Tapi demi Tuhan, Jasmine tidak berniat untuk pergi dari rumah ini lagi. Seberapa besar pun kekecewaan Jasmine pada masalah yang muncul saat ini, dia sama sekali tidak punya pikiran untuk pergi. Ada dua anak yang harus Jasmine pikirkan. Mereka membutuhkan sosok seorang ayah.
Selama tiga hari ini orang tua Reiner sempat berkunjung ke rumah Tapi mereka sama sekali tidak membahas Reiner. Mungkin mereka ingin membuat Jasmine tenang saat mengurus kedua anaknya tanpa memikirkan masalah apapun.
Jasmine membuka aplikasi WhatsApp dan menuju chatroom-nya dengan Reiner. Terakhir kali mereka saling berkirim pesan adalah lima hari yang lalu.
Kini Jasmine memberanikan diri untuk mengirim pesan pada pria itu. Bagaimana pun juga Jasmine-lah yang sudah membuat Reiner pergi.
["Reiner, kamu baik-baik saja? Maafkan aku sudah membuat kamu marah. Pulanglah. Kami men-"]
Jasmine berhenti mengetik ketika Mei tiba-tiba mengetuk pintu dengan cepat, lalu menghampiri Jasmine se
Sesuatu yang pertama kali dilihat oleh Jasmine saat membuka matanya ialah gedung-gedung berjalan yang membuat kepala Jasmine terasa pusing.Setelah cukup lama Jasmine memperhatikan dan mengumpulkan kesadarannya, dia akhirnya tahu bahwa saat ini sedang berada di dalam mobil."Arghh!"Jasmine mengaduh saat dia menegakkan tubuhnya, tapi kedua tangannya sulit digerakkan di belakang punggung. Seperti ada sesuatu yang mengikatnya."Sadar juga rupanya."Jasmine terkejut. Lalu menoleh ke arah sumber suara seorang pria yang terdengar berat dan mengerikan. Rupanya di sebelah Jasmine ada seorang pria bertubuh gempal, memakai pakaian serba hitam."Siapa kamu?" desis Jasmine waspada. "Kenapa aku bisa ada di sini?"Pria itu tertawa membahana. Diikuti pria di samping sopir yang juga ikut tertawa."Jangan panik, Nona manis. Kami akan membawa kamu berpisah dengan keluargamu.""Siapa yang menyuruhmu?" desis Jasmine lagi sambil berusaha be
Tapi ketika teringat dengan Reiner, matanya sontak terbuka nyalang lalu melompat dari sofa tempat dia berbaring Ya, Jasmine yakin Reiner-lah yang sedang mengetuk pintu.Masih pukul tiga dini hari saat Jasmine melirik jam dinding sekilas.Buru-buru Jasmine menyeret langkahnya menuju pintu kamar utama yang masih diketuk dari luar. Dia memang mengunci pintu dari dalamTangan Jasmine terulur, meraih knop pintu. Tapi Jasmine tak langsung membukanya. Dia lebih dulu mengatur napas agar detak jantungnya kembali normal. Membayangkan akan bertemu Reiner saja sudah membuat Jasmine berdebar-debar.'Baiklah,’ batin Jasmine. Detik berikutnya dia membuka pintu. Dan Jasmine sangat terkejut begitu melihat siapa yang kini ada di hadapannya.Jasmine tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini di hadapannya. Terlihat Kanaya
Kris segera mendekati meja dan mengambil ponselnya dari sana. "Di sini ada bukti percakapan kami dan bukti transfer uang dari orang itu," ucap Kris sambil menyerahkan ponsel itu pada Reiner.Reiner mengotak-atik ponsel Kris, mengirim bukti-bukti ke nomor teleponnya sendiri. Setelah mendapat apa yang Reiner mau, dia mengembalikan ponsel itu kepada Kris."Sebelum kamu mengklarifikasi kesaksianmu di depan publik, jangan harap kamu bisa aman dari pantauanku!” ancam Reiner sebelum berlalu pergi dari rumah itu.Reiner melangkah lebar-lebar menuju mobilnya. Dia tidak akan melepaskan siapa pun yang sudah berani mengusiknya apalagi yang berhubungan dengan keluarganya.Bayu berlari untuk membukakan pintu penumpang. Lalu menutupnya lagi setelah sang majikan duduk di dalam."Bagaimana dengan Andrean dan Prita?""Mike sedang mengurus mereka, Pak," jawab Bayu yang duduk di samping sopir."Pastikan mereka mau mengklarifikasi kesaksian mereka.
