Share

Pervert Boss becomes Husband
Pervert Boss becomes Husband
Penulis: Himesama

Kau dengannya

Helen terduduk di sofa ruang tengah dengan perasaan gugup yang tidak bisa di ungkap dengan kata-kata, seminggu sudah sejak dia pergi mengurus pekerjaan di luar kota, malam ini suaminya akan pulang. 

Helen menengadahkan kepalanya melirik jam dinding, "Sudah hampir jam 2 pagi, kenapa Davin belum juga sampai dirumah," resahnya dalam hati, selalu saja begitu. 

Tak lama terdengar suara mobil datang, dengan perasaan senang Helen beranjak dan berjalan menghampiri pintu untuk menyambut kepulangan suaminya. 

Piyama dress dengan renda yang sangat indah membalut tubuhnya, belum rambut yang tergerai juga bau parfum mempercantik dirinya. Sekali saja, Helen ingin Davin memperhatikannya. 

Dengan cepat Helen membuka pintu seraya memanggil nama suaminya dengan semangat, "Davin?" seketika raut wajahnya berubah, sayang sekali disana ternyata bukan suaminya-Davin, melainkan Asistennya-Yona.

Yona berdiri di hadapan Helen dengan sangat gugup, tampak ada sesuatu sungkan yang ingin dia katakan, "Nyonya ... T-tuan-" ucapnya terbata lalu terhenti. 

Helen menghela napas kasar, "Asisten Yona, aku sudah tahu, terima kasih sudah dan maaf merepotkanmu," ucap Helen kecewa. Setelah itu Asisten Yona pamit pergi, Helen menutup pintu dan pergi ke kamarnya. 

Sesampainya ia membenamkan tubuhnya diantara bantal dan selimut tebal, kedua tangannya mendekat di dada. Dia menggertakkan giginya menahan berontak air matanya. 

Ada apa dengan hatinya? Resah? Gelisah? Bukankah dia memang selalu seperti itu, tapi mengapa perasaan berharap itu masih ada? 

Satu tahun sudah berlalu semenjak dia menyandang status istri dari seorang pria yang tak lain adalah sahabatnya sendiri, selama itu juga, diabaikan dan dicampakkan sudah menjadi makanan sehari-hari Helena. Dia tidak tahu mengapa. 

Hari berganti, sampai saat ini Helen masih mengemban pendidikannya di salah satu Universitas di Kota tersebut. Sedangkan Davin sudah bekerja di salah satu perusahaan dan menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan bernama Linkai. 

Pagi itu Helen tengah bersiap diri untuk pergi ke kampus, ia dikejutkan oleh ketukan pintu kamarnya, "Nona supir sudah menunggu anda di bawah," ucap bibi mengingatkan.

Helen bersiap dengan tergesa, "Baik Bi, sebentar lagi," balas Helen sembari memasukkan keperluannya ke dalam tas.

Helen tak pandai merias diri, berpenampilan feminim pun nyaris tidak pernah karna menurutnya itu sangat merepotkan. Lain lagi dengan sahabatnya Annie, dia feminim dan cantik. Pantas berdiri di sisi Davin sebagai sekretarisnya. 

Derap langkah kaki tergesa mulai terdengar menuruni anak tangga, bibi yang mendengar hal itu lantas mengambil bekal makan siang yang sudah ia buatkan dan bergegas menyusul Helen. 

"Nona, ini bekal anda," ucap bibi memberikan sebuah kotak makan siang pada Helen, perhatian bibi layaknya seorang ibu membuat Helen senang dan menerima bekal yang sudah dibuatkannya dengan senang hati.

"Terima kasih, kalau begitu aku pergi dulu. Sampai jumpa," ucap Helen sembari melangkah pergi.

Didepan sana sudah terparkir mobil khusus yang disiapkan Davin untuk Helen gunakan, namun saat itu Helen sedang tidak ingin mengendarai mobil ataupun diantar oleh supir. Dia mengatakan bahwa dia akan pergi dengan transportasi umum hari itu.

"Tapi Nyonya ... T-tuan akan marah jika dia tahu," ucap supir.

"Jangan beritahu dia. Kalau begitu aku pegi dulu, sampai jumpa," ucap Helen pergi meninggalkan pak supir sambil melambaikan tangannya. 

Memangnya kenapa kalau dia marah? Apa dia berhak marah? Ingin sekali Helen mengajukan beberapa pertanyaan, sebuah pertanyaan yang siapa lagi yang tahu jawabannya selain Davin. Tapi Davin tidak pernah memberi Helen kesempatan dan selalu mencari alasan untuk menghindarinya.

