Beranda / Rumah Tangga / Pernikahan Sepuluh Juta / Bab 2. Skenario Hebat Arya

Share

Bab 2. Skenario Hebat Arya

Penulis: Zedanzee
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-15 14:58:15

Satu jam berlalu, Ben hanya omong kosong. Dia tidak akan kemari. Lagipula untuk apa dia kemari? Untuk menertawakan diriku yang gagal bunuh diri? Aku tersenyum kecut sambil menutup wajah dengan bantal. 

Kuraba perutku yang masih rata, sedangkan pikiranku berlayar tanpa arah. Membayangkan tubuhku  beberapa bulan yang akan datang dengan perut buncit. Sedangkan orang-orang akan bertanya siapa bapak dari anakku.  

Sebagian akan mencibir aku sebagai wanita tak bermartabat, wanita murahan. 

Mungkin sebagian orang yang mengenal diriku akan menyangkut pautkan pekerjaanku sebagai pegawai bank ternama. Dan aku yang bergelar sarjana tapi berotak udang, atau malah tidak berotak. 

Sungguh ngeri sekali jika aku membayangkan semua itu. Harus bagaimana aku menghadapi semuanya sendirian. 

Suara ketukan pintu membuat lamunan itu bubar. Aku bangun membuka pintu, ternyata aku salah besar, Ben datang dengan membawa makanan. 

“Aku beli makanan, ini untuk kamu. Katanya coklat bisa mengatasi gangguan mood.” Wajah Ben terlihat begitu tenang, matanya masih teduh seperti beberapa jam lalu. Aku melihat dari guratan wajahnya, dia seperti orang baik. 

Tapi aku masih ingat jika aku pernah terperosok dengan orang yang kusangka baik. 

Bisa saja Ben dengan Arya orang yang sama. Manipulatif.

“Aku kenyang. Mungkin bisa kamu makan sendiri,” jawabku terus terang menolak.

“Terima saja aku beli dua. Satu untukmu, satu lagi untukku.” ucap Ben sambil menyerahkan satu bungkus nasi goreng dan satu gelas coklat panas diserahkan aku. Entah mengapa aku tak bisa menolaknya. 

"Ini nomorku, jika butuh bantuan kamu bisa hubungi aku." Ben tersenyum nyengir sambil menyerahkan sepotong kertas. "Dari pada buruh diri, kamu bisa minta bantuan aku?" 

Sontak aku melotot, tersinggung dengan ucapan Ben. Dan pria itu sadar jika aku tidak suka dengan ucapannya. 

"Bercanda…” Ben kembali tersenyum sambil mengusap kepalanya. “Ya sudah aku balik kamarku sendiri." Kemudian dia berlari meninggalkan aku.

Aku langsung menutup pintu tanpa berkata apa pun. Ucapan "terima kasih" pun tidak aku ucapkan. Aku benar-benar stres, mendapatkan perlakuan baik dari pria yang baru aku kenal justru membuat aku terngiang-ingan dengan Arya.

Dan keesok harinya ketika mataku masih terlelap, terdengar ketukan pintu. Dengan otak setengah sadar aku berdiri membuka pintu. Ben datang kembali. 

“Ini jam berapa? Kamu masih tidur?” Ben berbicara kepadaku seolah-olah dia sudah mengenalku sepuluh tahun lalu. Padahal baru semalam kami saling kenal.

“Ada apa?” jawabku sengit.

“Cuma mau kasih sarapan.” Ben menyodorkan satu kotak makanan dari styrofoam, entah apa isinya. “Kalo butuh sesuatu kamu bisa hubungi aku.” 

“Aku tidak meminta makanan.”

“Anggap saja Jumat berkah.” Ben tersenyum lebar, sedikit pun tidak tersinggung dengan ucapanku.

Aku menghela nafas panjang. “Ini hari Sabtu.”

