Share

2. Pertemuan

Author: Penrasi
last update Last Updated: 2023-07-29 08:07:42

Aulia terburu-buru masuk ke kelasnya  hampir saja terlambat, semenit saja telat Dosennya itu tidak akan memberikan tolerasi, namanya adalah pak Haris dosen paling perhitungan dan paling banyak memberikan tugas untuk mahasiswanya bahkan aulia sendiri sudah mendaftarkan nama Pak Haris kelak ketika sudah menyusun tidak akan memilihnya. Ia banyak mendengar kalau dosennya itu banyak menyiksa mahasiswa semester akhir sampai takut, walaupun beberapa Mahasiswa mengincarnya karena setiap anak bimbingannya selalu dipermudah saat seminar dan ujian meja namun bagi Aulia menghindari lebih baik.

"Hampir saja loh kamu telat! Tumben?" Aulia mendesah panjang. 

"Bentar  aja deh aku ceritain, ditegur pak Haris bisa berabe dapat nilai C langsung. Aku tidak mau ngulang semester pendek bayar lagi." 

Aulia sangat berhati-hati dengan nilainya peraturan dikampusnya ketika mahasiswa mendapatkan nilai C maka wajib ikut semester pendek dan membayar lagi sesuai peraturan.  Biayanya permata kuliah sebesat 150 ribu mungkin bagi teman-temannya tidak masalah dan dianggap mudah tapi tidak dengan Aulia. Uang segitu sudah bisa menghidupinya sebulan membeli beras  dan juga untuk keperluan lainnya misalnya membelikan peralatan sekolah Arumi.

"Oh oke. Jangan lupa kamu utang penjelasan ke aku." 

"Hmm," gumam Aulia lagi memerhatikan pak Haris menjelaskan dengan serius. 

"Baiklah saya tutup kelas ini dengan tugas makalah. Silakan pilih kelompok kalian cukup 3 orang saja." 

Aulia menatap ke dua temannya itu, memberikan isyarat agar mereka satu kelompok dan mendapatkan feedback baik. 

"Keadaan bundamu gimana, sudah ada perkembangan?" 

Hana menggelengkan kepalanya, bukannya membaik semua semakin kacau membuatnya sedih lagi.

"Kankernya sudah menyerang beberapa  sel pembuluh darah. Sudah masuk kenker stadium 4 dan harus menjalankan kemoterapi berat. Widya, Faris." 

Kedua sahabatnya itu saling melempar pandangan ikut iba mendengar kabar itu. Mereka berdua juga belum bisa membantu Aulia masalah biaya karena mereka sendiri masih menjadi beban orang tua. Uang kuliah mereka saja sekitar 2 juta cukup berat. 

"Maaf kan aku, karena belum bisa membantu lebih untuk Tante." 

Faris menunduk lesu merasa tak berdaya ke Aulia, mereka masih memiliki hubungan keluarga jauh sebab itulah hanya Faris satu-satunya laki-laki yang dekat dengannya. Selama ini Aulia selalu membatasi interaksi dengan laki-laki manapun tak jarang berinteraksi hanya karena formalitas saja berinteraksi terlalu jauh tentu saja aulia menghindari itu.

"Akupun sama. Selain membantu menjaga ibumu tidak ada lagi yang bisa kulakuan. Jasa kalian sangat banyak padaku tapi aku bisa apa."

Aulia terenyuh mendengar penuturan sahabatnya itu. Ia tidak meminta balasan sama sekali atas apa yang sudah dilakukannya. Sejak dulu Marwah mengajarkan ke-2 putrinya ketika memberikan bantuan ke orang lain jangan pernah mengharapkan balasan kembali bundanya selalu percaya kebaikan itu akan akan kembali lagi ke dirinya kelak dengan orang beda ketika kita ikhlas, dan juga tidak semua orang mampu membalasnya bisa jadi mereka meringankan lisan dan bibirnya mendoakan hal-hal yang baik untuk kita. Tidak ada perbuatan baik yang sia-sia. 

