Share

6. Setelah akad

Author: SashiArumi
last update Last Updated: 2022-09-15 10:20:14

Sembari mencuci peralatan makan Tari teringat kembali kejadian tadi, yang sampai saat ini masih terasa seperti mimpi baginya.

"Kalian nikah secara agama dulu saja sekarang. Daripada nunggu tiga bulan lagi, kelamaan itu. Iya, 'kan, Pa?" tanya Mama Abi kepada sang suami, yang dibalas anggukan setuju.

Semua terjadi begitu cepat, ketika seorang kerabat mereka mengusulkan untuk memanggil seorang ustadz di kampungnya. Tari bahkan belum sempat mencerna apa yang terjadi. Saat tiba-tiba saja Abi menjabat tangan ayahnya untuk mengucapkan ijab qabul.

Saat semua keluarga menyalaminya untuk mengucapkan selamat, wanita itu masih menampilkan ekspresi kebingungan. Begitu juga ketika matanya memandang seseorang yang baru saja sah menjadi suaminya. Dia juga melihat raut kebingungan yang sama.

Panggilan dari sang ibu menghentikan lamunan Tari.

"Itu dilanjut besok saja, kamu istirahat sekarang. Nak Abi juga sudah ke kamar tadi, Ica sudah tidur soalnya."

Mendengar ibunya menyebut nama Ica, membuat Tari tersenyum, mengingat tingkah gadis lucu itu yang tadi merasa senang bisa bertemu lagi dengannya.

Meski gadis itu belum paham apa yang terjadi. Namun, rasa antusias memiliki keluarga baru tidak dapat disembunyikannya.

"Biar Tari selesaikan dulu, tinggal sedikit soalnya."

"Yawes, tapi kalau sudah selesai segera ke kamar."

"Enggeh, Bu." jawab Tari.

*** 

Abi memandang langit-langit kamar Tari dengan tatapan kosong. Karena saat ini pikirannya sibuk memutar kembali kejadian tadi. Bagaimana ceritanya dari acara lamaran menjadi pernikahan.

Lelaki itu menghela napas dalam, mengingat kini statusnya sudah berubah menjadi suami orang. Memiringkan tubuh untuk menghadap gadis kecilnya, ia teringat pembicaraan dengan sang mertua.

"Setelah pulang, saya akan segera mengurus itsbat nikah kami, Pak. Karena menurut Rama pengajuan ke pengadilannya sesuai domisili yang tertera di KTP. Rama juga sudah memberitahu berkas apa saja yang dibutuhkan." 

Abi menerangkan kembali apa yang dia bicarakan dengan Rama-sepupu sang istri- kepada mertuanya.

"Bapak percaya sama kamu. Bapak juga berterima kasih karena kamu sudah menerima Tari."

Kegiatan Abi melihat temaram lampu di halaman belakang, teralihkan mendengar ucapan guru SMA-nya dulu.

"Sejujurnya sulit bagi Bapak untuk melepas dia lagi. Rasa sakit akibat perceraian Tari dulu, tidak hanya dirasakan olehnya, tapi juga kami.  Orang tuanya." 

Kepala mertuanya mendongak untuk melihat langit yang gelap. Ekspresi kesedihan begitu jelas terlihat di wajah yang sudah penuh keriput itu. Tiba-tiba mertuanya menghela napas, lalu beralih menatap hangat pada Abi.

"Bapak minta maaf soal penolakan yang dulu."

Tidak menyangka kalau mertuanya akan membahas mengenai masa lalu, Abi hanya terdiam bingung harus menjawab apa.

"Nak, Abi. Boleh bapak minta tolong padamu?"

"Apa, Pak?"

"Tolong jaga Tari, ya. Dia memang anak yang kuat. Tak pernah sekalipun dia menceritakan aib rumah tangganya. Kami bahkan baru mengetahui kelakuan jahat suaminya ketika dia sudah ditalak. Meskipun begitu Bapak yakin sebagi perempuan dia tetap butuh sandaran. Kamu bisa, 'kan?"

Gerakan tangganya mengelus rambut panjang sang putri, yang sedang tertidur di pangkuannya langsung terhenti. Mendengar permintaan mertuanya.

Ragu merambat di hati laki-laki itu. Bisakah dia melaksanakan perintah sang mertua? Mengingat betapa berantakan pernikahan pertamanya.

"Enggeh, Pak," jawab Abi, meskipun hatinya masih diliputi rasa bimbang.

*** 

Dengan gugup Tari mengetuk pintu di depannya. Menunggu beberapa detik, hingga pintu itu terbuka. Menampilkan seorang pria jangkung dengan wajah mengantuk.

Lelaki itu menatap heran pada wanita di depannya. Bukankah ini kamarnya? Kenapa dia harus mengetuk dulu, pikirnya.

"Boleh aku masuk?" tanya Tari sebisa mungkin bersikap tenang.

