Share

Bab 2

Author: Elyssa
Pewaris Grup Bramantyo muncul di acara peluncuran produk baru FY, menghamburkan banyak uang demi membuat seorang wanita cantik tersenyum.

Hati Darlene bergetar hebat. Grup Bramantyo ... hanya punya satu pewaris, yaitu Kenward. Acara peluncuran merek mewah FY itu diadakan di Kota Avranos tempat mereka tinggal.

Ujung jari Darlene gemetar, mungkin karena dingin. Dia membuka berita itu dan sosok Kenward di foto utama langsung terlihat jelas.

Memang Kenward tampan. Tubuhnya tinggi, kakinya jenjang. Setelan jas khusus yang pas di badan menampilkan aura elegan dan berwibawa. Dia tipe pria yang di foto mana pun tetap mencuri perhatian.

Dulu setiap kali melihat berita tentang Kenward, Darlene selalu menatap foto-fotonya untuk waktu yang lama. Karena dia memang sangat tampan. Namun, kali ini Darlene menutup halaman web dengan cepat.

Entah dorongan dari mana, dia membuka status di WhatsApp. Kebetulan, Adelio baru saja memposting sesuatu. Adelio adalah teman SMA Kenward.

[ Kalung berlian merah muda klasik FY hanya ada sepuluh di dunia. Kakak ipar kita juga punya satu! ]

Foto itu hanya menampilkan leher jenjang seorang wanita dengan kulit seputih salju. Di lehernya tergantung kalung berlian merah muda yang berkilauan.

Siapa pun yang dimaksud "kakak ipar" oleh Adelio, yang jelas bukan Darlene.

Darlene melipat hasil USG dan memasukkannya ke tas. Dia naik taksi pulang. Perutnya masih terasa nyeri.

Sesampainya di rumah, dia baru teringat bahwa hari ini belum sempat belanja bahan makanan. Jadi, dia keluar lagi untuk berbelanja besar-besaran. Semuanya adalah favorit Kenward. Setelah pulang, dia sibuk memasak. Tahu-tahu hari sudah malam.

Sekitar pukul 9 malam, Kenward akhirnya pulang.

"Aku lupa bilang, malam ini ada jamuan bisnis. Aku sudah makan di luar." Suara Kenward datar. Wajahnya yang tampan dan tegas tak menampilkan emosi apa pun.

Darlene menerima jas dari tangannya. Tiga tahun menikah, baru kali ini dia melihat Kenward pulang dari jamuan tanpa gel rambut di kepalanya. Terlihat bersih, seperti baru mandi. Jasnya pun tak berbau alkohol, hanya tercium samar wangi parfum. Jas itu juga tidak sama dengan yang dipakainya di foto berita.

Darlene tidak bertanya apa-apa. Dia hanya pergi mengambil piama untuk Kenward. Namun, belum sempat berbalik, pinggangnya tiba-tiba dipeluk dari belakang.

Aroma mint dari rambut Kenward menyusup ke hidungnya. Melalui lapisan tipis sutra piama, Darlene bisa merasakan kedua tangan Kenward mulai bergerak nakal.

Sebagai ibu rumah tangga, Darlene jarang tampil di depan umum. Bahkan ketika Kenward harus membawanya menghadiri jamuan Keluarga Bramantyo, sikap Kenward di depan orang selalu dingin.

Namun di ranjang ... semuanya berbeda.

Kenward selalu punya hasrat besar. Dia kuat, punya teknik bagus, dan terlalu tampan untuk ditolak. Senyuman yang melengkung di bibirnya memiliki daya tarik yang memabukkan.

Biasanya, Darlene tak pernah menolak. Dia selalu menuruti semua keinginan suaminya. Namun, dua hari ini terlalu banyak hal terjadi. Dia juga sedang mengandung sehingga benar-benar tidak ingin melakukannya.

"Sayang, perutku sakit .... Malam ini ...." Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Kenward sudah mengangkat tubuhnya dan melemparkannya ke ranjang.

"Aku ha ...." Kata "hamil" belum selesai diucapkan, tubuh berat Kenward sudah menindihnya, lalu bibirnya menutup mulut Darlene dengan ciuman kasar.

