Share

Kecewa

Hawa bisa mendengar perdebatan mereka di dalam kamar, ia tahu seharusnya tidak datang ke sini. Helsi pasti akan sangat marah padanya saat melihatnya masuk di ruangan itu. Hawa terpaksa mengikuti intruksi suaminya untuk masuk ke dalam. Keringat dingin tanpa di undang seolah menusuk tulangnya, Adam membawanya ke dalam kandang singa yang lapar.

Perlahan kakinya melangkah dan mendorong pintu ruangan, semua orang tengah melihatnya sekarang. Hawa benar-benar tidak tahu pikirannya sekarang, sesampai di dalam nyawanya seakan mengembang kemana-mana. Adam menghampirinya lalu menarik tangan Hawa mendekati Helsi yang sudah memasang wajah sangar. Tamatlah hidupnya hari ini Hawa percaya pasti tidak akan baik-baik saja di tempat ini.

"Adam mau Mama menerimanya sebagai menantu. Tidak akan ada hal buruk terjadi, Mama jangan khawatir. Adam juga mau mengadakan resepsi pernikahan untuk para kolega perusahaan dalam waktu dekat. Adam capek menyembunyikan pernikahan ini, Ma," desak Adam yang sudah tidak tahu harus bagamaimana lagi mendamaikan mereka berdua.

Helsi menatap tajam dan berkata, "kau anak Mama satu-satunya. Menikahi Hawa sama saja kau menyakiti hati Mama dan sampai kapanpun Mama tidak akan menerima wanita itu jadi istrimu. Jika kau mengadakan resepsi pernikahan, Mama tidak akan datang dan jangan sekali-sekali mengundang Mama."

"Ma... Adam sayang sama Mama. Mana mungkin aku mengadakan acara resepsi tanpa dampingan Mama. Jadi, tolong Adam kali ini saja!" pria itu meraih tangan Helsi memohon penuh harap agar ia berubah pikiran.

"Jika seperti itu, jangan adakan resepsi apapun. Mama tidak mau ada yang tahu kalau Hawa adalah menantuku dan sampai kapanpun aku tidak akan menerimanya," jawab Helsi tak ingin di bantah lagi. Tidak seorangpun bisa mengerti keinginan wanita paruh baya itu. Ia sudah sangat terluka dengan pilihan Adam menikahi Hawa, gadis itu selalu saja menghantui pikirannya. Helsi sangat menyesal tidak sengaja mempertemukan Adam dengan Hawa di toko bunga milik menantunya.

Pupus sudah harapan Adam sekarang, jika tak ada resepsi semua orang akan berpikir kalau Hawa adalah wanita simpanannya. Sampai kapan ia akan menutup-nutupi pernikahan mereka, ia juga tidak enak hati pada istrinya dengan kejadian ini. Adam pikir menikahi Hawa diam-diam akan mempermudah masalahnya namun apa yang terjadi, semuanya semakin sulit.

Chandra yang sejak tadi diam akhirnya buka suara melihat istri dan anaknya bertengkar membuat kepalanya pusing. Anak dan Ibu ini sama-sama keras kepala. Chandra menghela nafas lalu berkata, "Adam ... Papa pikir kau sudah dewasa sekarang, apapun keputusanmu Papa akan mendukungmu. Kau berhak bahagia dengan pilihanmu Adam, Papa tidak akan melarangmu menikahi siapapun yang kau inginkan. Kau sudah cukup pusing dengan perusahaan Papa tidak mau membebanimu lagi dengan tidak merestui pernikahanmu. Biarkan Mamamu istirahat dulu mungkin saja dia nanti akan berubah pikiran." Chandra berbicara dengan bijaksana ia tahu betul bagaimana rasanya di posisi Adam.

Chandra rasa Hawa wanita yang baik cocok menjadi istri Adam. Ia sudah muak dengan percekcokan mereka sejak 7 tahun lalu hanya karena Hawa. Semoga saja pilihan Adam sudah tepat, wanita malang itu memiliki banyak banyak masalah dalam hidupnya. Dia sangat mengerti bagaimana rasanya kehilangan orang tua dan masalah baru lagi istrinya yang tidak mau menerimanya sebagai menantu.

"Aku tidak akan berubah pikiran, Pa," tegas Helsi menatap tajam pada suaminya. Entah kenapa suaminya tidak mau mendukungnya malah menyetujui pernikahan mereka.