"Kalian jangan seperti ini, tanpa kalian menjelaskan aku tahu kok," lanjut Aulia lagi seraya tersenyum. Ia sudah tau bagaimana kondisi keuangan keduanya. 

"Terus kamu belum menjelaskan mengapa hampir telat," ucap Faris belum melupakan kejadian pagi ini. 

Aulia kembali lagi mencebikkan bibirnya mengingat kejadian baru saja terjadi.  "Pagi ini aku ketemu laki-laki yang entah dari mana asalnya menahanku, lalu bertanya sudah semester  berapa dan kelas apa." 

"Kenapa mendadak kesal begitu? Bukannya itu hanya pertayaan  biasa." 

Dwidya heran dengan kebiasaan yang  tidak pernah hilang darinya selalu saja menganggap pertanyaan dianggap serius dan berpikiran negatif tentang laki-laki diluaran sana. 

"Tidak semua laki-laki itu sama loh. Lagian apa salahnya sih kalau bertanya begitu apalagi  seputaran hal-hal menyangkut perkuliahan." 

Faris mengangguk setuju membenarkan perkataan Widya, sepupunya itu terlalu banyak memikirkan hal-hal aneh karena traumanya itu. 

Hana menatap temannya itu malas lalu mengambil tasnya bergegas meninggalkan mereka, ia paling kesal kalau membahas perihal laki-laki apalagi seolah-olah menyudutkannya karena membatasi dirinya akibat trauma yang dialaminya. 

"Tuhkan kebiasaan banget deh. Masih bicara juga sudah ditinggal aja!" dengus Widya memprotes sikap Hana. "Padahal aku juga mau kerja, minimal berangkat barenglah." 

 ***

Hana memakai maskernya tak lupa kaca mata, lalu meneruskan langkahnya, sebelum pulang akan mengumpulkan absen yang ketinggalan di dalam kelasnya pasti ketua kelasnya itu lupa mengembalikan. Tatapannya tiba-tiba mengarah ke lantai satu di mana perempuan di sana sangat berisik. Matanya menangkap beberapa temannya sedang asik bercanda ria dengan beberapa laki-laki namun kembali cuek. Itu bukan urusannya dan tidak tertarik. Ia memasuki ruang kantor itu lalu meletakkan absen di meja seperti biasa.. 

Langkahnya tiba-tiba saja dihadang oleh laki-laki yang memanggilnya tadi. Matanya turun ke tangannya yang sedang membawa proyektor.  Ia lalu memundurkan diri memberikan jarak antaranya. 

"Kita ketemu lagi," ucapnya dengan senyuman. Aulia menatap tajam kearahnya. 

"Pertanyaanku pagi ini belum kamu jawab loh," tuturnya, garis bibirnya terangkat sempurna.

Aulia hanya diam saja tidak merespon sama sekali, ia lalu mengayunkan kakinya ke samping. Namun, laki-laki itu kembali lagi menghadang langkahnya.

"Minggir! Jalannya masih luas, jangan menghalangi saya."

"Aku akan membiarkanmu pergi kalau sudah jawab pertanyaanku." 

Ingin rasanya Aulia menonjok muka laki-laki itu andainya saja sedang tidak ada diarea kampus. Namun, ia harus tetap sabar jika tak ingin menjadi topik hangat dan juga yang ada dalam pikirannya itu pengobatan ibunya tentu saja tidak ingin berbuat masalah yang dapat merugikan mereka.

"Kelas B, semaster 2. Sudah kan jadi biarkan saya lewat!" 

Laki-laki menyampingkan badannya memberikan jalan untuk Aulia.  Ia pun bersyukur bisa lolos darinya. 

"Cantik, kapan-kapan kita ketemu lagi!" 

Aulia menghentikan langkahnya sejenak mendesah gusar, dalam hatinya terus saja berdoa semoga apa yang diucapkannya tidak kejadian. 