Alis tebal itu menungkik. Kemudian membuka pintu lebih lebar, sebagai jawaban atas pertanyaan Tari tadi.

"Terima kasih." Lesung pipi terlihat begitu jelas ketika Tari berucap seraya tersenyum.

Abi terpaku. Debar jantungnya kembali bekerja dengan ekstra melihat lesung pipi itu.

"Mas? Aku mau masuk."

Sadar kalau dia menghalangi jalan perempuan itu, Abi mengumpat dalam hati. Lalu ia beranjak ke tempat tidur tanpa mengatakan apapun, meninggalkan sang istri yang menghela napas dalam, berusaha menghilangkan rasa gugup.

Sembari melihat berita di ponsel, yang sama sekali tak ia pahami. Ekor mata Abi menatap gerak gerik Tari, dari mulai berjalan ke arah lemari di pojok kamar, mengambil salah satu bajunya hingga wanita itu tidak terlihat lagi. Karena sudah masuk dalam kamar mandi.

Pandangan Abi terus beralih dari layar ponsel ke kamar mandi, terus seperti itu entah berapa lama. Hingga tiba-tiba kamar mandi itu terbuka ketika fokus Abi masih di sana, membuat lelaki itu terkesiap. Karena merasa seperti tertangkap basah menunggu sang istri.

Sekali lagi Abi dibuat membatu melihat penampilan istrinya. Tidak, istrinya tidak memakai pakaian kurang bahan yang sering di bahas teman-teman kerjanya. Namun, wanita itu hanya memakai piyama panjang, dengan rambut legam panjangnya terurai indah. Dengan seperti itu saja sang istri terlihat mempesona di matanya.

"Mas? Ada apa?" tanya Tari yang kebingungan melihat sikap aneh suaminya.

Tersadar akan pikirannya yang mulai tidak karuan, Abi segera memposisikan diri untuk tidur dengan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Jangan lupa matikan lampunya," ucap Abi dari balik selimut.

Lelaki itu kembali meruntuki sikapnya. Bisa-bisanya ia terlihat konyol seperti tadi di depan istrinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Kedua Duda dan Janda   Extra Part 5

    Mengistirahatkan diri dengan duduk di sofa, Tari menarik napas berkali-kali seraya mengelus perutnya yang terasa sakit. Sudah sejak tadi siang dia merasakan hal ini, tapi karena sakitnya muncul lalu hilang terus jadi dia tidak terlalu ambil pusing dan tetap mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasa. Namun, kali ini rasanya lebih sakit dengan durasi yang cukup lama. Apa dia sudah mau melahirkan? "Sabar, ya, Sayang. Sebentar lagi papa pulang." Tari meringis kala rasa sakit kembali menyerang, dia menatap jam yang ada di dinding. Sudah setengah lima, tapi suaminya belum datang. Padahal pria itu berkata akan pulang pukul tiga. Sedangkan Bintang tadi mengatakan jika anak itu menginap di rumah temannya untuk mengerjakan tugas, Icha sendiri dari kemarin menginap di rumah Kinan. Menahan rasa sakit yang kian menjadi, pelan dia bangkit bermaksud mengambil ponsel yang tadi diletakkannya di kamar. Jarak kamar dan ruang tengah yang dekat, kali ini terasa jauh. Belum lagi dia yang harus sedikit

  • Pernikahan Kedua Duda dan Janda   Extra Part 4

    Rasa haus membangunkan Tari dari tidur nyenyaknya. Meraba-raba tempat di sampingnya, dia merasa bingung karena tidak menemukan sang suami. Di mana pria itu?Semakin hari dia merasa tak bisa jauh dari suaminya. Pernah ditinggal sebentar saja langsung menangis. Pasalnya Abi pergi ketika malam, waktu dimana dia ingin menghabiskan waktu bersama pria itu.Bangkit perlahan mengingat perutnya yang sudah membesar, matanya menyipit kala di bawah remang lampu kecil yang terletak di atas nakas dia mendapati sang suami tengah menengadahkan tangan. Berdoa.Pria yang menggunakan peci putih itu tampak sesenggukan. Entah apa yang diminta pria itu sehingga membuatnya tampak sedih.Tari tidak bergerak, diam dalam posisi duduk. Menunggu sampai sang suami menyadari kehadirannya. Lalu dia tersenyum kala Abi terkejut begitu menyadari keberadaannya."Kenapa bangun?" tanya Abi sambil berjalan ke arah sang istri.Tari menggeleng, diletakkannya telapak tangan di pipi sang suami. Mengusap lembut, menghilangkan

