Share

Bab 6

Kindly tak bisa menjawab. Tangannya terkepal kuat hingga urat bermunculan di balik kulitnya. Ingin sekali dia menekan Niela agar lebih patuh tapi ada sesuatu yang menahan keinginannya. Ada pertimbangan yang mengurungkan niat untuk menyakiti. Dia benci respon tubuhnya itu. Dia benci terlihat lemah di hadapan orang yang di benci.

Akhirnya Kindly pergi meninggalkan Niela tanpa sepatah katapun. Pria itu berkendara ugal-ugalan membelah jalan raya kota. Melampiaskan emosi yang terus menguar. Entah kepada siapa amarah ini ditujukan.

Niela meraba pipi bekas tamparan sang suami yang meninggalkan ruam merah. Dia menatap dirinya yang sedang duduk di depan cermin rias. Wanita itu merasa air matanya sudah terkuras habis hingga mengering.

"Menyedihkan sekali." Gumamnya pada diri sendiri.

Deskripsi kata hancur adalah kata paling tepat untuk kondisinya sekarang. Tak ada masa depan yang cerah sesuai ekspektasi ketika menikah. Sebaliknya, suram dan gelap.

'Kuat, kamu harus kuat Niel. Semangat!' batinnya menyunggingkan senyum cantik.

Malam itu Niela kembali insomnia. Sekalinya terlelap malah di hantui mimpi buruk hingga terjaga sampai pagi.

"Mata panda lagi." Ucapnya saat bercermin usai mandi.

Wajahnya jauh dari kata segar. Di tambah dengan ruam merah yang sedikit biru. Niela mencoba berbagai bentuk masker agar menutupi wajah kacaunya saat kerja. Meskipun mata panda itu masih terekspos.

Ceklek

Niela menoleh ke arah suara pintu yang terbuka. Di sana berdiri Kindly bersetelan rapi seperti biasanya.

"Polisi memanggil kita untuk memberi keterangan." Kata Kindly lalu segera pergi tanpa menutup pintu.

Ah Niela hampir lupa kasus perampokan malam lalu. Dia jadi merasa tidak enak harus ijin terlambat lagi hari ini. Tapi dia juga tidak bisa menolak panggilan polisi sebab Niela menjadi saksi pertama saat perampokan terjadi. Wanita itu buru-buru turun setelah mengabari Harell.

Kali ini perjalanan tidak sehening sebelumnya. Mulut Kindly sesekali berbicara. Bicara dengan beberapa klien. Pria itu tampak sibuk meski hanya melalui ponsel dan tablet. Perkerjaan terlihat lebih menarik dari pada sang istri yang duduk di sebelahnya.

Berbeda dengan perkiraan Niela. Memberi penjelasan saat bersaksi menyita waktu banyak. Tidak terhitung berapa kali dia menyalakan ponsel sekedar melihat jam hingga sesi tanya jawab itu selesai.

Mereka baru bisa keluar saat sudah lewat tengah hari. Niela mulai gelisah mengingat keterlambatannya sangat melewati batas. Harell memang bilangnya tidak apa-apa tapi tetap saja perasaan tidak enak itu ada.

"Berhenti di depan sana." Perintah Kindly pada supir.

"Baik tuan."

Niela hanya bisa menghela nafas. Tak ada keberanian untuk bertanya ataupun protes pada sang suami yang sudah turun dari mobil entah ke mana.

"Lama sekali." Gumam Niela tak sabar menunggu.

Harapan agar Kindly bisa terlihat menuju mobil terasa seperti anugrah besar bagi Niela. Dan... Terkabul.

Ceklek

Kindly masuk lalu melemparkan kantung kresek di pangkuan istrinya. Niela terlonjak ketika benda itu tiba-tiba mendarat padanya. Dia melirik Kindly yang kembali sibuk dengan layar ponsel setelah memberikan perintah "jalan!" pada supir. Lelaki itu tetap awet dengan Wajah dinginnya. Niela penasaran dan segera membuka isi kantung agar bisa melihat isinya.

"Obat?" Tanya Niela yang bingung.

"Obati lukamu agar tidak mempermalukanku." Jawab Kindly ketus lalu berdehem.

Meski dengan cara agak kasar tapi Niela bisa merasakan perhatian Kindly. Mungkin tidak seberapa untuk menutup kesalahannya namun Niela lega suaminya mulai berubah.

"Terimakasih." Ucap Niela.

Sepi. Tak ada respon apapun. Tak apa, itu lebih baik dari pada kena gamparan lagi. Obat tersebut segera dia masukkan ke dalam tasnya.

"A.. anu, bisakah aku turun di sana?" Suara Niela terbata-bata takut tidak sisetujui.

Kindly akhirnya mau menatap Niela yang langsung menunduk.

"Mau apa?"

"Ma.. mau naik bus dari halte itu." Katanya sembari mengangkat kepala meski belum berani bertemu tatap lama dengan sang suami. "Soalnya itu, aku mau kerja. Maksudku kita akan beda arah nantinya."

Seperti biasa Kindly tidak menjawab lagi. Niela pasrah. Hari ini sepertinya dia tidak di-ijinkan pergi. Tapi...