 ***

Aulia duduk menghempaskan tubuhnya di samping widya duduk di kasir, melayani pelanggan ingin membayar.  Dirinya sangat lelah mulai siang tadi hingga sore tak berhenti-hentinya melayani.  Baru saja duduk ada yang datang mau tak mau pun bengkit dari kursinya dengan lemas namun saat tetap tersenyum saat mencatat pesanan.

"Kamu kerja di sini?"

Aulia menatap geram kearah laki-laki itu, seakan-akan mengikutinya.  Seharian ini sudah kali ke tiga berjumpa dengannya.

"Pesanannya!" tekan Aulia mengingatkan. 

"Oh, iya lupa. Sudah  berapa lama kerja?" Aulia meremas bolpointnya itu tak suka." 

"Kalau tidak mau memesan, saya pergi dulu."

"Eh, bentar. Kami ke sini untuk makan." 

Aulia melemparkan tatapan tajamnya, geram. Ia lalu meletakkan buku menu itu dengan kasar.

"Risotto, chiken steak, ada lada hitam, terus juz mangga."

 

Aulia mencatat pesanan itu, lalu meninggalkan kursi dengan wajah ditekuk.  Ia memasuki tempat pesanan dengan wajah ditekuk. Andai saja bisa tukaran tempat dengan Widya maka akan . Melayani laki-laki yang pura-pura sok dekat itu semakin memperburuk suada hatinya. 

Tin!

Pesan notif dari ponselnya secapat kilat menyambarnya dan membaca pesan itu. Ia mematung membaca pesan itu. Air matanya perlahan menetes.  Ingin rasanya saat itu pulang namun dia bisa apa. Kalau kali ini kembali meminta izin maka gajinya pun akan dipotong lagi.

"Aulia, ini pesanannya." Aulia tersadar, secepat kilat menghapus air matanya membalas pesan itu. 

Ia lalu mengambil makanan itu membawanya dengan perasaan kacau bahkan beberapa kali pikirannya kosong. Kakinya terkilir jatuh ke tempat duduk jus pesanan  tumpah di kemejanya. 

Aulia tersadar pun segera bangkit dan memohon maaf. Ia meringis, ia tahu harga kemeja yang digunakan harga 5 juta.  Dalam pikirannya bagaimana kalau laki-laki itu meminta rugi. 

"Aulia, pulanglah ibumu kembali lagi masuk ke Icu bahkan kali ini dokter memanggilmu ke rumah sakit." Widya datang menghampirinya menyuruh  pulang segera.

"T–tapi aku gak bisa pulang. Bagaimana aku bisa mengumpulkan uang untuk biaya rumah sakit ibu."

"Kamu masih memikirkan  biaya itu? Bagaimana jika hari ini ibumu meninggal," serkas Widya membuatnya mematung. 

"Aku juga ingin pulang. Tapi—" 

"Aku yang akan mengurus ke kacuan ini. Kamu bisa pulang temui ibumu." 

Terdiam sejenak, perkataan widya seakan menusuk relung hatinya bagaimana jika hari ini ibunya benar meninggalkan mereka. Ia lalu mengangguk melepaskan celemeknya memberikan ke Widya. Setelah itu meminta maaf ke laki-laki itu.

"Maaf atas ketidak becusan saya dalam bekerja, tolong jangan meminta saya untuk mengganti rugi kemeja Anda." 

Laki-laki hanya mengangguk saja sedikit senyum, menatap Aulia yang bergegas meninggalkan restoran itu. 

"Loh, kak Alex," sapa Widya kaget, ia lalu menatap bajunya sedikit senyuman. Baru kali ini Aulia membuat kesalahan saat bekerja. 

"Maafkan teman saya Kak." Alex mengangguk saja lalu meletakkan uang itu di meja.  Beranjak keluar. 

