Namun kesibukkan sementara waktu ini untuk kedamaian seumur hidup mereka, sehingga yang dilakukan Olivia bisa dikatakan sangat berharga.“Terima kasih Olivia, kamu sudah berusaha semaksimal mungkin.”Stefan mencium kening perempuan itu, dia sangat mencintai dan menghargai semua hal yang dilakukan oleh perempuan itu untuk dirinya.“Hal ini sama saja untukku, setelah aku mempelajarinya maka aku bisa menggunakannya untuk seumur hidup.”Olivia kembali menguap. Hari ini perempuan itu bangun terlalu pagi, sehingga sekarang merasa sangat mengantuk.“Sore ini kamu juga harus kembali ke kantor, waktu kamu jauh lebih berharga dari pada aku.”Demi kakaknya, Stefan telah mengorbankan setengah hari di jam kantornya, kerugiannya tentu lebih jauh.Kalau pria itu tidak benar-benar mencintai Olivia, bagaimana mungkin mau berkorban sebanyak ini?Olivia menatap ke arah Stefan, kedua tangannya meraba wajah tampan pria itu, sorot matanya memancarkan luapan kasih sayang, “Suamiku, kebaikan apa yang sudah ak
Tepat pukul 14.30 Olivia kembali ke toko buku diantar oleh Stefan.“Nanti malam aku ada acara,” ujar Stefan sebelum Olivia turun dari mobil.“Nanti sore jam berapa kamu pulang dari kantor? Acara malam nanti jangan minum terlalu banyak, dan jangan minum pas perut kosong, nanti cepat mabuk.”“Aku sudah makan obat tiga hari, seharusnya nggak akan sakit lagi.”“Nggak sakit pun tetap harus jaga kesehatan. Nanti aku bawain makanan sebelum kamu pulang kantor. Makan dulu sedikit baru pergi. Tapi kamu tetap nggak boleh minum banyak-banyak, malah kalau bisa nggak usah minum sama sekali.”“Iya, aku tahu. Kalau begitu aku tunggu makanannya.”Olivia mencium dan mencubit pipinya Stefan, dan ketika Stefan ingin membalasnya, Olivia langsung turun dari mobil dengan gesit seperti ikan yang melarikan diri dari penangkapnya. Yang penting, Olivia sudah berjanji dua hari lagi, dia akan membiarkan Stefan melakukan apa pun yang dia mau.Amelia dan Junia juga sedang berada di toko buku. Yang satu sedang sibuk
“Planning-nya sudah jadi. Tadi aku baru saja diskusi sama Junia. Coba dilihat dulu.”Amelia mengeluarkan rancangan yang sudah dia buat semalaman dari tas dan menyerahkannya kepada Olivia. “Aku juga pemula, tapi kita kan kita bertiga. Ayo kita sama-sama berjuang cariduit.”“Oliv, kamu berhenti dulu kerjainnya. Jangan sambil kerja sambil baca, nanti tangan kamu terluka.”Terakhir kali Amelia membawa Olivia ke rumah sakit karena terluka, kedua kakinya terasa lemas karena melihat banyak darah.“Yang waktu itu kan kecelakaan.”Amelia tidak mau mengaku dia terluka gara-gara Stefan. Namun, dia tetap berhenti mengerjakan dan membaca perencanaan yang Amelia buat dengan serius, sembari sesekali bertanya.“Planning ini belum aku kasih lihat ke Kakak. Aku rasa kita harus coba jalanin dulu sendiri, jangan terus-terusan mengandalkan orang lain.”“Aku rasa planning ini sudah bagus banget,” puji Junia.“Yang namanya pengalaman memang harus dicari sedikit demi sedikit. Aku juga pernah ngobrol sama Stef
Olivia mengingat kembali jalan yang dia tempuh bersama dengan Stefan selama ini. Sejauh yang bisa dia ingat, dia jarang sekali memanjakan Stefan.Melihat Junia yang begitu mudahnya merayu Reiki, Olivia jadi berpikir untuk membelikan Stefan hadiah ketika dia membawakan makanan untuknya nanti.“Jun, nanti malam kita makan apa?” tanya Olivia.“Tadi siang Kak Odelina ngajak makan, jadi aku nggak beli apa-apa. Kamu mau makan apa? Aku beli saja sekarang.”“Aku harus bawain makanan buat Stefan biar lambungnya nggak sakit lagi. Mana malam ini dia harus menjamu tamu pula, takutnya lambungnya bakal sakit kalau dia minum-minum dengan perut kosong. Aku mau pergi beli makanan dulu, nanti aku balik lagi,” kata Olivia.Setelah Olivia pergi, Amelia berkata, “Aku jadi iri sama Olivia. Nggak gampang dia bisa menjalani kehidupan rumah tangga biasa sama Stefan. Stefan orangnya dingin banget. Cuma Olivia saja yang bisa bikin dia luluh.”“Waktu Stefan datang, dia kelihatan kayak patung es. Murid-murid saja