"Jangan pulang malam seperti kemarin!" Peringat Kindly setelah mereka berhenti di halte.

"Ha? I..iya baik." Ucap Niela gugup campur senang.

Dan untuk pertama kalinya Kindly melihat senyuman dari ekspresi girang Niela.

'cantik'

Niela semangat penuh menuju tempat kerjanya. Ada yang berbeda dari auranya hari ini, dan Harell menyadari itu.

"Kenapa pakai masker?" Heran Harell.

"Emm mau saja, lagi ada jerawat." Bohong Niela lagi.

"Yakin?"

"Dari pada itu, Niel mau minta maaf lagi-lagi terlambat kerja. Nanti potong saja saat gajian." Katanya tulus sembari menunduk.

"Memangnya kau yakin masih bisa kerja di sini setelah ini?" Ucap Harell menyilangkan tangan di dada.

Niela menatap Harell tak percaya. Bukannya tadi seniornya bilang tidak apa-apa? Kenapa sekarang malah begini? Ah, Niela terlalu percaya diri rupanya.

"Oh maaf. Ka.. kalau begitu Niel pergi." katanya pelan penuh penyesalan.

"Kenapa tidak memohon?" Suara itu menghentikan Niela yang hampir berbalik melangkah.

"Niel merasa tidak pantas karena Niel memang salah." Akunya.

"Pfftt Ha..ha..ha" Harell tertawa memenuhi ruangannya "Kenapa kamu mudah sekali dikerjai Niel." Katanya lalu lanjut tertawa lagi.

Niela mengerjapkan mata bingung. Dia sempat loading untuk mengerti. Sungguh seniornya ini terlalu banyak bermain. Ini memang ciri khas dari sifatnya pada orang yang dianggap dekat. Sayangnya Niela yang polos sangat mudah dikelabuhi.

"Ih kak Harell sudah, berhenti tertawanya." Kesal Niela merasa dipermainkan.

"Oke duduklah dulu." Kata Harell menunjuk kursi di depannya. Niela menurut dan duduk di sana.

"Dengar yah Niela juniorku. Lain kali pertahankan hak-mu. Jangan mau di perlakukan semaunya oleh orang-orang di sekitarmu. Anggap saja ini pelajaran." Tegas Harell yang kembali pada jiwa berwibawanya.

"Ta.. tapikan Niel memang benar melanggar aturan."

"Iya tapikan aku sudah beri ijin. Kau pun punya bukti pesan-nya kan? Pakai itu sebagai senjata."

"..."

"Tidak semua orang itu baik Niel. Kamu harus kuat mempertahankan hak-mu kalau tidak mau kalah pada orang curang. Mengerti?"

"Iya mengerti." Niela mengangguk patuh.

Dia akui itu sulit untuk di lakukan. Tapi tetap membenarkan semua perkataan sang senior. Niela kagum pada Harell yang membawa banyak perubahan. Semakin tampan dan cerdik.

Sama seperti kemarin, Niela hanya belajar beberapa hal yang harus di pahami selama menjadi asisten Harell. Beruntung jadwal Harell tidak padat. Pukul 5 sore pun ke-2 nya turun bersama hendak pulang. Lengan Niela di tarik Harell ke arah parkiran.

"Eh kak? Niel naik bus saja, tidak usah di antar." Ucap Niela yang masih di seret pelan.

"Siapa bilang aku mau beri tumpangan?"

Lagi, seniornya mulai melakukan sesuatu yang tidak bisa di tebak. Mata Niela membulat kala Harell menyerahkan kunci di depan sebuah motor berkilau. Tak usah di tanya, motor itu baru keluar dari dus-nya.

"Tahu cara mengendarainya kan?"

"Tahu tapi..."

"Ambil dan pergi." Final Harell berlalu menuju mobil miliknya.

Niela mengejar Harell sebelum masuk mobil. Dia menahan lengan seniornya agar mau berhenti.

"Niel tidak bisa kak. Itu nanti Niel pakai saja untuk kebutuhan kantor." Niela tidak mengira hadiah itu sungguhan di berikan.

"Kamu itu asistenku bukan ojek online. Untuk apa kamu gunakan motor itu saat kerja? Mau di bawa ke ruang meeting?" Ucap Harell menggelengkan kepala.

"Oh iya yah." pikir Niela berwajah polos "Tapi tetap saja..."

"Ssstt sana hush! Aku buru-buru." Usir Harell dengan gurauannya.

Niela hanya bisa mematung melihat mobil sang senior perlahan menghilang dari jangkauan mata. Dia tak punya pilihan selain menerima hadiah itu. Anggap saja berkat anak baik. Niela memang sudah biasa mengendarai motor sewaktu kuliah. Jadi tidak ada masalah mengendarai kendaraan itu.

Hari ini tampak baik-baik saja. Niela berjalan masuk mansion setelah memarkirkan motor barunya. Kelihatannya Kindly belum pulang sebab mobil yang di pakai tadi belum kembali.

"Hai Niela." sapa Alika yang duduk anggun di ruang tamu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status