 ***

Aulia berdiam diri diatas motornya dengan tatapan kosong, air matanya terus saja mengalir membasahi pipinya itu.  Ia berusaha menenangkan pikiran dan dirinya agar bisa membawa kendaraan pulang, namun tetap saja sia-sia. Air matanya tak bisa berhenti saat itu juga. 

"Ayo aku antar!" Aulia menoleh mendapati lagi-lagi laki-laki itu. Meskipun dalam situasi darurat begini masih tak ingin merepotkan. Selain  itu mereka tidak saling mengenal satu-sama lain.

"Aku tidak akan macam-macam sama kamu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   Penyebab Trauma

    Dua belas tahun lalu seorang gadis kecil menangis dipojok kamar menyaksikan berdebatan antara ke dua orang tuanya, di mana sang ibu sedang hamil dan sbentar lagi akan melahirkan. Ia ketakutakn meringkuk memegang lututnya ketakutan memyaksikan pertengkaran yang sedang terjadi di depan matanya. Umurnya yang menginjak 7 tahun itu harus meliat bagaimana ibunya di pukul dan ditampar hingga dibentak oleh Ayahnya. “Dasar kau istri tidak berguna! Harusnya saat aku pulang kerja kau menyambutku dengan baik, tapi apa kau malah bertanya tentang perempuan yang jalan denganku. Bahkan memasak pun kau tak kerjakan!”“Harusnya kau sadar! Kau sudah tidak menjalankan tugasmu sebagai sorang suami, bahkan memberikan uang untuk membeli beras saja kau tak berikan! Beberapa temanku yang suaminya kerja denganmu sudah belanja bulanan. Sedangkn kau sendiri tidak memberikan sepersen pun padaku! Selain itu aku hanya bertanya baik-baik tentang wanita itu, mas. Tapi reaksimu berlebihan.”Plak! Satu tampara

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   menolak

    Alex menatap kdua perempuan itu bergantian sejak kapan merka bisa akrab seperti itu, aulia pun tak pernah cerita tentang Maudy. Ia tidak menyangka semua usahanya untuk membuat keduanya tidak saling mengenal dan tidak berkomunikasi gagal mereka bahkan sangat terlihat akrab dan terlihat dekat. Bahkan maudy terlihat pemilih dalam berteman dengan mudahnya akrab seakan mereka sudah saling mengenal lama.“Kalian sudah lama mengenal?” tanya alex pelan agar tidak menimbulka kecurigaan.0Maudy merangkul pundak Aulia senang. “Gak lama amat sih baru seminggu aja, itupun ketemunya waktu yang kurang berkesan ‘kan Aulia.”Aulia memaksakan senyumnya mendegar itu, memang benar. Ia menarik dirinya menjauh dari maudy risih diperhatikan seintens itu.“Wish asik ni, kalau begini, bisa tuh gabung dengan kami juga dong, kesempatan aku buat dekat dengan Aulia jalannya makin mulus aja,” seru Ahmad. Merasa memiliki kesempatan berdekatan dengan aulia.Tatapan melotot dilayangkan oleh Alex tak setuju tak i

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   Hampir ketahuan

    “Aulia,” panggil Maudy berulang kali karena perempuan itu diam melamun setelah menanyakan sudah lama atau kerja di sana.“Hah? Ya, ada apa kak?” “Aku bertanya loh kok malah begong sih, lagi mikirin apa?”“Ah, itu kakak motor aku sore ini bisa langsung diambil gak sih, soalnya penting bangat.” Kilahnya mencoba mengalihkan topik tak ingin terlalu jauh membahas tentang kejadian beberapa hari lalu saat mereka bertemu diapartemen tanpa sengaja dan harus berbohong.“Oh itu, aku akan mengabarinya kalau sudah dikampus. Palingan juga gak lama kalau hanya bannya bocor.”“Aku boleh minta nomornya kak? Kalau ke kesana sore ini gak akan susah lagi." Pinta aulia berusaha agar tidak terus menyusahkan Maudy ada rasa tak enak dalam dirinya terus merpotkan perempuan itu, selain itu dirinya juga tidak terbiasa menjadi pribadi yang indepent semuanya dilakukan sendiri.“Gak usah nanti aku yang hubungi dan kita ke sana barengan.” Aulia menggelengkan kepalannya menolak bantuan itu. “Aku aja yang ke san