"Pa, terima kasih sudah mengertiku. Aku harap Mama mengerti juga seperti Papa dengan pilihanku. Mama sebaiknya istirahat dan jangan banyak beban pikiran." Adam berkata mundur beberapa langkah sambil menggenggam tangan istrinya. Nyali Hawa ciut untuk sekedar mengeluarkan suaranya.

"Mana mungkin Mama tidak banyak pikiran sumber masalahnya ada pada wanita pembawa sial yang hadir menghancurkan kebahagian keluarga kita. Seandainya kau mati saja juga dalam kecelakaan itu mungkin lebih baik daripada aku harus menanggung rasa sakit dengan melihat wajahmu itu. Kalian tidak akan mengerti rasa sakitku selama ini. Ka ... ka ... kalian benar-benar menyakiti hatiku." Suaranya terbata-bata seolah kehabisan nafas karena berteriak.

"Ma, aku mohon berhenti memaki Hawa. Dia istriku, memaki Hawa sama saja menjatuhkan harga diriku." Nyaris saja emosi Adam akan meledak mendengar penuturan ibunya. Hawa sudah terisak di sampingnya, seharusnya dia juga mati dalam kecelakaan itu agar tak merasakan kesakitan dunia ini menanggung hinaan. Hawa merasa perkataan Helsi benar ia yang menyebabkan orang tuanya meninggal.

Tekanan darahnya pasti sedang naik sekarang, mereka mulai panik saat melihat Helsi terbatuk. "Sebaiknya kalian berdua keluar dan cepat panggil dokter! Kalian berdua sebaiknya pulang saja biarkan Mamamu istirahat, dengan kalian di sini kemarahannya pasti tidak akan mereda." Chandra mengambilkan segelas air untuk istrinya. Adam dan Hawa hanya mengangguk berjalan keluar mencari dokter. Mereka kaget melihat seorang Dokter duduk di depan ruangan mereka.

"Kak Leon, cepat kakak masuk tolongin Mama." Hawa tidak berpikir lagi sedang apa dokter itu duduk di depan ruangan mertuanya padahal Hawa tidak tahu kalau Leon sejak tadi duduk di sana mendengar dengan seksama pertengkaran yang terjadi di dalam. Hari ini adalah tugasnya untuk mengecheck kesehatan Helsi karena ia menggantikan dokter yang menangani Helsi yang sedang tidak enak badan dan ia tidak sengaja mendengar percakapan mereka.

"Baiklah, kau tidak apa-apa Hawa?" tanya Leon memastikan kondisi Hawa padahal wanita itu baik-baik saja. Setelah mendapat anggukan dari Hawa Leon masuk ke dalam.

"Apa itu Leon teman kakakmu?" tanya Adam mengernyitkan dahinya memastikan siapa yang Hawa temani bicara.

"Ya, dia teman kakakku. Tampaknya dia menyukaimu Hawa." Firasat Adam tidak mungkin salah menafsirkan bagaimana ekspresi pria itu.

"Sembarangan, mana mungkin dia menyukaiku. Aku sudah mengenalnya selama bertahun-tahun dan Kak Leon tidak pernah bilang kalau menyukaiku," bantah Hawa lalu tertawa memperhatikan suaminya yang masih mengidentikasi.

"Aku seorang pria, aku tahu tatapannya bagaimana menyimpan perasaan untukmu." Harus berapa kali Adam meyakinkan istrinya kalau Leon memang memiliki perasaan padanya.

"Sudahlah, sayang. Itu tidak mungkin! Kau tahu kan aku hanya mencintaimu dan akan selalu begitu." Hawa menghibur Adam yang masih saja penuh curiga. Ia memegang tangan suaminya berusah meyakinkan pria itu. Tatapan Hawa yang menggemaskan membuat Adam lupa kalau ia mencurigai dokter itu. Ia tidak ingin ambil pusing yang penting hubungan mereka baik-baik saja itu sudah cukup. Adam tidak ingin menambah beban pikiran Hawa lagi, sudah cukup kesakitannya.

Kalau boleh Hawa ingin berharap atas hubungan mereka yang tidak di restui oleh Helsi semoga di masa depan ia mau menerimanya sebagai seorang menantu. Hawa tidak akan menyerah ia akan berusaha mengambil hati mertuanya dan membuktikan kalau dia tidak seburuk yang Helsi pikirkan. Cinta mereka tulus dan murni tak ada yang mampu memisahkan mereka bahkan mertuanya sekalipun.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status