Setibanya di halte, Helen malah kesulitan mendapatkan tumpangan, "Tch ... Kenapa Bis-nya belum juga datang? Aku bisa terlambat masuk kelas kalau begini," Ia menggerutu, dia sedikit menyesali keputusannya yang memilih pergi dengan transportasi umum. Dia pun memutuskan untuk jalan kaki sembari mencari tumpangan.

Beberapa saat kemudian. 

Nafasnya terengah, entah sudah berapa kilometer dia berjalan kaki namun tak kunjung mendapatkan tranport. Helen menghentikan langkahnya dan terduduk sebentar di kursi pinggir jalan. Dia mengambil botol minum didalam tas lalu meminumnya beberapa teguk. 

Dia kemudian melirik arloji-nya, "Gawat! Ini sudah terlambat, bagaimana ini---Hah?" gumamnya dalam hati, tak lama ia dikejutkan oleh sesuatu yang tak sengaja tertangkap oleh sepasang netranya, suatu abstrak masuk dan melukai hatinya begitu dalam. 

Sebuah mobil hitam melintas di hadapannya, dari kaca mobil yang dibuka Helen melihat suaminya tengah bercanda ria bersama seorang wanita yang tak lain adalah sahabatnya-Annie. Mengapa? 

Helen menundukkan kepalanya, tangan kiri yang memegang botol minuman menutupi wajahnya, menutupi wajahnya yang jelek karna menangis. Hatinya bertanya, mengapa mereka melakukan itu padanya? Adakah Helen berbuat salah pada mereka? 

Kini hatinya menjadi resah, beberapa pertanyaan baru mulai berdatangan dan saling berkecamuk didalam pikir Helen. Tangan dan kedua kaki yang tak hentinya gemetaran, tak lama dia memutuskan untuk pergi.

Tanpa arah, dia ingin pergi ke tempat yang tenang dan hanya ada dia seorang. Merenung. Namun belum Helen menemukan tempat itu, kepalanya terasa pusing dan ia tak sadarkan diri.

Beberapa jam kemudian Helen terbangun, dia membuka matanya perlahan dan dengan memegangi kepala yang terasa pusing dia pun beranjak duduk. Dilihatnya sebuah ruangan asing yang sangat luas nan megah, yang di hadapkan pada pemandangan indah diluar jendela sana.

"Kau sudah bangun?" Suara seseorang mengejutkannya, dengan cepat Helen memutar kepalanya ke arah suara tersebut. Disana dia mendapati seorang pria dewasa berpakaian rapi tengah duduk elegan di sofa salah satu sudut ruangan. 

"Ini Dimana? Siapa kau?" Tanyanya pada pria itu. 

"Rumahku, dan kau bisa memanggilku Ken," ucap Ken seraya berdiri dari posisinya, ia kemudian berjalan perlahan menuju jendela lalu duduk di tepi ranjang tidur didekat Helen.

"Kenapa aku bisa berada disini?" Tanya Helen.

"Heh! Pagi tadi kamu pingsan di depan mobilku di tengah jalan dan membuatku dituduh telah menabrak seseorang, untuk mempertanggung jawabkan apa yang tidak aku lakukan, aku pun membawamu pergi," balas Ken dengan nada acuh sedikit angkuh dan dingin. 

Helen sudah ingat, dia tersenyum canggung lalu berkata, "Terima kasih," ucap Helen canggung. 

Ken menghela napas kasar, "Ya ya. Hampir menjelang malam, aku akan minta seseorang untuk mengantarmu pulang," ucapnya lalu beranjak, Ken mulai melangkahkan kaki menuju pintu keluar, "Ingat! Jangan melakukan hal itu lagi. Merepotkan tahu! Gara-gara itu aku kehilangan proyek besar!" Omelnya sampai akhirnya keluar dari kamar. 

Helen menghela napas lega, dia kemudian menoleh menatap keluar jendela. Sebenarnya dia tidak ingin pulang, hanya saja dia ingin menanyakan kebenarannya pada Davin maupun Annie, tapi itu juga jika Davin pulang ke rumah.

Seorang pelayan datang dan memberitahu Helen bahwa seseorang yang akan mengantarnya pulang sudah menunggu di luar, Helen turun darij ranjang tidur dan pergi. Sayangnya dia tak bertemu pria itu lagi. 

Jika dilihat lebih teliti, itu bukan hanya sebuah rumah namun sudah seperti sebuah villa besar. Melihat sekeliling Villa yang ditumbuhi pepohonan memungkinkan Villa tersebut berada jauh dari perkotaan. Mungkin akan memakan banyak waktu untuk tiba di rumahnya. 

Sepanjang jalan Helen memandangi pepohonan yang rindang dengan lampu lampu yang sangat cantik, membuat hatinya sedikit merasa tenang. Sampai tidak terasa dia kemudian tertidur pulas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status