“Baguslah, kami juga jadi tenang tahu Stefan jagain kamu dengan baik. Aku cuma takut kamu yang ngerjain semua kerjaan rumah dan bernasib sama kayak Kak Odelina.”“Aku sudah belajar dari kesalahan kakakku, dan aku nggak akan punya hidup kayak dia dulu,” ujar Olivia.“Bisa tetap menjaga akal sehat dalam hubungan itu bagus. Aku sudah banyak melihat orang yang kehilangan jati dirinya cuma karena tergila-gila sama pasangannya.”Beberapa saat setelah Amelia berbicara, ponselnya tiba-tiba berdering. Panggilan itu berasal dari satu-satunya teman baik sebelum Amelia kenal dengan Olivia. Seusai berbicara di telepon, Amelia berkata, “Liv, teman baikku baru saja putus. Aku mau samperin dia dulu.”“Oke, hati-hati di jalan.”“Besok aku suruh orang untuk pergi ke rumah kalian untuk membahas soal lahan dengan ketua lingkungan setempat, sekalian cari tahu saudara kamu yang hebat itu ngapain saja dua hari ini.”“Oke.”Dalam hal investasi, Olivia dan Junia menyerahkan semuanya kepada Amelia. Latar belaka
“Memangnya tempat parkir ini kamu yang punya?” balas Olivia.“Ini tokonya Rosalina. Aku adiknya, jadi tempat ini otomatis jadi punyaku,” sahut Giselle tidak mau kalah.“Kamu masih ngaku-ngaku Rosalina sebagai kakak kamu? Masih ingat apa yang kamu perbuat ke dia waktu di pestanya keluarga Darmawan?”Giselle selalu dimanja oleh kedua orang tuanya dan suka menindas Rosalina demi kesenangannya sendiri. Tanpa ada rasa salah, Giselle dengan lantangnya berkata, “Si buta itu memang pantasnya dikerjain!”Olivia jadi kesal dan ingin sekali memberi pelajaran kepada Giselle. Betapa malangnya Rosalina punya adik seperti dia. Sinta juga salah telah gagal mendidik Giselle dengan baik.Rosalina buta bukan sejak lahir, melainkan karena penyakit yang dia derita sewaktu berusia 16 tahun. Sinta begitu tega menelantarkan Rosalina begitu saja, dan Johan juga sibuk sehingga jarang berada di rumah. Penyakit yang Rosalina derita nyaris saja merenggut nyawanya. Untung ada tantenya yang datang berkunjung. Meliha
“Giselle!”Rosalina dapat mendengar suara keributan dari dalam tokonya, maka dia pun berjalan keluar dipandu oleh tongkatnya. Penampilan Rosalina masih sama seperti terakhir kali Olivia melihatnya. Dia memakai kacamata hitam sehingga Olivia tidak bisa melihat matanya. Raut wajah Rosalina juga masih terlihat tenang seperti malam itu.“Lagi ributin apa kalian?”Rosalina cukup mengenali tata letak tokonya sendiri. Hanya dengan mendengar asal suara, dia bisa memastikan di mana lokasi sumber suara tersebut. Dia pun dengan santainya berjalan ke depan Olivia dan berkata dengan lembut, “Kamu istrinya Stefan, ya?”“Apa-apaan? Dia itu cuma anak kampung. Hey, buta, nggak usah ninggi-ninggiin dia. Tunggu saja, anak kampung ini sebentar lagi bakal diusir dari keluarga Adhitama. Aku nggak percaya Stefan suka sama cewek kampungan,” cibir Giselle.Giselle paling tidak suka ada orang yang memanggil Olivia sebagai istrinya Stefan. Walaupun Giselle tidak berani berharap bisa bersama dengan Stefan karena
Giselle memang masih muda, tapi dia bukan tidak tahu apa-apa.Dia ingat bahwa ketika dia ingin membunuh Rosalina di pesta yang diadakan keluarga Darmawan, rencananya itu digagalkan oleh Olivia. Waktu itu, tubuhnya ditahan oleh Olivia, dan Amelia memaksanya untuk meminum segelas alkohol yang sudah ditambahi obat itu. Setelah efek obat itu bekerja, dia jadi ingin membuka bajunya di rumah keluarga Darmawan.Ibunya cepat-cepat membawanya pulang ke rumah, lalu menyuruhnya berendam di dalam air es sepanjang malam. Dia baru sadar kembali setelah efek obat itu habis, tapi dia juga langsung demam tinggi karena berendam di air es semalaman.Orang tuanya sangat tertekan melihat keadaannya.Namun, orang tuanya tidak pernah menuntut keadilan atas apa yang terjadi.Itu karena ada tuan muda keluarga Adhitama yang mendukung wanita itu dari belakang.Orang tuanya menjelaskan padanya, meskipun bisnis keluarga Siahaan bukan di Mambera, mereka tidak boleh mencari masalah dengan tuan muda keluarga Adhitama
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu