Manusia diuji Allah SWT dari segi manapun, jika tidak rizki ya kesehatan, bisa anak, orang tua ataupun suami seperti yang terjadi pada Shafira. Untuk saat ini dia diuji dari keuangan dan suami.Shafira ikhlas menjalani semua takdir dari Allah SWT. Mungkin ini semua sudah digariskan untuknya, mengalah dari sikap Satria.Setiap hari, setiap malam, Shafira terus berdoa, "lunakkan hati suamiku yang keras seperti batu ya Allah, semoga dia berubah dan kembali seperti Satria-ku yang dulu."Dan kali ini sepertinya Allah SWT menjawab Doa yang selama ini Shafira panjatkan.Malam ini, Satria dan Shafira sedang duduk berdua di pelataran rumah mereka. Angin malam menambah hawa dingin yang menyeruak masuk ke tubuh masing masing. Hal itu membuat Shafira memutuskan untuk masuk ke dalam rumah."Aku mau masuk dulu mas," ucap Shafira sambil berdiri hendak pergi."Shaf, bagaimana jika kita pergi ke suatu tempat untuk merayakan anniversary kita?"Degh."Kamu ingat hari anniversary kita, Mas?" tanya Shafir
Satria bersama keluarga menginap selama tiga hari di kebun teh Bogor. Sengaja menyewa satu cottage yang disediakan pihak perkebunan sebagai daya tarik wisatawan untuk beristirahat.Selain murah dan menarik, cottage yang dipilih Satria letaknya cukup strategis, sehingga sangat cocok untuk duduk bersantai menikmati indahnya perkebunan teh di sore hari.Fasilitas Cottage yaitu tiga kamar tidur lengkap dengan kamar mandi di dalamnya. Ada dapur, ruang makan dan satu ruang santai. Semua sudah ada di dalam cottage, termasuk perlengkapan makan, mandi dan sholat serta printilan lainnya, kita tinggal menempati saja.Anak anak sangat bahagia, begitu juga Aini, Satria dan Shafira. Mereka menikmati hawa sejuk cenderung dingin di sore hari sambil menikmati pemandangan kebun teh.Slurp."Em, teh disini sangat enak, ya? baunya juga harum khas teh melati," ucap Shafira yang dijawab anggukan kepala oleh Aini dan Satria.Hari itu cuaca mendung, Zico duduk di kursi rotan di sebuah gazebo sebelah cottage m
"Dasar gila?!" umpat Shafira membaca pesan dari Thika.Satria berinisiatif melihat pesan tersebut."Apa apaan ini. Jangan percaya Thika, Shaf."Aini juga tak kalah heboh, ikutan melihat ponsel Shafira."Ayo kita pulang, Satria, akan aku beri pelajaran itu si Thika. Kok aku jadi kesal sekali."Aini berhasil terprovokasi dan meminta Satria untuk pulang padahal Shafira sendiri berusaha memendam amarahnya. Tiba tiba ,...Tok, tok, tok.Pintu diketuk dari luar. Satria segera mengecek siapa yang datang.Ceklek."Kamu?!"15 menit sebelumnya.Zico berjalan mendekati cottage perkebunan teh tempat Shafira tinggal. Dia mengetuk pintu dengan hati berdebar, tidak sabar untuk memberitahukan kabar yang baru saja ia dapatkan kepada sahabatnya itu. Satria membuka pintu dan terkejut melihat Zico datang tanpa pemberitahuan."Kamu?" tanya Satria."Zico? Ada apa kamu datang ke sini? Apakah ada masalah?" tanya Shafira yang kepalanya muncul di belakang Satria."Shafira, kamu perlu tahu sesuatu. Aku menemuka
"Camkan perkataanku?!" ucap Aini melangkahkan kaki pergi meninggalkan Thika dalam keterpurukan.Thika sungguh merasakan sakit yang hebat. Tak hanya badannya tapi juga hatinya.Dengan tangan bergetar, Thika mengirim pesan pada Satria."Mas, apa apaan ini? Kenapa kamu menyuruh ibumu untuk datang kesini? Aku memintamu untuk datang tapi kenapa malah wanita cerewet itu yang datang. Jika kamu benar benar berniat menolong, kamu seharusnya bertanggung jawab penuh mas hingga masalahku selesai. Aku kecewa padamu, Mas."Satria membuka pesan dari nomor asing. Pesan dibaca Satria berkali kali, mencoba mencerna semua kalimat di dalam pesan dari nomor asing yang tak lain WA dari Thika. Bagi Satria, janji kepada istrinya adalah hal yang paling penting untuk ditepati.Satria segera membalas pesan dari Thika."Maaf Thika, aku sudah berusaha menolongmu jadi sekarang aku sudah gugur dalam semua janji. Terima kenyataan dan hiduplah bahagia dengan lelaki yang mencintaimu di masa depan. Terima kasih untuk s