Tapi demi Tuhan, Jasmine tidak berniat untuk pergi dari rumah ini lagi. Seberapa besar pun kekecewaan Jasmine pada masalah yang muncul saat ini, dia sama sekali tidak punya pikiran untuk pergi. Ada dua anak yang harus Jasmine pikirkan. Mereka membutuhkan sosok seorang ayah.Selama tiga hari ini orang tua Reiner sempat berkunjung ke rumah Tapi mereka sama sekali tidak membahas Reiner. Mungkin mereka ingin membuat Jasmine tenang saat mengurus kedua anaknya tanpa memikirkan masalah apapun.Jasmine membuka aplikasi WhatsApp dan menuju chatroom-nya dengan Reiner. Terakhir kali mereka saling berkirim pesan adalah lima hari yang lalu.Kini Jasmine memberanikan diri untuk mengirim pesan pada pria itu. Bagaimana pun juga Jasmine-lah yang sudah membuat Reiner pergi.["Reiner, kamu baik-baik saja? Maafkan aku sudah membuat kamu marah. Pulanglah. Kami men-"]Jasmine berhenti mengetik ketika Mei tiba-tiba mengetuk pintu dengan cepat, lalu menghampiri Jasmine se
Jasmine sedikit menunduk dan mengurai kepalan tangannya."Tapi kamu sama saja dengan orang lain. Kamu bukan istri yang bisa menenangkanku dan bukan tempat aku pulang dari segala masalah!" seru Reiner dengan napas mulai tersengal.Sontak, Jasmine mengangkat kepalanya dan menatap Reiner dengan tatapan terluka. "Reiner ....""Oke. Aku memang salah karena sudah menyembunyikan masa laluku. Aku juga salah karena sudah meniduri wanita lain!" Reiner mengusap wajahnya dengan kasar. "Tapi aku juga ingin didengarkan, Jasmine!!"Tubuh Jasmine tersentak oleh suara Reiner yang meninggi. "Kamu ... membentakku?""Kenapa? Kamu sakit hati?" Kedua tangan Reiner terkepal kuat-kuat.Emosinya menggelegar seakan tidak bisa dipadamkan. Reiner cuma butuh didengarkan. Hanya itu. Tapi Jasmine seakan tidak mau mendengarkan penjelasan darinya. Bahkan sejak semalam."Kamu sakit hati olehku, Jasmine? Lalu apa maumu sekarang? Mau bersikap kekanakkan dengan pergi lag
Alvin menatap pemandangan di luar jendela dengan kedua tangan bersembunyi di saku celana. Satu sudut bibirnya terangkat ke atas. Menertawakan sesuatu yang menurutnya sangat lucu."Gimana kalau seandainya Reiner meminta tes DNA. Apa yang akan kamu lakukan?"Alvin berbalik, menatap Winda yang terlihat sangat cemas. Alvin kemudian duduk di kursi kerjanya yang berhadapan dengan kursi Winda, mereka hanya terpisah oleh meja."Saya selalu merencanakan segala sesuatu dengan detail, Nyonya. Hal-hal seperti itu tidak perlu anda khawatirkan.""Maksud kamu?" Winda menatap Alvin bingung.Alvin terkekeh-kekeh. "Anda sepertinya lupa, bahwa uang dan kekuasaan bisa membeli apa pun, Nyonya. Termasuk hasil tes DNA""Ah ...." Winda manggut-manggut mengerti sambil tersenyum lebar. "Pokoknya saya mau rumah tangga Reiner dan istrinya hancur. Mereka sudah berani membuat Nadira menderita,” desis Winda marah.Sedangkan Alvin hanya tersenyum miring. Menco