  • Pernikahan Kedua Duda dan Janda   Extra Part 3

    Seperti yang sudah direncanakan, pagi itu keluarga Abi sudah bersiap-siap untuk berangkat menuju tempat pertandingan Arkan.Abi sendiri yang sudah berusaha membujuk sang istri agar tidak ikut, akhirnya menyerah. Karena wanita itu benar-benar berubah menjadi sosok keras kepala, yang akan cemberut sepanjang hari jika keinginannya tidak dipenuhi.Sebenarnya bukan hanya dia saja yang mencoba melarang, tapi Arkan juga melakukan hal yang sama. Berbeda dengan dirinya, Tari bersikap lebih lunak pada anak-anak. Bahkan wanita itu cenderung sensitif, seperti kemarin istrinya membuat drama kala Arkan mengatakan agar tidak perlu datang."Apa sebaiknya Bunda di rumah saja?" Dari meja makan Arkan memperhatikan sang bunda yang tengah sibuk menyiapkan bekal untuk besok. Padahal dia sudah mengatakan agar wanita itu tidak perlu repot-repot. Toh, dari panitianya sudah disediakan konsumsi."Kenapa memangnya?""Ya, 'kan Bunda lagi hamil gitu. Gimana kalau kecapekan?" tanya Arkan untuk kesekian kali. Karena

  • Pernikahan Kedua Duda dan Janda   Extra Part 2

    "Minggu ini 'kan final futsalnya?" tanya Tari sambil menyerahkan segelas jus pada suaminya yang tengah menonton televisi di ruang tengah bersama sang putera.Semenjak hubungan kedua laki-laki tersebut semakin membaik, semakin kompak juga mereka. Tak jarang dia merasa kesal jika suami dan anaknya sudah berada di dunianya sendiri, seperti olahraga dan bermain game. Dia sungguh merasa di abaikan.Duduk di salah satu sofa, dia ikut memperhatikan layar datar yang sama sekali tidak menaikkan minatnya."Iya, Bun.""Kalau jawab itu sambil liat, bunda! Emangnya tv lebih menarik dari bunda?" cibir Tari kesal. Benar 'kan dia selalu diabaikan jika sang anak tengah menikmati tontonan favoritnya.Dia berharap ada Icha yang selalu berada di kubunya. Sayangnya gadis cantik tersebut sudah tidur sejak tadi.Sementara itu Arkan yang baru saja kena cibir langsung berdeham dan melirik sang papa yang tampak sedang mengulum bibir, seperti menahan tawa atau mungkin mengejeknya?"Maaf, Bun. Lagi seru soalnya.

  • Pernikahan Kedua Duda dan Janda   Extra Part 1

    "Kenapa, Lo?" Riko menatap aneh sahabatnya yang menghela napas berulang kali. Seolah tengah menghadapi beban yang berat. Padahal kalau dipikir-pikir, bukankah kehidupan Abi sudah enak? Punya istri baik, anak-anak tampan dan lucu yang sebentar lagi akan bertambah satu. Namun, kenapa wajah sahabatnya itu macam kemeja yang belum disetrika. Kusut."Ngga pa-pa.""Buset, kayak cewek aja, Lo! Bilang ngga pa-pa tapi ada apa-apa."Abi melemparkan bantal sofa pada temannya. "Daripada Lo bawelnya melebihi cewek."Riko menggerutu. Kesal. "Males gue ngomong sama Lo!" Pria itu berjalan menuju pintu, seraya memegang gagang pintu dia membalik setengah badannya. "Jangan suntuk lama-lama, kasihan Tari. Nanti dia dikira nikah sam om-om."Berdecak kesal, Abi hampir saja melempar bantal kursi lagi tapi sayangnya pria yang sudah bertahun-tahun menjadi sahabatnya itu sudah menghilang di balik pintu.Beberapa menit setelah kepergian sang sahabat, Abi memutuskan untuk keluar dari ruang kerjanya. Walaupun kini

  • Pernikahan Kedua Duda dan Janda   39. Akhir Kisah

    "Jadi, Mas Abi sudah lama suka padaku?" tanya Tari sambil tertawa kecil. Tidak menyangka jika pertanyaan yang di lemparkan sang suami dulu, adalah bentuk keseriusan. "Bisa dibilang begitu." Mata Tari memincing. "Santai banget jawabnya. Seingatku dulu Mas Abi terlihat gugup saat mengutarakan keinginan untuk mendekatiku." Abi tertawa, tangannya mencubit pipi sang istri. "Tentu saja. Dulu aku masih remaja sekarang aku adalah laki-laki dewasa yang mau punya anak tiga. Udah gak pantes lagi malu-malu kucing kayak gitu." Entah kenapa, ucapan sang suami membuatnya kesal. Tanpa mengucapkan apapun Tari membalik tubuhnya. Memunggungi sang suami. Boleh kah dia menyalahkan hormon kehamilan? Sebab belakangan ini hanya hal kecil bisa mematik kekesalannya. Di saat sedang memikirkan perubahan emosi yang dirasakan, Tari tersentak saat sebuah tangan memeluknya. Walau kesal, tak ada niat untuk menyingkarkan dekapan Abi karena rasanya yang begitu nyaman. "Sepertinya aku harus mulai bersabar menghada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status