“Tante rasa, kamu juga sama dengan kami, ingin mereka berbaikan. Suami istri selalu ada konflik, tapi setelah itu ya sudah, jangan terlalu diperhitungkan.”Olivia berkata dengan dingin, “Si Roni itu kakinya patah atau nggak tahu jalan pulang lagi? Kenapa harus kakakku yang menjemputnya?”Bisa-bisanya meminta kakaknya untuk menjemput pria itu pulang. Kakaknya pasti akan ditindas oleh keluarga mereka. Selain itu, itu namanya meminta kakaknya untuk mengalah duluan. Olivia tidak akan membiarkan kakaknya mengalah duluan.Pria itu kalau mau pulang ya pulang, kalau tidak mau ya hidup saja di rumah orang tuanya terus.Kakaknya jadi senang, hidupnya tenteram.“Kamu ini kok keras kepala sekali,” kata ibu Roni dengan marah.“Pokoknya, kalau Roni nggak pulang, dia nggak akan memberi uang bulanan ke kakakmu. Kalau kakakmu bisa menghidupi dirinya sendiri, dia nggak perlu menginjakkan kaki di rumah keluarga Pamungkas lagi.”Setelah mengatakan itu, ibu Roni menarik putrinya dan pergi.“Aku mau lihat s
Aku akan membicarakannya dengan kakakku. Memang nggak boleh begini terus. Nggak boleh ditindas terus.”Selama kakaknya masih tidak punya penghasilan, dia akan menjadi pihak yang dirugikan.“Gimana kalau kamu bilang pada kakakmu untuk bekerja di toko kita? Aku bisa memberi gaji untuknya. Dengan begitu, dia juga bisa sambil menjaga Russel. Sekali menyelam minum air.” Junia sangat ingin membantu Odelina.Olivia menghela nafas, “Kakakku nggak akan mau. Dia mengira toko kita juga nggak terlalu banyak pendapatannya dan aku masih harus buka toko online untuk cari uang.”Sebenarnya, keuntungan toko mereka masih cukup besar.Hanya saja, kakaknya bersikeras tidak ingin mendapatkan uang darinya. Dia juga tidak bisa meyakinkan kakaknya itu.“Dulu Kak Odelina kan berkecimpung di finance. Aku coba tanya ke Albert, deh, apa Pratama Group butuh orang. Kalau butuh, dia bisa mengatur agar Kak Odelina bekerja di sana. Perusahaan keluarga pamanku memang nggak sebesar Adhitama Group dan Sanjaya Group, tapi
Stefan diam dulu sejenak di seberang telepon seperti biasa, lalu membuka suara dan bertanya pada Olivia, “Apa keluarga Pamungkas sudah pergi? Apa mereka melakukan sesuatu yang keterlaluan?”“Nggak melakukan sesuatu yang keterlaluan, tapi mengatakan banyak hal yang keterlaluan. Aku kesal banget rasanya ingin menghajar mereka. Mereka itu kurang lebih sama dengan keluargaku yang dari kampung itu. Sama kejamnya. Selalu menyalahkan kakakku dan bilang kakakku yang salah. Mereka masih ingin menyuruh kakakku untuk pergi ke rumah mereka dan meminta maaf pada Roni. Cih!”Begitu mengungkit dua wanita tadi, Olivia langsung kesal bukan main. Dia mengatakan ‘Cih!’ di telepon, tetapi setelah itu dia langsung merasa tidak enak dan berkata pada Stefan, “Pak Stefan, aku terlalu kesal tadi. Jangan marah ya kalau aku berkata-kata kotor di telepon.”Stefan berkata dengan lembut, “Kamu nggak memaki mereka habis-habisan? Seharusnya kamu mengambil sapu dan mengusir mereka keluar. Anak mereka sudah melakukan k
Stefan mengatakan sesuatu yang menenangkan untuk menghibur Olivia, .Meskipun posisinya tinggi di atas, dia tahu persyaratan untuk mencari kerja sekarang semakin tinggi. Kakak iparnya sudah meninggalkan dunia karir selama lebih dari tiga tahun. Kalaupun wanita itu memiliki pengalaman di masa lalu, dia sudah tidak familier lagi dengan keadaan sekarang sekarang. Takutnya susah dapat pekerjaan.“Kamu lagi kerja, ya? Kamu kerja saja dulu. Aku matikan dulu teleponnya.”Stefan menggumam mengiyakan dan menunggu Olivia menutup telepon.Setelah mengakhiri panggilan, Olivia menelepon Odelina dan merencanakan masa depan dengan kakaknya itu. Mereka mengobrol sampai kakaknya bilang kakaknya mau masak, setelah itu Olivia mengakhiri panggilannya. Baterai ponselnya hampir habis. Dia pun mengeluarkan charger dan mengisi baterai ponselnya.Menjelang tengah hari, Stefan menelepon manajer Mambera Hotel dan meminta manajer itu untuk menyiapkan dua porsi makan siang untuknya. Dia juga memesan beberapa lauk
