Share

Kotak misterius

Author: Rini Annisa
last update Huling Na-update: 2024-03-07 20:15:59

Tatkala masih asyik melamun, terdengar suara pintu dibuka. Seketika aku menoleh, Mas Lucky masuk dengan ekspresi lesu. Aku hanya mencibir melihatnya, pasti rasa kecewa itu masih bersarang di hatinya. 

"Kamu kenapa, Mas? Dari tadi mukanya nggak semangat gitu. Apa karena Maya nggak datang?" 

Mas Lucky menatap tajam, sepertinya perkataanku barusan membuatnya kikuk. "Kamu ngomong apa, kenapa Maya terus yang kamu tanyakan!" ucapnya ketus. 

"Mas suka Maya, kan? Jujur aja, Mas! Sebenarnya apa yang kamu sukai dari dirinya?" tanyaku sambil mendekat. 

Mas Lucky semakin salah tingkah, demi menutupi kebohongannya dia berpura-pura melihat ponsel. Aku pun terus menatapnya sambil bersedekap kedua tangan. 

"Kamu pasti mengirimkan chat sama Maya kan, Mas?" tanyaku lagi. 

Lama-lama Mas Lucky jengah karena terus aku tanya. Tanpa menjawabku dia malah mengalihkan pembicaraan. 

"Tadi kamu kenapa pake masker?" 

"Oh, itu tadi aku hanya nggak ingin kalian malu kalo tamu tau wajahku yang miskin ini," jawabku menyindirnya. 

"Kalo kami malu, kenapa Mama menyuruh kamu keluar untuk menemui tamu! Mama sampai kesal karena kamu nggak menghormati tamu." 

Aku diam saja, malas untuk berdebat lagian Mas Lucky juga tidak mau menjawab pertanyaanku tadi. Kemudian aku masuk kamar mandi untuk berwudhu. 

"Mas, kita sholat bareng yuk! Mas jadi imam dan Ayu makmumnya," ajakku setelah keluar dari kamar mandi. 

"Kamu duluan aja, Mas masih sibuk balas chat penting ini," jawab Mas Lucky tanpa melihatku. 

Huh, paling Maya yang dibilang penting itu. Soalnya saat aku lagi di kamar mandi ponsel Mas Lucky terus berdering. Tak mungkin klien menghubungi malam-malam, kecuali itu selingkuhannya sendiri. 

Sudahlah, aku sholat saja dulu. Saat sholat, aku malah tidak bisa khusyuk karena mendengar suara Mas Lucky begitu nyaring dengan tawanya yang cekikan. Entah mengobrol apa hingga begitu senang. 

Setelah salam tak kulihat Mas Lucky lagi, pasti keluar kamar. Selesai melipat mukena aku turun ke bawah memeriksa keadaan ibu. Namun, baru saja akan turun tangga terdengar panggilan Mama. 

"Ayu, kenapa tadi kamu pake masker dan berpura-pura flu hah!" ucap mertua dengan suara keras. 

Langkah berhenti demi menjawab interogasi mertua. "Ayu memang flu, Ma!" 

"Nggak usah bohong kamu! Bilang aja kamu takut ketahuan, kan!" ujarnya mencibir. 

"Apa maksud Mama?" tanyaku heran. 

"Alah bilang aja kalo kamu kenal dengan Terry. Soalnya Terry juga berkata kalo dia merasa nggak asing melihatmu." 

Wajahku membulat sempurna, jangan-jangan Terry tau siapa aku. Gawat kalo mertua sampai tau masa laluku, bisa-bisa rencana tidak berjalan mulus. 

"Mungkin dia salah orang, Ma! Mana mungkin wanita miskin seperti aku kenal dengan Nona kaya itu," alibiku mematahkan prasangka.

Mertua memutar bola malas, lalu mendengus pergi dan masuk kamar. Oops, syukurlah aman. Untung saja beliau tidak meneruskan, aku sudah tau sifatnya yang mudah dipengaruhi  lalu dengan memaksa akan membongkarnya dan menyakiti. Akan tetapi bila tak terbukti mertua akan diam dan berlalu. 

Menuju ke dapur, Bi Inem sibuk mencuci piring dan membersihkan meja makan. Sisa makanan yang tidak termakan sungguh mubazir. Saat Bi Inem akan membuangnya aku melarang. 

"Jangan dibuang, Bi!" pekikku sambil mencekal tangan Bi Inem. 

"Kenapa, Non? Makanan ini nggak termakan lagi besok," ucap Bi Inem heran. 

"Masukkan ke dalam rantang, Bi yang blom termakan. Sayang kalo dibuang, Ayu akan bagikan pada tetangga sebelah rumah," pintaku lalu Bi Inem mengambil rantang. 

Tetangga sebelah rumah dihuni seorang singel parent dengan anaknya yang sudah yatim. Aku mengenalnya saat jalan-jalan sekitar rumah. Itupun saat mertua lagi keluar jadi aku leluasa untuk bersilaturahmi dengan tetangga. 

Sambil menunggu Bi Inem menyiapkan rantangan, aku membuka pintu kamar ibu. Terlihat ibu sedang sholat, aku pun tidak mengganggu lalu keluar kembali. 

Jam menunjukkan pukul sembilan malam, diwaktu ini mertua yang sudah masuk kamar jarang keluar. Mungkin juga sudah tidur, aku bebas keluar rumah tanpa omelan. 

Sampai di gerbang satpam mengangguk saat aku menunjuk rantangan di tanganku. Satpam sudah hafal karena aku sering membagikan makanan pada tetangga. Dengan bersenandung kecil, aku masuk gang kecil dan menuju rumah Mbak Ratih. 

Terlihat anaknya sedang bermain di luar, aku pun menghampiri. "Assalamualaikum, Mbak Ratih!" panggilku. 

"Wa'alaikumussalam, eh Ayu! Mari masuk!" ajaknya menyambut. 

"Nggak usah Mbak, saya cuma ngantar lauk untuk Mbak," kataku menyodorkan rantang padanya. 

"Aduh, Yu! Mbak nggak enak selalu menerima makanan darimu," katanya segan sambil melirik tetangga sebelah yang lagi berkumpul. 

Mereka menatapku dan Mbak Ratih lalu berbisik-bisik. "Lihat tuh, enak benar ya si Ratih selalu dapat makanan orang kaya." 

"Iya, jadi keenakan dia! Palingan dia ngemis-ngemis, kalo nggak mana mungkin nona kaya itu mau nganter sendiri," timpal yang lain. 

Mbak Ratih yang mendengar dirinya dicela menunduk sedih. Jangankan Mbak Ratih, aku pun jadi geram. Kalo sudah begitu aku pasti teringat Ibu yang selalu dihina mertua. Orang-orang hanya bisa membicarakan keburukan tanpa melihat faktanya. 

Walaupun janda, Mbak Ratih tak pernah meminta-minta pada orang. Dari ceritanya aku tau kalo Mbak Ratih dengan sekuat tenaga bekerja mencari sesuap nasi untuk anaknya. Andai aku orang kaya, pasti sudah membawa Mbak Ratih kerja di rumahku. 

Tanpa pedulikan omongan orang, aku memaksa memberi rantang sambil menghibur. Dengan terpaksa Mbak Ratih menerima kemudian mengembalikan rantang padaku. 

Pulang dari rumah Mbak Ratih, saat akan keluar dari gang aku melihat mobil Mas Lucky lewat dan masuk gerbang. Dari mana Mas Lucky malam-malam begini, pantas saja tadi aku tak menemukannya rupanya dia keluar membawa mobil. 

Dengan berjalan mengendap-endap, menunggu Mas Lucky masuk ke dalam rumah. Setelah dekat mobil, aku melongok ke dalam jendela. Mataku terbelalak melihat ada sebuah kotak di dalamnya. Penasaran, lalu membuka pintu mobil tapi sial terkunci. 

Mungkin kotak itu yang menjadi penyebab Mas Lucky keluar tadi, aku harus tau apa isinya. Tapi, kalo minta kunci pada Mas Lucky tak mungkin dia akan memberi. Ah, aku ada ide ya seperti itu saja. 

Mas Lucky yang tidak tau aku keluar rumah, begitu dia dari ruang kerja melihatku sedang menonton TV. Tanpa menghiraukan aku Mas Lucky terus berjalan naik tangga. Aku pun memanggilnya untuk bergabung. 