"Maaf, mas!" lirih Shafira mulai terisak."Maaf, jika diriku belum bisa mengikuti semua keinginanmu," imbuh Safira memulai pembicaraan pada Satria, suaminya.Nyatanya hati Safira masih belum bisa menerima keinginan sang suami yang ingin menikahi wanita di masa lalunya."Shaf, bukankah aku sudah memberitahukan semua kebenarannya?"Satria memandang sayu wanita yang berstatus istrinya itu.Ya memang benar, Satria telah menceritakan semua kejadian yang menimpa wanita bernama Tika yang tak lain adalah mantan kekasih Satria.Tika datang di tengah kebahagiaan rumah tangga Satria dan Safira."Maaf, mas. Maaf.""Hiks.""Hiks."Safira berlari ingin pergi jauh dari rumah ini jika dia mampu. Sayang sekali, kehamilan yang berusia sembilan bulan dan tinggal menunggu hari kelahiran itu membuat Shafira mengurungkan niatnya.Satria berlari mengejar Shafira yang kini berlari menuju ke taman belakang rumah tempat di mana Shafira sering berdiam diri, mendinginkan pikiran dari beban masalah yang menimpany
"Chat dari siapa mas?" tanya Shafira penasaran dengan sikap sang suami. Satria tak menanggapi, dia masih terus senyam senyum sendiri menatap layar pada benda pipih yang di pegang. "Mas Satria?" bentak Shafira membuat Satria kaget. "Ada apa?" Shafira menggeleng, merasa heran karena Satria tak pernah mengabaikannya. "Ah ini ma, dari teman lama. Aku tanya siapa dia dan sudah di balas kok. Dia dapat nomorku mungkin dari grup Smp." "Siapa?" "Dari Thika." Shafira merasa asing dengan nama wanita yang dilontarkan Satria. Selama ini Satria selalu menceritakan tentang siapa klien dan teman lamanya. Baru kali ini Satria mengatakan nama "Thika" membuatnya penasaran, teman lama seperti apa seorang Thika bagi Satria. "Siapa Thika mas?" "Thika itu teman lamaku ma. Dia menghubungiku karena ada masalah dan memintaku memberikan solusi." Satria menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Jari lentiknya dengan lihai terus menekan nekan layar gawainya. "Oh begitu." Shafira ha
"Brukh."Tiba tiba ada seorang wanita cantik memeluk tubuh Satria dengan air mata membasahi pipi mulusnya. Bukan memeluk, lebih tepatnya menabrakkan diri pada dada bidang Satria.Satria hanya diam terpaku melihat sikap wanita cantik yang tak lain adalah mantan kekasihnya selama delapan tahun itu.Alih alih menolak pelukan karena mereka bukan muhrim, Satria malah mengelus pundak si wanita, sesekali menepuk nepuk punggungnya."Menangislah sepuasnya jika itu bisa meringankan beban hidupmu Thika," lirih Satria.Suara merdu dan sikap welcome dari Satria membuat Thika semakin mengeratkan pelukan dan menangis sepuasnya."Hiks.""Hiks.""Maaf. Maafkan aku Mas, aku sungguh bingung harus mengadu kemana lagi dan kepada siapa? hiks, hiks."Thika menangis sesenggukan di pelukan Satria.Semua sahabatnya ikut menangis haru melihat apa yang kini terjadi di depan mata.Sahabat Satria terdiri dari sembilan laki laki dan mereka di dampingi istrinya masing masing. Sedangkan Satria sengaja datang sendiria
Desahan yang begitu keras dan sepertinya aku tak asing dengan suara si lelaki membuatku tak tahan lagi dan membuka pintu kamar anakku."Angel!?"Aku sungguh syok melihat apa yang terjadi saat ini."Dan kamu!?"Lebih syok lagi saat mataku bersirobok dengan lelaki yang baru saja menoleh padaku.Ya, Anakku bergumul dengan lelaki yang kukenal.Akhtar dan Angel sungguh terkejut melihatku."Kalian!?"Aku mundur selangkah dan menabrak pintu kamar. Rasanya sangat sakit melihat orang yang aku cintai melakukan hubungan terlarang dengan wanita lain. Dan wanita itu tak lain adalah anakku sendiri, Angel. Sungguh aku tak percaya dan tak pernah membayangkan jika Akhtar tega melakukan hal ini."Cepat pakai baju kalian!""Ayo kita bicara di ruang tamu!?" ucapku bergetar.Hampir sepuluh menit mereka baru keluar kamar dan duduk berjajar di sofa panjang."Sudah berapa kali kalian melakukannya?" tanyaku memandang nanar Angel.Aku pikir anakku itu akan takut kepadaku namun nyatanya tidak sna sekali."Tiga