Sambil menciuminya, Kenward membuka kancing kemeja dan ikat pinggangnya. Tatapan matanya membara seperti api.

Ketika sadar bahwa Darlene yang biasanya patuh justru melawan, Kenward malah tersenyum. Saat berikutnya, dia mengikat pergelangan tangan Darlene dengan ikat pinggangnya.

"Kamu cuma perlu menjalankan tugasmu sebagai istri."

Ciuman berikutnya menenggelamkan semua kata-kata yang ingin Darlene ucapkan. Dia tidak tahu apa yang membuat Kenward menggila malam ini, sampai tubuhnya lemas dan akhirnya pingsan.

Ketika terbangun, ruangan gelap gulita. Perut dan tubuh bagian bawahnya terasa sangat tidak nyaman. Dia hendak ke kamar mandi untuk membersihkan diri, tetapi malah mendapati Kenward sedang bertelepon di ruang tamu.

"Kenward, cepat ke sini! Kakak Ipar mabuk berat! Kamu harus datang sekarang juga!" Itu adalah suara Adelio. Syukurlah, pria itu memang selalu berbicara dengan volume tinggi.

Darlene bersembunyi di balik dinding dan bisa melihat sosok Kenward yang berdiri di ruang tamu. Tinggi, tegap, diterpa cahaya lampu redup yang menajamkan garis wajahnya seperti pahatan. Dia memegang sebatang rokok di tangan.

Darlene terkejut. Setahunya, Kenward tidak pernah merokok. Setidaknya, tidak di rumah.

"Bukan aku mau nasihatin kamu, tapi sampai kapan kamu dan Kakak Ipar mau terus kayak begini? Dia 'kan sudah balik. Waktunya baikan dong!"

Suara Adelio dari telepon terdengar jelas di tengah keheningan malam. Setiap kata terdengar menusuk.

Ekspresi Kenward tampak tegas dan tajam. "Adelio ... aku sudah menikah."

Ucapan itu seperti menyuntikkan kekuatan ke hati Darlene. Dia menghela napas lega.

"Kenapa memangnya? Nggak bisa cerai? Istrimu itu cuma ibu rumah tangga yang nggak bisa apa-apa! Mana bisa dibandingin sama Kakak Ipar?"

"Tapi aku nggak mau cerai."

"Kenapa?"

"Karena ... aku nggak rela."

Mata Darlene langsung memanas. Dia hampir mengeluarkan isak tangis. Ucapan itu lebih berharga daripada hadiah mahal apa pun yang pernah dia terima.

Tiga tahun menikah, bahkan hati yang membeku pasti akan luluh. Darlene percaya dirinya sudah menjadi istri yang baik. Mengurus rumah, memasak, mencuci, memuaskan Kenward di ranjang.

Dia yakin pengorbanannya tidak sia-sia. Telepon itu menjadi bukti. Cinta Kenward lebih dalam dari yang dia bayangkan.

Dengan perasaan lega, Darlene hendak kembali ke kamar. Mendengarkan pembicaraan suami sebenarnya bukan hal baik dan sekarang sudah tidak diperlukan lagi. Dia mencintai Kenward dan Kenward juga mencintainya.

"Aku mana tega ninggalin pembantu yang rajin kayak dia?"

Langkah kaki Darlene langsung berhenti. Tubuhnya seakan-akan membeku di tempat.

"Meskipun aku nggak kekurangan uang, beda rasanya antara yang tulus dan yang cuma kewajiban. Lagian, Darlene beda sama Gianna. Dia nggak punya kemampuan apa-apa, nggak punya pendidikan tinggi, nggak kerja. Cuma ibu rumah tangga yang setiap hari ngurus rumah."

"Kakekku suka dia, ibuku juga bilang gampang dikendalikan. Semua keluarga setuju aku nikah sama dia. Perempuan kayak dia cocoknya di rumah. Cukup dikasih sedikit perhatian, sudah nurut."

Di ujung sana, Adelio akhirnya mengerti. "Oh, baiklah. Tapi Kakak Ipar ...."