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   Andai saja semuanya tidak seperti ini

    Menghela napas panjang menatap kepergian Aurel kembali menertralkan detak jantungnya yang kembas kempis berdetak cepat karena menahan emosi tak ada maskud untuk menyinggung ibunya tapi apa yang dilakukannya sudah keterlaluan. Netranya memerhatikan Aulia sibuk membersihkan tumpahan teh itu, ia meraih tangannya menatap luka yang kena air panas tersebut.“Harusnya kamu obati dulu lakamu, kalau terus dibiarkan akan semkin parah.”Aulia menarik tangannya menjauh lalu melanjutkan membersihkan meja tersebut. Alex tak tahan karena Aulia mengabaikan luka tersebut menyetaknya menuju kamar menyururhnya untuk duduk. “Kalau ada luka seperti ini harusnya langsung kamu obati jangan dibiarkan begitu saja, gak baik.”Aulia diam menunduk saja tidak memberikan respon apapun. Sejak kepergian mertuanya itu terus saja bungkam membuat Alex mengeryitkan kening saat pulang pantai dia baik-baik saja.“Ada apa sejak tadi kok kamu diam saja sih?” tanya alex merasa ada yang aneh dengan perempuan itu.Tida

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   senyuman manis Aulia

    Aulia menyipratkan air alut ke arah Alex dengan tawa bahagia seakan masalah antara meraka sudah tiada lagi dengan segaja, senyum dibibirnya pun ikut tersinggung. Beberapa kali Alex terpesona dengan senyumnya yang manis, bahkan dibuat terpana dengan lesung pipi yang dimilikinya. “Kak Alex kok melamun aja sih” tegur Amlia mendorong laki-laki itu mendekat ke arah aulia.Alex terus memerhatikan Aulia menatap penuh kagum dan sorot mata lembut ke arahnya, ia terus dibuat terpoesona senyuman masnis peremuan itu, senyuman yang jarang sekali diliat menyadari ternyata perempuan itu selain memiliki gigi yang rapi juga memiliki lesung pipi di bawah bibirnya dengan bentuk titik. Bibrinya pun ikut terangkat menyaksikan senyum manis itu berharap akan selalu terbit. Perempuan itu sangat bahagia saat bermain dipantai karena seja kecil orang tuanya selalu membawanya ke pantai. Alex berharap bisa terus melihat senyuman indah itu.“Cantik,” puji Alex lalu menyiramnya dengan air laut. Perempuan itu m

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   Hampir ketahuan

    Aku merindukan masa kecilku tertawa tanpa beban, semakin deawasa dunia menujukkan kekejamannya, saat aku mencoba untuk mencari makna atas apa yang terjadi semakin hatiku dibuat risau semua begitu abu-abu tak mengerti sama sekali”Arumi*****mingu pagi Arumi, marwah, dan alex memutuskan untuk berlibur jalan-jalan ke salah satu tempat wisata di Makassar yaitu pantai akkarena mereka memutuskan untuk pergi lebih awal karena jarak antara apartemen mereka cukup jauh memakan cukup lama, walupun pantai akkarena sangat terkenal dengan pemandangan matahari terbenamnya tapi ingin menikmati keindahan pantai berpasir hitam tersebut sejak kecil Arumi dan Aulia sangat menyukai pantai dan juga langit mereka akan menghbisakan waktu seharian bermain di diata spasir seraya menikmati pemandan dan jajanan di sana.“is, kok mereka lama bangat sih,” gumam arumi menggerutu berdiri di depan mobil Alex cukup lama. “Andaikan saja aku tau kalau akan menunggu lama begini lebih baik aku minta kunci mobil