Mungkin setelah beberapa waktu, Olivia dan Stefan akan menjadi pasangan suami istri yang sebenarnya, hidup bahagia dengan penuh kasih dan cinta.Olivia tersadar dari keterkejutannya. Dia segera mengucapkan terima kasih pada manajer itu, mengantar pria itu ke pintu, melihat pria itu naik ke mobil dan menyetir pergi. Setelah manajer itu pergi, dia berbalik badan dan kembali masuk ke toko.Ada dua porsi. Tak perlu ditanyakan, satunya lagi pasti untuk Junia.Ketika Olivia kembali ke toko, Junia sudah mencuci tangannya dan duduk di meja kasir. Melihat temannya masuk, wanita itu memanggil sambil tersenyum, “Ayo makan. Mambera Hotel itu disebut-sebut hotel bintang tujuh, loh. Sebelumnya kita ke sana untuk menghadiri pesta dan mencicipi makanan yang ada di pesta itu. Sepulang dari pesta itu, aku masih terus memikirkan rasa-rasa makanannya.” “Aku ikut beruntung bisa memakan ini karenamu.” Junia menyodorkan sepasang sumpit ke tangan Olivia, lalu memuji Stefan sambil tersenyum, “Aku nggak menyan
Mendengar perkataan Reiki, para klien itu sangat terkejut dan buru-buru bertanya kepada Reiki, “Pak Reiki, jadi ada wanita yang disukai Pak Stefan? Boleh tahu nggak anak dari keluarga mana?”Mereka benar-benar tidak menyangka pria dingin seperti Stefan bisa menyukai orang.“Hush, itu rahasia. Kalau nggak, Pak Stefan akan menyalahkanku karena mulutku bocor, seperti tukang gossip. Pak Stefan bukan lagi pacaran, tapi agak sedikit tertarik pada wanita itu. Kalau dia sudah jatuh cinta, dengan kepribadiannya yang seperti itu, dia pasti akan mengumumkannya.”Kalau Stefan mengumumkannya, pengagumnya seperti Amelia tidak akan mengganggunya lagi.Para klien itu mengangguk-angguk.Yang penting mereka tahu kalau Stefan ternyata juga bisa suka wanita. Itu sudah cukup. Ada salah satu klien yang memiliki putri yang sudah cukup umur untuk menikah. Dia jadi lebih bersemangat mendengarnya.Dia pikir, kalau Stefan memang suka wanita, maka ke depannya dia akan membawa putrinya setiap kali mereka harus mau
“Aku gajian hari ini. Aku akan mentransfer biaya rumah tangga ke kamu nanti. Biaya yang perlu dikeluarkan tetap harus dikeluarkan, nggak perlu terlalu berhemat.”“Nggak perlu. Uang 200 juta yang kamu kasih ke aku sebelumnya masih sisa banyak. Pengeluaran kita nggak besar, nggak perlu uang sebanyak itu.” Mereka hanya menghabiskan beberapa puluh juta untuk beli perabotan rumah.Sisanya masih ada seratusan juta. Kalau dipakai untuk keperluan rumah tangga, masih bisa digunakan berbulan-bulan.Selain itu, dia juga tidak mungkin menggunakan uang Stefan semua.“Kalau nggak habis, kamu simpan saja. Pria itu kalau pakai uang boros. Aku kasih uangnya ke kamu, kamu tabung. Besok-besok kalau ada keperluan mendesak, jadinya punya uang untuk dipakai. Kalau nggak, aku akan menghabiskannya.”Olivia berpikir sejenak dan berkata, “Boleh juga.”Dia akan mencatat pengeluarannya.Dia akan menabung uang yang dikirimi Stefan setiap bulannya, juga mencatatnya. Ke depannya, kalau mereka berdua sudah saatnya be
“Olivia, kamu bisa merajut benda-benda kecil ini? Cantik sekali,” puji Amelia ketika melihat benda-benda kecil yang dikerjakan Olivia.Dia mengambil kucing keberuntungan yang baru saja selesai dibuat. Setelah mengamatinya dengan seksama, dia memuji, “Cantik banget!”“Kalau kamu suka, aku akan memberi beberapa barang kerajinannya untukmu. Tapi, barang-barang ini nggak berharga.”“Aku menyukainya. Suka banget.” Amelia mengangguk berulang kali, “Terima kasih sebelumnya.”Dia bertanya lagi, “Olivia, apa kamu menjual barang-barang kerajinan ini?”“Iya, aku menjualnya. Aku membuka toko online di internet yang khusus menjual barang-barang kerajinan ini. Penjualannya biasa lumayan bagus, tapi bulan ini sangat banyak yang beli.”Amelia tersenyum dan berkata, “Nanti tolong kasih link tokomu ke aku. Aku akan share di Facebook-ku, bantu merekomendasikannya. Cantik sekali.”Setelah mengetahui nasib Olivia yang cukup malang karena keluarganya itu, Amelia sangat bersedia membantu Olivia menjual produ
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu
Risa sedikit banyak juga sudah mendengar tentang asal-usul keluarga Brata. Dia pun berkata, “Keluarga konglomerat kebanyakan cuma kelihatan damai di luar saja, padahal di dalamnya banyak ribut dan saling bermusuhan. Paling cuma sebagian kecil saja keluarga konglomerat yang nggak punya konflik internal. Bahkan keluarga dekat saja bisa jadi musuh cuma demi mendapat keuntungan pribadi.” “Waktu aku pergi untuk perjalanan bisnis, aku dengar keluarga Gatara yang ada di Cianter juga akhir-akhir ini lagi ribut parah. Ada perebutan kekuasaan antara keturunan kepala keluarga yang sebelumnya dengan kepala keluarga yang lagi menjabat sekarang. Bahkan ada rumor yang bilang kalau kepala keluarga yang sekarang itu membunuh pendahulunya. Nggak ada yang tahu kebenarannya, tapi yang jelas konfliknya dalam banget dan terjadi banyak pertikaian,” Yohanna menambahi. “Nggak usahlah urusin keluarga orang lani. Yang penting keluarga kita sendiri aman sentosa, nggak perlu ribut sampai berselisih kayak keluarg
“Aku sudah kenyang makan. Sekarang aku mau tidur sebentar, nanti sebelum jam tiga sore aku harus balik ke kantor. Jam setengah empat sore ada rapat, minta Dira untuk cepat pulang malam ini, biar Tante Afika nggak marah-marah lagi.” “Tante kamu itu dari dulu memang suka mengomel, kayak hidupku sendiri sudah sempurna saja. Sebagai yang tertua, aku juga punya banyak tanggung jawab,” ujar Risa cemberut. “Kita yang tinggal di satu atap rumah saja juga jarang ketemu. Kalau begitu, aku harus ngomel ke siapa?” Pagi-pagi saat Risa baru bangun tidur, Yohanna sudah berangkat ke kantor. Ketika Yohanna baru pulang ke rumah larut malam, Risa sudah tertidur lelap. Makanya Yohanna dan Risa juga sebenarnya jarang bertemu meski tinggal di satu rumah yang sama. Dengan kondisi seperti itu, Risa mau mengadu ke siapa? Risa menikah ke keluarga Pangestu, tetapi suaminya tidak begitu bisa diandalkan. Untung saja putri sulungnya memiliki masa depan yang cukup cerah, jadi sebagai ibu, dia harus lebih banyak b
