Orang yang mengemudi adalah Cherly.Mobil yang dikendarainya adalah milik Yanti, yang dipinjamkan untuk Cherly untuk digunakan selama berada di Mambera.Yanti sangat menyukai Cherly dan berusaha sekeras mungkin untuk menjodohkan Cherly dan Daniel. Cherly sih tidak ingin terburu-buru untuk mengejar Daniel, malahan menghabiskan waktu bersama Yanti saat dia ada waktu luang. Hal ini membuat Yanti semakin menyukainya.Dia memilih untuk menaklukkan mertua terlebih dahulu.Setelah mendengar perkataan Cherly, Yanti menoleh dan melihat ke luar jendela. Mobil masih melaju, dan ada banyak kendaraan di sekitar, sehingga dia tidak bisa mengerem atau melambat secara tiba-tiba.Namun, seorang ibu tentu bisa dengan mudah mengenali anak laki-lakinya.“Memang Daniel,” ujar Yanti dengan yakin.“Siapa wanita yang berbicara dengan Kak Daniel itu?”Yanti tidak melihat Odelina dengan jelas. Dia berkata, “Cherly, di depan sana ada persimpangan lampu lalu lintas. Kamu bisa putar di sana. Kita balik lagi saja k
“Oke, terima kasih, Pak.”Odelina mengucapkan terima kasih dengan sopan, lalu berkata kepada Daniel, “Pak, kami pergi dulu, ya. Bye.”Daniel berpesan, “Pelan-pelan. Russel, dadah!”Russel melambaikan tangan kecilnya kepada Daniel, “Dadah, Om Daniel.”Odelina mengendarai motor dan membonceng putranya pergi.Daniel berdiri diam di tempat, melihat punggung kedua orang yang pergi itu, sampai mereka sudah jauh tak terlihat lagi, dia baru kembali ke mobil, menyalakan mesinnya dan kembali ke kantor.Setelah mobil Daniel melaju pergi, Cherly juga menghidupkan mesin BMW yang diparkir lima puluh meter jauhnya di belakang. “Cherly, bawa mobilnya cepat sedikit. Salip mobil Daniel, lalu kejar wanita itu. Kita lihat siapa sebenarnya wanita itu?”Karena takut ketahuan oleh Daniel, mereka memutar dan melalui jalan yang tadi lagi, lalu berhenti di tempat yang tidak jauh dari tempat Daniel memarkir mobilnya. Namun, mereka tetap tidak bisa melihat wajah wanita itu dengan jelas.Yanti pernah melihat Odel
Mereka berada di lingkaran pergaulan yang sama, jadi pasti akan sering bertemu dan berhubungan.Odelina adalah seorang janda. Yanti hanya mengungkitnya dua kali, tapi Cherly langsung mengingat wanita itu, karena wanita itu adalah kakak kandungnya Olivia.“Iya, Odelina bercerai tahun lalu. Suaminya berselingkuh. Dengar-dengar, juga melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, suaminya juga memintanya untuk membayar setengah dari pengeluaran keluarga. Odelina adalah ibu rumah tangga, biasanya hanya menjaga anak di rumah, jadi nggak punya penghasilan. Suaminya memintanya untuk membayar setengah dari pengeluaran keluarga. Itu artinya, suaminya sudah nggak menyukainya lagi. Dia bahkan nggak menyadarinya.”“Dengar-dengar, dia akhirnya mendapatkan bukti perselingkuhan suaminya. Dia baru tahu suaminya punya wanita lain di luar. Suaminya memintanya untuk membayar setengah dari pengeluaran keluarga, apa pun pengeluaran itu. Pelit sekali padanya. Tapi, kalau untuk selingkuhannya, apa pun d
Dia jadi lebih ingin tahu, apakah Odelina dan putranya sering berhubungan.Setelah mendengar Yanti memerintahkan orang untuk mencari tahu tentang keadaan Odelina belakangan ini, Cherly bertanya kepada Yanti, “Tante, Kak Daniel nggak tertarik pada Odelina, ‘kan?”“Odelina adalah seorang janda, lalu gendut lagi. Selera Daniel nggak seburuk itu. Tapi, kita tetap harus waspada. Siapa tahu Odelina ingin mendapatkan Daniel? Cherly, menantu yang Tante mau itu yang sepertimu.”Kalaupun Odelina bukan seorang janda, Yanti juga tidak akan menyukainya.Cherly berkata, “Benar juga. Aku nggak memikirkan hal itu tadi. Aku hanya berpikir, Kak Daniel nggak mungkin suka dengan seorang janda. Aku juga pikir Tante nggak mungkin setuju, makanya aku nggak menganggap dia ancaman.”“Cherly, Daniel selalu single dari dulu. Dia nggak pernah terlibat dalam skandal apa pun, juga nggak pernah mengejar wanita mana pun. Dia termasuk orang yang nggak peka dalam hubungan cinta, tapi kalau ada yang bisa menaklukkan hat
Setelah menyelesaikan masalah rumah di kampung halamannya, Olivia kembali ke toko buku dengan perasaan gembira.Namun, tak disangka, dia melihat Albert yang sudah lama tidak dia lihat di sana.Albert mengambil cuti dua hari ditambah dua hari di weekend, jadi totalnya ada empat hari. Dia pulang untuk mengunjungi orang tuanya.Mengetahui Olivia tidak ada di toko, Albert datang menemui sepupunya.Junia tidak tahu kapan Olivia akan kembali, sementara Albert hanya masuk dan duduk sebentar, lalu berencana untuk pergi. Tepat saat dia hendak pergi, Olivia kembali dan berpapasan dengannya.“Kak Olivia.” Karena sudah bertemu, Albert tetap tersenyum dan memanggil Olivia dengan sebutan “Kakak” seperti sebelumnya.“Albert?”Olivia mengamati Albert, lalu berkata dengan sopan, “Kamu kapan pulangnya? Sudah lama sekali nggak bertemu. Kamu kelihatan jauh lebih dewasa sekarang.”“Aku baru saja pulang hari ini. Mamaku sedang nggak enak badan. Pabrik nggak terlalu sibuk saat ini, jadi aku mengambil cuti du
Junia menyentuh dahinya dan berkata, “Aku tahu kamu nggak pernah menyukai Albert. Hanya saja, aku takut kamu akan merasa bersalah. Tapi, Albert baik-baik saja kok sekarang. Dia adalah penerus bisnis keluarganya, jadi dia harus belajar untuk hidup susah dan menghadapi beberapa cobaan dulu, supaya bisa jadi lebih dewasa.”“Tante Desy menyuruhnya pergi bekerja ke sana untuk kebaikannya sendiri. Itu hal yang baik. Kenapa aku harus merasa bersalah?” ujar Olivia, duduk di depan meja kasir, mengeluarkan ponselnya dan berkata, “Aku mau laporan dulu dengan suamiku yang cemburuan itu. Jangan sampai dia salah paham.”Olivia mengambil inisiatif untuk memberi tahu Stefan terlebih dahulu. Itu jauh lebih baik daripada Stefan mengetahuinya dari para pengawal.Karena kebiasaan Stefan yang suka cemburu itu, kalau Stefan tahu dari pengawalnya bahwa Olivia bertemu dengan Albert lagi. Pria itu cemburu parah.Junia masuk ke dapur.Setelah beberapa saat, dia membawa sepiring anggur keluar, meletakkannya di a
Junia menghela napas dan berkata, “Terkadang sikap dan perilaku orang tua itu benar-benar nggak bisa dimengerti. Anak-anak yang berbakti nggak disukai, malah lebih memilih yang nggak berbakti.”Setelah hening sejenak, Olivia berkata, “Makanya, pada akhirnya, mereka nggak hanya menyakiti hati putra dan putri mereka yang berbakti, tetapi juga merasa sedih karena anak-anak kesayangan mereka. Ada kakak adik yang hubungannya menjadi kaku setelah orang tua mereka meninggal. Bahkan, ada yang nggak berhubungan lagi setelah itu. Itu semua karena orang tua pilih kasih ketika masih hidup.”“Untung saja, keluargaku nggak begitu. Kakek dan Nenek memperlakukan kami semua dengan cara yang sama. Nggak pilih kasih atau lebih menyayangi satu keluarga saja, juga nggak membenci keluarga lainnya,” ujar Junia. “Paman-pamanku sangat dekat dengan satu sama lain. Aku juga sering berhubungan dengan sepupu-sepupuku.”Olivia tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya bisa iri, karena hubungannya dengan sepupu-sepupunya
Alex malas berbicara dengan kakaknya, “Kak, berikan ponselmu ke Kak Olivia. Aku mau ngomong dengannya.”Junia menggerutu, “Aku ini kakak kandungmu. Ini juga urusan keluarga kita. Kamu nggak mau mengatakannya padaku, malah mau mengatakannya pada Olivia. Dasar, kamu pikir kamu bisa menyembunyikannya dariku?” Meskipun menggerutu, Junia tetap memberikan ponselnya pada Olivia. Dia berkata pada sahabatnya, “Si Alex mau buat orang penasaran. Sok misterius. Nggak tahu ada apa. Dia mau bicara padamu.”Olivia tertawa dan mengambil ponsel itu, lalu bertanya pada Alex di seberang telepon, “Alex, ada apa? Kamu bilang padaku. Aku akan merahasiakannya untukmu, nggak akan memberi tahu kakakmu.”Sebenarnya, Junia sudah menempelkan telinganya di telepon. Asalkan Alex mengatakannya, dia akan bisa mendengarnya.Rasa penasarannya sudah terpancing karena adiknya. Dia benar-benar ingin tahu hal apa yang terjadi di rumah. Katanya pertunjukan bagus, hal yang bagus. Dia benar-benar tidak bisa menebak hal bagus
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu