi lagi.

"Iya. Pak. Hati-hati ya.” Jasmine tersenyum tipis.

“Terima kasih. Non Jasmine."

Selepas kepergian Agus, Jasmine kembali ke dalam rumah. Hanya untuk menghabiskan waktu dengan memikirkan banyak hal yang memenuhi kepalanya.

Hidupnya terlalu rumit sampai-sampai dia harus terjebak dengan Reiner. Lelaki asing yang tiba-tiba meninggalkan benih di dalam rahimnya tanpa permisi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Bab 9: Harus Pergi lagi

    Lamunan Jasmine terinterupsi oleh pintu yang terketuk kembali. Kali ini ketukannya lebih keras dari pada yang pertama tadi. Astaga... siapa sih? Orang itu tidak sabaran sekali.Jasmine lantas bangkit dari tempat duduknya lalu membuka pintu. Alangkah terke jutnya dia ketika yang ia dapati saat ini adalah wajah marah Reiner. Pria itu... datang ke sini? Tapi, kenapa marah?"Saya menyuruh kamu pulang ke rumah saya! Bukan ke sini!" desis Reiner dingin sambil mengetatkan rahangnya. "Ayo pulang.""Ya? Pu-pulang?" Jasmine sedikit terperangah. Pulang katanya? Pulang? Entah kenapa rasanya tiba-tiba pipi Jasmine memanas.Oh Astaga, kenapa hatinya harus selemah ini? "Tidak mau. Aku mau tinggal di sini saja,” tolak Jasmine pada akhirnya.Reiner merasa geram. Tangannya mencengkeram pergelangan tangan kiri Jasmine, lalu menarik paksa gadis itu untuk ikut dengannya masuk ke dalam mobil.Kaki Jasmine ikut terseret karena tenaganya kalah jauh oleh Reiner. Jasmine meringis. Merasakan pergelangantanganny

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Bab 8: Harga Diri yang Terasa Hancur

    Seketika itu, Jasmine merasakan denyutan perih menyapa sudut hatinya. Tidak disangka, ada lelaki seangkuh dan sekeras Reiner di dunia ini. Dengan tangan yang terkepal, ia menahan air mata agar tidak menetes di depan suaminya."Tenang saja, Tuan Reiner. Pagi harimu yang indah itu tidak akan terganggu lagi," ucap Jasmine dengan tatapan tajam yang menatap langsung ke mata Reiner."Bukankah kita tidak akan tidur satu kamar? Jadi aku bisa pastikan, pagimu akan tetap damai!"Reiner hanya mengedikkan bahu tanpa kata. Dia melangkah pasti menuju pintu kamar mandi, membuka dengan gerakan mantap."Lagi pula, jangan salahkan aku kalau aku membuat keributan. Aku seperti ini juga gara-gara kamu!" seru Jasmine, suaranya penuh dengan ketegasan sebelum berbalik cepat dan meninggalkan kamar dengan napas yang terengah-engah, serta mata yang terasa pedih.Setelah pintu kamar mandi tertutup rapat, Reiner mengerutkan kening mendengar kata-kata terakhir Jasmine. Gara-gara dia? Apakah Jasmine sakit karena ti

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Bab 7: Bukan Karena Khawatir

    "Aku mengerti," jawab Jasmine singkat.Dia menempatkan ponselnya di atas nakas dengan hati-hati sebelum naik ke atas ranjang, menghindari tidur di sofa yang terasa tidak nyaman. Kakinya terasa pegal setelah berdiri sejak siang di pelaminan.Jasmine menarik selimut hingga ke dada, berbaring membelakangi Reiner yang masih terjaga.Reiner kemudian bangkit dari ranjang untuk mematikan semua lampu di kamar.Kegelapan menutupi ruangan, sesuai dengan keinginannya untuk tidur tanpa ada cahaya sedikit pun."Bisakah lampunya dinyalakan saja? Aku tidak bisa tidur dalam keadaan ge—""Tidak bisa! Kalau kamu tidak suka, silakan tidur di ruangan lain," potong Reiner dengan tegas, membaringkan tubuhnya kembali membelakangi Jasmine."Reiner... tolong—""Sekali tidak, tetap tidak!”Jasmine menggigit bibir bawahnya, perasaannya mulai waspada. Kamar itu terasa semakin menekan, gelap dan dingin tanpa selimut.Dia harus segera keluar sebelum terlambat. Dengan gemetar, Jasmine meraba-raba ponselnya di atas

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Bab 6: Hanya Malam ini

    "Hidupnya dan pendidikannya akan terjamin. Dia juga tidak akan kekurangan kasih sayang, jadi kamu tidak perlu khawatir.“Setelah kamu melahirkan segera pergi jauh-jauh dari anak itu karena saya tidak bisa selamanya hidup denganmu."Pria itu benar. Hidup anak ini akan terjamin jika dibesarkan oleh Reiner. Berbeda jika hidup bersama Jasmine.Jasmine tak yakin dapat memberikan kehidupan yang layak untuk anaknya kelak. Untuk biaya hidup diri sendiri pun cukup sulit, belum lagi dia dibayang-bayangi hutang sang kakak.Jasmine mengepalkan tangannya. Menguatkan tekad pada keputusan yang akan ia buat meski suatu saat mungkin akan menyesali pilihannya. Tetapi, Jasmine tidak punya pilihan lain demi nasib anaknya kelak."Aku setuju. Asalkan anakku hidup bahagia dan mendapat kehidupan yang layak, aku akan menyetujui perjanjian ini."Usai menyepakati isi perjanjian pernikahan dan menandatanganinya, Reiner segera pergi dari rumah Jasmine untuk mengurus pernikahan mereka yang akan digelar besok malam

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Bab 5: Pilihanmu hanya Dua

    "Ada yang harus kita bahas dulu." Reiner menemui Jasmine ke rumahnya dan menaruh sebuah map di atas meja wanita itu.Meski tak mengerti apa yang perlu mereka bahas, Jasmine tetap mengangguk mengiakan. "Iya," balasnya singkat."Menikah dengan perempuan sepertimu tidak pernah ada dalam rencana saya," Reiner memulai pembahasannya."Kalaupun harus menikah, saya akan memilih wanita dari keluarga yang terpandang. Cantik, terpelajar, dan yang terpenting dia adalah wanita elegan. Bukan sembarang wanita apalagi wanita murahan," jelasnya tanpa perasaan.Jasmine yang mendengar hal itu seketika mengepalkan tangannya. Dia sering dihina sebelumnya oleh orang lain yang tidak suka padanya, tapi saat pria ini yang menghinanya kenapa terasa begitu menyakitkan?"Aku mengerti," Jasmine berusaha bersikap normal dan datar."Bagus kalau kamu mengerti," Reiner menghela napas sesaat. "Jadi, kita menikah hanya sebatas status. Saya akan melakukan tes DNA pada anak yang kamu kandung untuk membuktikan apakah dia

  • Pernikahan Dadakan dengan Bos Arogan   Bab 4: Tanggung Jawablah!

    Jasmine menautkan jemari kedua tangannya yang entah sejak kapan menjadi terasa dingin. Ya, dia gugup sekarang.Tapi Jasmine memberanikan diri untuk meletakkan selembar kertas di hadapan Reiner, yang berisi tentang keterangan kehamilannya."Aku hamil. Dan dia adalah anakmu. Aku ingin kamu bertanggung jawab untuk—"BRAK!Kalimat Jasmine seketika terhenti oleh gebrakan keras di atas meja. Ia sempat tersentak oleh suara yang ditimbulkan dari telapak tangan yang beradu dengan material kaca tersebut. Rahang Reiner tampak mengeras. Jelas pria itu sedang marah sekarang."Siapa kamu berani-beraninya memerintah saya untuk menikahimu? Dan apa tadi kamu bilang? Hamil?"Terdengar kekehan meremehkan dari mulut Reiner, membuat sebagian hati Jasmine tiba-tiba terasa ngilu. Ah, seharusnya Jasmine tak boleh merasa sakit hati begini."Ya. Satu bulan yang lalu kamu melakukannya padaku. Aku tahu kamu tidak memakai pengaman malam itu. Aku tidak menstruasi lagi dan saat ini usia kehamilannya sudah tiga ming

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status