“Nggak gemuk, kok. Tapi cuma agak berisi sedikit saja, nggak kayak dulu yang kurus banget. Justru sekarang kamu lebih berisi jadi kelihatan lebih menarik. Terlalu kurus malah jelek,” ucap Risa tersenyum. “... aku nggak makan sembarangan. Sehari-hari juga rutin latihan dan sibuk sama kerjaan, tapi masih saja gemukan.” “Itu artinya masakannya Ronny enak. Asal sehari makan tiga kali seperti biasa dan nutrisinya seimbang, badan kamu pasti bisa menyerap dengan baik dan bikin warna muka kamu kelihatan lebih segar.” Ronny adalah sosok koki pribadi idaman yang terbaik di antara semua koki pribadi yang pernah bekerja untuk keluarga Pangestu. Tidak hanya masakannya yang enak untuk disantap, tetapi penampilan luarnya juga sangat enak untuk dilihat, dan sifatnya juga sangat baik. Ronny sama sekali tidak terlihat seperti koki, dia lebih terlihat seperti seorang tuan muda dari keluarga kaya raya yang terampil dalam segala hal. Tutur katanya sopan dan hangat, dan ketika dia menanggalkan seragam ke
“Iya, Ma,” jawab Tommy. Dua anak nakal itu memang tidak bisa diam. Baru sebentar saja, mereka langsung berdiri dan berkata kepada Yohanna, “Kak Yohanna, aku dan Christian tadi habis bikin boneka salju berbentuk kura-kura. Christian bisa bikin bentuknya mirip banget. Aku mau bisa bikin yang lebih bagus dari dia punya.” “Ya sudah, main saja sana. Tapi kalau kamu merasa kedinginan, langsung pulang, ya,” kata Yohanna dengan lembut. Tommy dan Christian mendengar itu pun langsung berlarian ke luar sambil tertawa riang. Begitu sudah asyik bermain, mereka tidak akan merasa kedinginan. Sesaat Tommy baru saja menginjakkan kakinya di luar, dia kembali sebentar ke dapur untuk menyampaikan apa yang dia inginkan untuk makan siang nanti kepada Ronny. Setelah mendapatkan balasan yang memuaskan dari Ronny, barulah dia keluar lagi dengan gembira. Christian tidak seperti Tommy yang menyampaikan apa yang mereka inginkan untuk makan siang. Dia sadar sepenuhnya bahwa Ronny adalah koki pribadinya Yohanna
Andaikan bisnis keluarga Pangestu selalu dipegang oleh generasi sebelumnya dan tidak terbantu oleh kehebatan Yohanna, mungkin perusahaan itu sudah gulung tidak sejak lama. Kakeknya Yohanna sudah menyadari bahwa anak-anaknya tidak bisa diandalkan, maka dari itu dia sudah dari awal mendidik cucu-cucunya agar kelak bisa mengambil alih bisnis keluarga sedini mungkin, dan anak-anaknya bisa segera pensiun. Meski ini adalah tanggung jawab yang sangat berat, dia percaya cucu-cucunya pasti bisa berdiri dengan kedua kaki mereka sendiri. Apa boleh buat, keluarga Pangestu memang didominasi oleh perempuan, bukan laki-laki. Risa merasa beban berat yang dia tanggung langsung terangkat ketika akhirnya dia melahirkan Tommy. “Mama bukannya suka melukis, coba melukis saja. Kalau tahun baru sudah lewat dan udara mulai makin hangat, nanti aku bantu Mama buka pameran seni,” kata Yohanna. Sorot mata Risa langsung bercahaya mendengar saran dari anaknya. Dia hobi melukis dan memiliki prestasi yang cukup gemi
“Kamu juga sering bantu kakak iparmu jagain keponakannya?” tanya Yohanna terkejut. Meski Ronny saat ini bekerja sebagai koki pribadinya Yohanna, dia juga memiliki usahanya sendiri di Mambera. Yohanna kira setiap hari Ronny sibuk dengan usahanya, tetapi siapa sangka di tengah kesibukannya itu, dia masih meluangkan waktu untuk mengajak anak-anak bermain. Kalau keponakan yang dimaksud itu adalah keponakannya sendiri, wajah. Tetapi yang Ronny bicarakan ini adalah keponakan kakak iparnya. “Nggak sering juga. Di keluargaku kan banyak orang. Kalau Russel lagi datang main, pasti yang lebih tua pada berebut mau main sama dia. Aku cuma kadang-kadang saja ngajak dia main. Seperti yang pernah aku ceritakan. Aku punya banyak saudara kandung. Saudaranya papaku juga tinggalnya pisah-pisah, tapi rumah mereka nggak jauh, jadi mereka sering kumpul bareng untuk makan-makan atau cuma sekadar meramaikan suasana. Kurang lebih sama seperti keluarga kamu.” Suasana di keluarga Pangestu juga cukup meriah. Ke