Kini Ben tertawa keras sambil mengusap rambutnya yang sebahu. “Oh aku salah ya. Ku pikir ini hari Jumat.” 

Aku hanya tersenyum tipis tidak terpancing dengan lelucon Ben. 

“Terima saja. Oke.” Ben menyerahkan salah satu bingkisan yang dia bawa. Lalu pergi entah ke mana tidak tahu. Dan tidak mau tahu. Aku tidak peduli.

Sebenarnya makanan yang Ben berikan tadi malam tidak aku sentuh sama sekali. Hanya coklat panas yang aku nikmat sampai habis. 

Namun, bubur ayam dari Ben pagi ini cukup menggugah selera. Aku makan dikit demi sedikit sambil menahan perut yang mual luar biasa. 

Dua minggu belakangan ini aku merasakan perut dan separuh badanku tidak beres, aku yakin ini bukan karena aku sakit tapi hormon hamil muda. Seandainya aku memiliki keberanian ke dokter mungkin yang aku rasakan saat ini ada solusi. 

Hari ini aku jauh lebih lega, tidak terlalu stres seperti kemarin. Setidaknya aku tidak memikirkan soal bunuh diri lagi. Kalau dipikir-pikir aku bodoh sekali, sampai kepikiran hal semacam itu. Ada rasa syukur Ben datang saat yang tepat kalo tidak. Mungkin hari ini telah gemar kabar soal pegawai bank terbaik di Indonesia mati bunuh dini.

Setengah hari lebih aku berdiam diri di dalam kamar kost berdoa, berharap Arya datang. Lalu menjelaskan mengapa ia menghilang selama ini. Karena aku sudah kesulitan menanggung beban ini sendirian.  

Sejak dua minggu lalu, aku mengetahui ada seonggok daging hidup di tubuhku melalui testpack. Sedangkan Arya sudah satu tiga Minggu tidak bisa dihubungi, W******p selalu ceklis satu. Aku telepon provider juga tidak nyambung.

Aku sebenarnya tidak percaya Arya pergi dariku. 

Dia seorang prajurit negara, seorang tentara angkatan laut tak mungkin jika akan sejahat ini padaku. Dan selama satu tahun pacaran aku tidak pernah bermasalah dengannya.

Beberapa bulan lalu Arya meminjam uang, sebesar lima belas juta. Uang tabungan hasil jerih payahku selama ini aku percayakan pada Arya, karena dia bilang sendiri jika aku adalah calon istrinya. Dan Arya juga berjanji bulan ini akan dikembalikan. Nyatanya zonk. Bohong, justru dia lenyap dari muka bumi. 

Sialnya terakhir ketemu Arya, keparat itu membawa motorku Yamaha NMAX yang aku beli cash enam bulan lalu, meskipun motor bekas. Akan tetapi harganya masih di atas dua puluh juta. Entah mengapa waktu itu aku percaya semua kata-katanya. 

Dia datang tepat hari Minggu; terakhir dia menemuiku, datang ke kost siang hari dengan ojek online. 

“Tumben tidak kasih kabar kalau mau ke sini? Kenapa musti pake ojek online. Kan bisa aku jemput.” Aku sedikit heran mengapa dia tidak membawa mobil seperti biasanya.  

“Mobilku trouble sayang, sekarang di bengkel deket sini. Padahal aku mau jemput kamu, jalan-jalan. Eh mogok. Dan baru setengah jam lalu aku dapat panggilan komandan kudu cepet sampai di kantor. Aku pinjem motormu dulu ya.” 

Kalimat itu masih sangat jelas di kepalaku hingga saat itu. Sedikit pun waktu itu aku tidak menaruh curiga apa pun. Aku serahkan kunci motor beserta STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), dan sebelum pergi kami masih mesra. 