"Mas nggak menonton TV?" tanyaku. 

"Nggak, Mas mau tidur udah ngantuk! Kamu nggak tidur?" tanyanya balik. 

"Ayu blom ngantuk, ya udah Mas dulu tidur sana!" ucapku lalu menoleh kembali ke TV. 

Lima menit, sepuluh menit hingga setengah jam sengaja aku menunggu agar Mas Lucky tertidur. Masuk ke kamar, aku pura-pura akan tidur dan mengetes Mas Lucky. Menggoyang tubuhnya tapi Mas Lucky tidak bangun juga. 

Segera aku sambar kunci mobil di meja dan menutup pintu kamar dengan pelan. Tiba di garasi, memasukkan kunci lalu pintu mobil terbuka gegas aku masuk ke dalam. Mengambil kotak coklat dan membukanya dengan berdebar. Lalu saat melihat isinya, aku terkejut dan mulut mendadak kelu. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Ekstra part (Tamat)

    Suara azan Subuh mengalun merdu, membangunkan tidurku yang lelap. Saat mataku terbuka kulihat Mas Adit masih tertidur di sampingku. Wajah tampannya begitu sempurna, alis tebal dan hidung mancung ditambah kulit yang bersih. Aku mengelus pipi dan mengecup keningnya. "Mas, bangun! Kita sholat Subuh berjamaah yuk!" bisik ku ditelinga suamiku. "Hum, sudah pagi, Yang?" ujarnya bergumam. Tanpa menunggu Mas Adit yang belum bangun, aku masuk ke kamar mandi duluan membersihkan diri sambil keramas. Saat mandi, aku tersenyum mengingat sebagai pengantin baru mulai ijab qobul, resepsi hingga malam pertama semua berseliwaran dimata. Keluar dari kamar mandi, Mas Adit sudah duduk di tepi ranjang dengan mata mengantuk. Aku terkekeh melihat wajahnya yang masih capek. "Mas, sudah sana mandi keburu siang!" ujarku sambil mengelap rambut yang basah. "Yang, sini peluk dong!" ucapnya manja sambil merentangkan tangannya. "Mandi dulu, Mas! Sholat bareng kita, baru deh peluk," jawabku tersenyum sambil mem

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Pernikahan bahagia

    Kasus persidangan Mas Lucky pun bergulir. Setelah memberi keterangan di kantor polisi, aku dan Mas Adit hadir di pengadilan sebagai saksi. Turut di temani Ibu dan Om Seno yang ingin melihat langsung jalannya persidangan. Selain kami, datang juga istri pria gembul itu dan juga rekan-rekannya. Menurut kabar pria gembul itu tidak akan diperkarakan. Tapi, orang tua Maya sudah menuntut balik atas perzinahan yang dilakukannya. Malangnya, istri pria gembul itu tidak percaya perbuatan mesum suaminya. Untuk membantu orang tua Maya, aku akan laporkan kepala HRD itu atas kasus korupsi penggelapan uang proyek. Pengacara yang sudah ku sewa juga turut hadir. Selain membantu orang tua Maya, aku ingin meringankan hukuman Mas Lucky. Bagaimanapun dia sudah menyesali perbuatannya dan berjanji akan merubah sikap dan hidupnya. Begitu hakim masuk, semua yang hadir berdiri memberi hormat. Seperti sidang yang sudah-sudah, kali ini prosesnya juga sama. Jaksa penuntut umum membacakan segala rentetan kejadia

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Dipenjara

    POV Author Saat masih dalam kamar mayat itulah, terbuka pintu dari luar. Kemudian terdengar suara keras bersamaan masuk beberapa pria berseragam. "Itu dia orangnya yang sudah membunuh, Pak!" ujar pria gembul itu menunjuk Lucky. Lucky dan kedua orang tua Maya terkejut dengan kedatangan polisi. Beberapa pria berseragam itu segera berlari mendekati Lucky dan menangkapnya, tanpa perlawanan dari pelaku. Tangan Lucky segera diborgol dan dibawa keluar. Ramai para pengunjung rumah sakit berkerumun ingin tau. Komandan polisi lalu bertanya pada orang tua Maya. "Anda siapanya korban?" tanya komandan polisi. "Kami orang tuanya, Pak!" "Berdasarkan saksi mata, kami menangkap pelaku. Jadi, saat interogasi dan sidang nanti kalian wajib datang untuk diminta keterangan!" jelas komandan polisi itu. Setelah menerangkan polisi itu keluar dengan pria gembul itu. Akan tetapi, orang tua Maya segera memanggilnya. "Tunggu!" Komandan polisi dan pria gembul itu berhenti dan menoleh. Bapak Maya maju untu