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   kamu salah Alex

    Aulia memasuki apartemen mereka membwa barang belaja bulanannya sekilas melirik ke arah Arumi cemberut memayungkan bibirnya kesal. Menaikkan alisnya sebelah bertanya-tanya apa yang sudah terjadi namun tak mau ambil pusing mengayunkan kaki menuju dapur."Kak Aulia," teriak Arumi mengelegar membuatnya menghela napas panjang. Ia keluar, matanya melotot mendapatkan Alex menutup mulut Arumi. Ia melangkah mendekat dan menepis jari-jarinya melepaskan tangannya "Apa yang kau lakukan pada adikku! Mau membunuhnya?" Arumi mengangguk setuju dengan prrnyataan itu. Semakin memanas-manasinya memprovikasi yang terjadi. "Mana mungkin aku mau membunuh adikku iparku sendiri. Kakaknya segalak singa lapar. Sama halnya aku mencari mati." Arumi menahan tawa mendengar senyum tipis mulai terbit di bibir perempuan itu."Kak Alex mengancamku kalau membocorkan selesai di telpon seorang perempuan."Alex melototkan matanya tak percaya berani mengadu sudah mengingatkannya untuk tidak memberitahukan masalah

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   jandikan tombak luka dan trauma menutup mulut merendahkan kita

    "Jangan menyesali apa yang terjadi dengan jalan hidupmu apalagi itu tentang keluarga broken home tapi jadikan tombak menuju suksessmu membungkam semua mulut merendahkanmu.Alex¤¤¤"Hai berhenti jangan mengatakan itu, kalau kamu membenci semua hal pada padamu baik itu hidupmu, dirimu dan takdirmu maka akan membuatmu hancur," Alex mencoba menyadarkan Aulia yang terus saja bergumam putus asa. "Kamu tidak akan tau bagaiamana jadi aku Alex!" tukas Aulia menatap nanar laki-laki itu "Aku memang tidak tau apapun tentang kamu Aulia tapi, bahkan aku tidak akan pernah tau bagaimana masa lalumu itu, tapi yakinlah dibalik ujianmu ini ada kebahagiaan yang menantimu jangan jadikan masa lalumu sebagai penghambat masa depanmu."Aulia tertawa mengejek. "Masa depan? Bahkan kau saja sudah menghancurkannya sekarang. Apalagi yang aku punya sekarang!" sahutnya lagi mengingat pernikahan paslu ini. Alex terdiam tak lagi bisa berkomentar, sudah berusaha untuk menghibur dan menyemangatinya tapi lagi-lagi

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   Hadirmu hanya memberikan luka!

    "Aulia sudah semester berapa?" tanya Amelia, ia menghentikan kunyuhannya dengan antusias menjawab pertanyaan itu."Alhamdulillah udah mau masuk semester 3 kak.""Loh masih maba yah, aku kira tadi udah semester 4 loh kita setingakat." Maudy tertawa kecil sudah salah menilai tentang perempuan itu."Masuk organisasi apa? Kalau ada sosialisasi bisa barengan." Aulia terdiam sejenak menggaruk pipinya tak gatal karena tidak mengambil organisasi apapun bukan karena tidak ingin masuk tapi dulu sibuk bekerja sampai tak ada waktu mengurus hal tersebut hanya fokus ke kerjaan dan keluarganya saja."Ah, itu kak. Aku gak ambil organisasi apapun," jawab Aulia canggung. "Kenapa? Masuk organisasi itu bagus loh." "Aku sibuk kerja kak sampai tak ada waktu mengurusnya." "Oh, gitu. Kamu kerja sambil kuliah buat bayar uang kuliahmu?" Aulia mengangguk tanpa ragu tersenyum canggung. "Bagus dong masih muda sudah punya pengalaman kerja. Andainya aku juga bisa kuliah sambil kerja bisa merasakan bahagianya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status