Bahkan sempat melakukan hubungan haram selama tiga menit lima detik, aku menduga saat itulah aku hamil karena Arya tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Sepuluh Juta   Bab 23. USG Pertama

    Tapi aku tidak lupa jika yang tidak suka denganku ialah ayah mertuaku. Tapi sikapnya yang diam dan tak komentar itu jauh lebih baik dari pada dia berucap tapi menyakitkan.Jam dua siang beberes kelar, termasuk mengambil tempat tidur, lemari dan beberapa meja di gudang kemudian di tata di kamar. Barulah sore hari Mama Eva kembali cerewet, memaksa Ben untuk mengantar USG ke dokter.Kami hanya bisa pasrah dengan permintaan itu. Bukan itu saja permintaan Mama Eva, dia memaksa Ben untuk ikut masuk kedalam ruangan periksa. Sebenarnya Ben sudah menolak dengan banyak alasan tapi Mama Eva kekeh memaksa. Aku berbaring di tempat tidur sedangkan seorang bidan berdiri di sampingku, bersebelahan dengan Mama Eva. Jarinya mulai membuka kemejaku. Sedangkan mataku justru menatap Ben, kwatir pria itu berfikir hal yang tidak-tidak setelah melihat kulit perutku.Sebuah alat untuk memeriksa dekat jantung telah melekat di perutku. Dan suara jantung anakku mulai terdengar dengan ritme stabil. Kulihat Mam

  • Pernikahan Sepuluh Juta   Bab 22. Ibu Mertua Impian

    Genap dua hari aku di rumah mertua. Aku melihat serta merasakan suatu hal yang bertolak belakang. Yang pertama Mama Eva yang sangat perhatian dan Ayah Anjas yang terlampau culas. Pria itu sedikit pun tidak mau bertegur sapa denganku, bahkan duduk di ruangan yang sama dia menolak. Aku tak ambil pusing. Tidak aku pikirkan. Toh ini hanya sementara. Mama Eva sendiri mengatakan jika suaminya butuh waktu menerima kenyataan. Aku hanya perlu bersikap baik, selebihnya Ayah Anjas sendiri menyembuhkan rasa kecewa itu.Tepat di hari ketiga aku di rumah itu, aku dan Ben memutuskan untuk segera kembali ke kota. Cuti kerjaku tinggal dua hari, sedangkan Ben perlu mengurus cafe. Namun, rencana tidak sesuai harapan setelah kami dipanggil Mama Eva di ruang tamu. “Setelah menikah kalian mau tinggal dimana?” tanya Mama Eva membuka percakapan. Aku diam. Dan Ben menjawab, “di kost Ma.”“Kost?” Dahi Mama Eva mengkerut. Aku sendiri hanya bisa tersenyum tipis. “Kost suami istri. Kan ngak masalah, kami mas

  • Pernikahan Sepuluh Juta   Bab 21. Susu Ibu Hamil

    “Terus kapan kamu tahu jika ayahmu kandung meninggal?” tanya Ben, sepertinya dia mulai tidak sabar mendengar puncak ceritaku yang bertele-tele. “Umur lima belas tahun. Ketika aku terus-terusan bertanya mengapa ibu harus sembunyi setiap kali ke makam yang tidak aku kenal orangnya. Saat itu ibu mengatakan sejujurnya padaku siapa sebenarnya ayah kandungku. Dan aku juga harus berjanji untuk tidak mengatakan hal ini pada siapa pun. Kenyataan itu menjadikan bibit kebencian pada Sasmitha.” Setiap kali mengingat dan menyebut nama pria aku tak bisa menahan senyum sinisku. “Hal itu yang membuatmu tidak mengundang dia?” Ben memandangku dengan kedua alis berkerut. “Banyak hal. Sejak aku tahu dia bukan ayah kandungku, dia juga yang menjauhkan aku dengan Kakek. Aku semakin tidak berempati pada pria itu. Terlebih lagi kenyataan di depan mata, bagaimana pria itu memperlakukan aku dengan dua anak kembarnya cukup tumpang tindih.”“Jika aku yang mendapatkan prestasi aku tidak mendapatkan pujian. Tapi