"Kirim alamatnya. Aku ke sana sekarang."

Telepon terputus. Kenward mengambil kunci dan keluar dengan langkah cepat.

Begitu suara pintu tertutup, Darlene akhirnya tak bisa menahan diri lagi. Tangisannya pecah.

Air mata mengalir deras, pandangannya buram, rasa mual naik ke tenggorokan. Perutnya berdenyut sakit seperti disayat pisau.

Darlene memegangi perutnya dan berjongkok. Tubuhnya gemetar hebat, keringat dingin mengucur. Cairan hangat menetes di antara pahanya.

Darah. Saat berikutnya, pandangannya menggelap sepenuhnya.

Ketika kembali membuka mata, Darlene sudah berbaring di rumah sakit. Ruangan sepi, hanya ada seorang perawat.

"Permisi ... aku ini ...." Suara Darlene serak.

"Ibu keguguran."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 50

    Adelio awalnya ingin menyahut ketus, "Kamu siapa sih?" Namun, melihat pakaian wanita itu tampak berkelas, dia tidak berani sembarangan bicara.Vida memandangi wanita yang wajahnya tampak asing itu dan bertanya ramah, "Maaf, Anda siapa?""Aku pemilik Rumah Herba, Marina."Begitu mendengarnya, ekspresi Gianna langsung berubah. Namun karena banyak orang di sekitarnya, dia tetap berusaha menahan diri agar tidak terlihat panik."Semua tonik dan ramuan penenang di tokoku adalah resep rahasia buatanku sendiri," kata Marina santai. "Nggak dijual sembarangan dan dalam sebulan terakhir, aku hanya menjualnya kepada Darlene."Begitu nama Darlene disebut, Vida yang paling terkejut. Sementara ekspresi di wajah Kenward tetap tenang dan sulit terbaca."Waktu itu, Darlene bilang ada ibu temannya yang kaget hingga harus dirawat di rumah sakit, jadi dia butuh ramuan penenang dan penguat tubuh. Aku nggak menyangka yang dimaksud ternyata adalah Nyonya Bramantyo."Ucapan Marina tentang "ibu temannya" membua

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 49

    "Jangan pakai alasan orang lain. Kalau memang mau ketemu Kenward, bilang saja mau ketemu. Kalau nggak mampu beli gaun, bilang saja nggak mampu. Cara kamu begini cuma bikin Kenward makin muak sama kamu."Begitu Adelio selesai bicara, Kenward tersenyum. Senyumnya yang biasanya memesona, kali ini malah terasa menyakitkan.Darlene hanya terdiam, lalu berjalan melewati celah di antara Kenward dan Gianna, lalu melangkah cepat menuju rumah besar."Wanita itu benar-benar penuh perhitungan. Tempat seluas ini nggak dilalui, malah sengaja jalan di antara Kenward dan Kak Gianna," gerutu Adelio dengan kesal.Harold sama sekali tidak menyangka Darlene akan datang malam itu. Setelah mendengar penjelasan apa yang sebenarnya terjadi, dia pun sadar Darlene sudah dijebak oleh Vida."Darlene, kamu mau gaun dari merek apa? Biar Kakek belikan," ucap Harold sambil mengeluarkan ponselnya. "Menantu Keluarga Bramantyo bukan orang yang bisa dihina sembarangan oleh siapa pun."Darlene buru-buru menahan tangannya.

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 48

    Begitu Darlene berjalan mendekat, barulah dia melihat jelas bahwa semua pria berpakaian jas rapi dan para wanita mengenakan gaun mewah. Ternyata di sana sedang diadakan pesta koktail.Beberapa tamu segera memperhatikannya, karena hanya Darlene yang datang dengan kaus biasa dan celana jeans."Ya ampun, Darlene, kenapa kamu pakai baju seperti ini?" Gianna langsung berseru begitu melihatnya. Dia bergegas mendekat dengan langkah cepat di atas sepatu hak tinggi dan berdiri tepat di depan Darlene.Hari itu Gianna mengenakan gaun haute couture terbaru, terbuat dari sutra warna merah muda yang bertabur kristal Swarovski. Dibandingkan dengan Darlene yang hanya memakai jeans, perbedaan kelas terlihat mencolok."Kak, ngapain juga kamu ngomong sama dia?" Adelio menghampiri Gianna, lalu menatap Darlene dari atas ke bawah. "Acara sepenting ini kamu malah pakai begituan? Kamu sengaja mau bikin Kenward malu, ya?""Adelio, jangan begitu. Darlene bukan orang seperti itu," ucap Gianna lembut, seolah mene

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 47

    Sejak pertama kali Gianna menerima kiriman itu, setiap kali berikutnya dia selalu menyuruh kurir mengantarkan ke lantai satu gedung rawat, lalu turun sendiri untuk mengambilnya.Di kamar pasien, Gianna memotret Vida yang sedang minum sarang burung, lalu mengirim foto itu pada Kenward.Saat itu Kenward sedang berada di kantor. Setiap hari Gianna memang mengirim foto perkembangan ibunya dan kini sudah sepuluh hari Vida dirawat. Selama sepuluh hari itu, Darlene tidak datang menjenguk sekali pun.Di ruang kerja, Saka sedang merapikan dokumen. Dia tidak mengerti mengapa ekspresi Kenward malah tampak menyeramkan, padahal ibunya terlihat pulih dengan baik."Halo?" Kenward menekan nomor telepon dan menunggu.Di kantor pusat FY.Darlene sama sekali tidak menyangka Kenward akan meneleponnya duluan.Begitu tersambung, yang terdengar hanya keheningan. Akhirnya Darlene yang lebih dulu berbicara, "Kenward, kamu mau ngomong apa?"Masih tidak ada suara. Baru saat Darlene hendak menutup panggilan, suar

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 46

    Harold terus menasihati dengan nada lembut, tapi bagi Darlene, semua kata-katanya hanya sekadar lewat. Semua orang selalu memintanya untuk memahami Kenward. Dia memang sudah melakukannya. Selama tiga tahun penuh.Namun, hasil yang didapatkannya adalah Kenward malah membuat anak pertama mereka gugur demi wanita yang dia sebut cinta sejatinya.Wajah Darlene semakin pucat, hatinya pun semakin dingin. Harold memang orang yang paling baik padanya di Keluarga Bramantyo, tapi pada akhirnya dia tetap kakek kandung Kenward. Jadi, tentu saja dia tetap membela cucunya.Darlene merasa benar-benar sendirian.Harold terus berbicara panjang lebar tentang betapa sibuknya Kenward dan betapa berat tanggung jawabnya, sampai-sampai Darlene merasa telinganya hampir kapalan mendengarnya."Kamu pikirkan lagi baik-baik. Kasih Kenward satu kesempatan, sekaligus kasih kesempatan buat dirimu juga. Tapi ...." Harold berhenti sejenak, suaranya jadi lembut, "Kalau akhirnya kamu tetap mau bercerai, Kakek juga akan m

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 45

    "Tapi kamu masih harus kerja. Kalau malam ikut jaga, kamu pasti capek. Nanti nggak bisa istirahat, besok gimana mau masuk kantor?" Nada bicara Kenward tetap datar, tapi siapa pun bisa mendengar nada perhatiannya terhadap Gianna."Tuh, Gianna, meski kamu mau, Kenward saja nggak tega," sahut Whitney menggoda. Beberapa kerabat lain langsung ikut memuji Gianna, sampai pipinya memerah karena malu.Suasana di ruang rawat sempat terasa hangat dan akrab, sampai akhirnya Kenward melangkah ke arah Darlene.Semua orang otomatis diam. Pandangan mereka serentak beralih ke dua orang itu.Gianna yang sedang mengupas apel perlahan menggenggam pisau buah di tangannya. Dia tahu Kenward sedang melindunginya, tapi kesempatan ini jelas tak bisa dia sia-siakan.Darlene mendongak, menatap mata Kenward yang dingin."Kamu yang jaga malam ini." Nada itu bukan pertanyaan maupun permintaan, melainkan perintah.Darlene mengepalkan tangan. "Aku juga punya kerjaan. Besok aku harus masuk.""Kalau begitu, berhenti saj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status