Reiner mengerutkan kening, melirik Jasmine sekilas. "Siapa yang mengusirmu? Ck! Kamu lupa kalau besok kita pergi ke Singapura?""Hah?" Jasmine terperangah. Dia tidak lupa, sungguh. Tapi pikiran negatifnya langsung mengartikan kalimat Reiner tadi seakan-akan sedang mengusimya agar pergi jauh-jauh dari pria itu.Hari esok akhirnya tiba. Sesuai rencana mereka yang sempat dibahas dengan orang tua Reiner, hari ini Reiner dan Jasmine akan pergi ke Singapura untuk honeymoon.Reiner menahan tawanya, sembari mengamati Jasmine yang berjalan di hadapannya. Reiner tidak pernah menduga, bahwa dia akan pergi honeymoon dengan perempuan ini. Perempuan yang semula Reiner hina habis-habisan.'Mewah sekali,’ gumam Jasmine dalam hati ketika dia memasuki pesawat pribadi milik keluarga Reiner.Mata Jasmine mengedar ke segala arah. Hatinya tidak berhenti berdecak kagum melihat kemewahan yang baru kali ini dia dapati dalam pesawat. Jujur saja Jasmine tidak pernah na
Jasmine terkejut begitu tahu Reiner membawa dirinya mengunjungi Nadira di rumah sakit. Untuk apa? Kenapa Reiner membawa Jasmine alih-alih pergi sendiri?"Nadira terus-terusan meneleponku, Jasmine. Ibunya mengirim pesan padaku, katanya Nadira tidak berhenti menangis saat aku tinggal kemarin.” Reiner menghela napas beratnya sembari mengusap wajahnya kasar."Tapi, kenapa membawaku? Kurasa kamu bisa pergi sendiri, Reiner?" tanya Jasmine pada akhirnya.Reiner menarik rem tangan saat tiba di basement rumah sakit. Matanya teralih pada Jasmine dengan tatapan sulit terbacanya. "Apa aku salah membawa istriku sendiri ke sini?"Jasmine terdiam sesaat, kemudian menggeleng. Jujur, Jasmine merasa tidak enak hati saat harus berhadapan dengan wanita yang selalu mengisi hati Reiner selama ini.Keluar dari mobil, secara spontan Reiner meraih tangan Jasmine dan menggenggamnya. Reiner terkekeh geli dalam hati, sepertinya dia sudah benar-benar gila sekarang. Dia t
["Reiner, maaf ... aku tidak mendengar larangan kamu. Kamu boleh memarahiku di rumah nanti. Tapi sekarang biarkan aku menikmati waktuku di panti asuhan."]Jasmine masih menekuri pesan yang dia kirimkan pada Reiner yang masih menunjukkan ceklis satu.Mungkin pria itu masih meeting. Karena siang tadi, Reiner sempat mengirim pesan bahwa dia akan lembur karena ada meeting dadakan."Mau turun sekarang?" tanya Evano yang membuat perhatian Jasmine teralih padanya."Yuk!"Sepulang dari cafe tadi, Jasmine nekat pergi ke panti asuhan ini bersama Evano. Jasmine tahu dirinya salah karena tidak mendengarlarangan Reiner.Tetapi Jasmine tidak bisa menahan dirinya lagi untuk mendatangi tempat yang menjadi sejarah bagi masa kecilnya.Jasmine tertegun begitu melihat bangunan di hadapannya. Ternyata sudah banyak berubah. Yang masih sama hanyalah namanya saja yang terpampang pada plang besar."Van, boleh kamu duluan saja? Aku masih mau berkeliling di sini."Evano lantas mengangguk. "Oke. Tidak masalah. N
Hingga satu demi satu kain ditubuh Jasmine terlepas dan membuatnya tampil polos di hadapan Reiner.Jauh di dalam hati, Reiner tak berhenti melontarkan makian demi makian untuk dirinya sendiri. Jujur, tubuh Jasmine begitu menggoda. Dia tidak memungkiri telah dibuat candu oleh perempuan ini.Reiner akhimya mengangkat tubuh Jasmine, membopongnya ke kamar mandi. Bahkan Jasmine sempat bergumam ketika Reiner menurunkannya ke dalam bathub.Hangatnya air, dan gosokan pelan di lengannya oleh seseorang, berhasil membuat mata Jasmine perlahan-lahan terbuka.Jasmine sempat mengedarkan pandangan, baru detik berikutnya dia terkesiap karena dia terbangun di kamar mandi."Reiner...? Sedang apa kamu?" Jasmine terkejut sembari menarik tangannya ke depan dada."Kenapa aku bisa ada di sini? Dan ini ... kenapa aku sudah tidak berpakaian?" gumam Jasmine penuh kebingungan.Tanpa sadar Reiner mengulum senyumnya saat melihat ekspresi Jasmine. Ah, ternyata selain cantik, Jasmine memang menggemaskan ketika kebi
Reiner menarik napas panjang. Sempat berpikiran untuk langsung pergi saja tanpa menghiraukan Nadira, tapi pada akhirnya Reiner masuk sekaligus akan pamit padanya."Gimana perasaanmu sekarang, Nad?" tanya Reiner begitu dia sudah berdiri di samping Nadira. Reiner sempat melihat pergelangan tangan Nadira yang dililiti perban.Nadira menggeleng. Jemarinya meraih lengan Reiner dan menggenggamnya erat. "Jangan pergi ke mana-mana, Reiner ... aku mau kamu tetap di sini. Please ...."Lagi, Reiner menghela napas beratnya, kemudian melepaskan jemari Nadira dengan perlahan-lahan yang menggenggam tangannya"Maafkan aku, Nad. Aku harus pergi sekarang.""Tidak mau!" sergah Nadira cepat. "Aku benar-benar butuh kamu, Reiner. Kumohon ...."**Sudah satu jam Jasmine menunggu Reiner di taman ini, tetapi lelaki yang ditunggunya tak kunjung datang. Jasmine berulang kali membangun keyakinan bahwa Reiner pasti akan datang cepat atau lambat.Tetapi, Jasmine sepertinya salah. Pria itu mungkin tidak akan datang
"Ada apa, Reiner?" sapa Jasmine dengan suara tenangnya.Belum apa-apa tetapi Jasmine sudah mendengar Reiner mendecakkan lidahnya dari seberang Jasmine jadi curiga Reiner sedang kesal saat ini."Kamu kenapa makan siang dengan Evano?""Huh? Kenapa kamu tahu?" Lagi-lagi Jasmine dibuat terperangai karena Reiner tahu aktifitasnya, meskipun pria itu tidak ada di dekatnya."Ck! Sudah kubilang aku bisa tahu apa saja yang kamu lakukan." Reiner mendengus kasar. "Jadi kamu tidak mendengar ucapanku kemarin, hm? Kenapa malah dekat-dekat dengan Evano lagi?"Jasmine menghela napas pelan kemudian melirik Evano yang tampak sibuk dengan makanannya."Kami cuma makan siang, Reiner. Evano kebetulan ada urusan di daerah sini, dan mampir ke cafe.""Itu cuma akal-akalan Evano saja! Mana orangnya? Aku mau bicara.”"Iya, tunggu sebentar."Evano segera mengangkat wajah begitu Jasmine menatapnya. "Ada apa?""Reiner mau bicara denganmu,