  • Pernikahan Sepuluh Juta   Bab 20. Rencana Rati

    Ben berada di sampingku dengan tubuh menghadapku, dan sengaja di tengah-tengah aku letakan sebuah guling ukuran sedang. Aku anggap itu adalah pembatas tubuh kami. Beberapa kali Ben tersenyum kadang juga mengerutkan kening mendengar ceritaku. Cerita itu yang aku rangkai berdasarkan cerita ibu, cerita kakek dan juga beberapa kejadian tidak menyenangkan yang pernah aku alami di masa lalu.“Ini sudah jam setengah satu, kamu tak ngatuk Ben?” tanyaku mengalihkan perhatian. “Tidak.”Aku menghela nafas panjang. Butuh energi yang kuat untuk aku menceritakan kenangan buruk itu.“Lanjutkan! Terlanjur penasaran,” ucap Ben.Aku diam sesaat dan tersenyum nyengir. “Tapi aku lapar.”“Kamu mau makan apa?”“Terserah,” jawabku. Ben lantas bangun lalu keluar kamar dan kembali dengan membawa air mineral, satu toples kripik pisang dan biskuit coklat. “Tidak ada makanan padat yang enak di makan malam hari. Makanlah cemilan.” Ben meletakan semua makanan dan minuman di pangkuanku. Aku tersenyum girang.

  • Pernikahan Sepuluh Juta   Bab 19. Sasmitha

    Tiga hari berlalu Sasmitha benar-benar menepati janjinya Ia kini datang bukan hanya membawa dua bungkus bakso, tapi si kembar; Roni dan Ronal ikut serta berjalan mengapit dirinya. “Maaf Dek Rati aku sengaja membawa mereka untuk kuperkenalkan padamu dan Yollanda.” Sasmita tersenyum malu-malu sambil melepas mengusap dua kelapa dua bocah yang berada di kanan kiri. Sasmitha tidak langsung membombardir Rati dengan pertanyaan seputar lamaranya kemarin. Dia justru ikut bermain dengan Si Kembar dan Yollanda. Sedangkan Rati duduk mengamati. Pandangannya terhadap Sasmitha sedikit berubah, Sasmitha tidak terlalu buruk. Pekerjaan Sasmitha juga jelas, meskipun sekelas tukang bakso dengan karyawan satu orang. Pasti suatu saat sukses bisa menghidupi empat orang. “Dek Rati bagaimana dengan lamaran Akang kemarin?” Akhirnya setelah tiga puluh menit bertamu Sasmitha bertanya. “Ada syarat jika memang Ak

  • Pernikahan Sepuluh Juta   Bab 18. Rati

    Rati hidup dengan suaminya di rumah pemberian orang tuanya. Ayahnya sudah meninggal sejak usianya tujuh belas tahun. Sedangkan ibunya meninggal setelah Rati menikah selama satu tahun. Ketika usia pernikahan menginjak enam belas bulan Rati positif hamil dan melahirkan seorang anak perempuan yang dia beri nama Yollanda Kartika. Rati berharap anaknya seperti memiliki sifat seperti namanya; Yollanda yang berarti kuat. Dan nama Kartika berasal dari nama pahlawan perempuan yang dia kagumi; Dewi Sartika. Ketika Yollanda usia satu tahun, wabah demam berdarah terjadi di desa tempat ia dilahirkan. Puluhan anak-anak dan orang tua terbaring lemah di rumah sakit. Bahkan tidak sedikit yang meninggal, dan salah satu orang yang menjadi korban ialah ayah Yollanda. Sejak saat itu Rati menjadi seorang janda muda satu anak. Enam bulan menjadi janda seorang pria berkumis tebal datang ke rumah dengan menenteng dua bungkus bakso.Sasmitha siapa yang tak kenal dengan pedagang bakso itu. Termasuk Rati

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status