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Maya tewas

    "Apa kamu bilang?" Mas Lucky akan menaikkan tangannya ke atas, seperti ingin menampar lagi. Tiba-tiba sebuah tangan gembul menghentikan tangan Mas Lucky. "Cukup! Jangan sakiti wanitaku dan anakku!" hardiknya menepis tangan Mas Lucky. Kami semua menoleh ke arah pria itu dan terkejut. Dia kan kepala HRD di perusahaanku, juga pacar gelapnya Maya. Berani benar dia terang-terangan mengaku di hadapan semua orang kalo anak yang dikandung Maya itu anaknya. "Oh, jadi kamu yang sudah menghamili istriku! Dasar tua bangka!" hardik Mas Lucky meninju pria gembul itu hingga tersungkur. Dengan susah payah Maya berdiri dan menghalangi Mas Lucky memukul pacarnya. Namun, Mas Lucky sudah sangat marah hingga saat akan menyerang lagi Maya yang berada di depannya pun terkena pukulan kuat hingga terjatuh. "Aaaawww, aduh!" teriak Maya kesakitan sambil memegang perutnya. Darah merembes keluar mengalir ke kakinya. Kami lagi-lagi terkejut, pria gembul itu segera bangkit dan mendekati Maya. "Aduh, Om! Tolon

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Membuka kedok Maya

    "Tante nggak berhak melarang, awas aja kalo sampai Tante menyakiti Bi Inem, Ayu nggak tinggal diam!" ancamku. Tante Ratna tertawa. "Eh, perempuan miskin jangan belagu jadi orang. Mentang-mentang punya pacar kaya berani main ancam. Berkaca dulu, yang kaya itu pacarnya bukan kamu!" ledek Tante Ratna angkuh. Saat aku mau membalas lagi, Mas Adit mencegah. "Sudah, Yang! Kita pulang aja, nggak perlu memamerkan siapa diri kita. Ntar Tante Ratna akan tau juga." Kulihat Tante Ratna hanya mencibir. Mantan mertuaku itu masih dengan sikap sombongnya. Aku ada akal ingin memberinya kejutan, sambil celingukan ke dalam aku bertanya pada Bi Inem. "Bi, Maya kemana kok nggak nampak?" "Anu, Non Ayu! Maya kalo siang gini sering pergi keluar dan nggak mau berdiam di rumah katanya bosan," jawab Bi Inem sambil melirik majikannya yang mendelik. "Eh, Ayu! Untuk apa tanya-tanya Maya? Menantuku itu nggak seperti kamu, yang cuma ndekam di rumah. Maya keluar untuk menghibur diri biar gak bosenan," cetus Tant

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Ke rumah mantan suami

    Esoknya, pagi-pagi setelah sarapan Lik Slamet dan keluarganya mulai berkemas. Ibu masih menyuruh mereka untuk sarapan sebagai etika tuan rumah. Walaupun dengan perasaan malu, mereka tetap makan untuk mengganjal perut di jalan. Saat Bulik Marni dan Risa di kamar berkemas, Ibu memanggil Lik Slamet. "Slamet, ini Mbak ada sedikit pemberian untuk kamu. Ambil, gunakan untuk buka usaha." "Nggak usah, Mbak! Saya nggak enak menerimanya!" tolak Lik Slamet tidak enakan. "Sudah ambil aja, kalo akangmu masih hidup Mbak yakin pasti akan memberimu. Pemberian ini sebagai rasa syukur Mbak dan Ayu dengan kehidupan sekarang. Ambillah, ingat Ayu masih butuh kamu sebagai wali nikahnya nanti," ujar ibu sambil menyerahkan amplop berisi uang. "Terima kasih banyak, Mbak! Saya akan gunakan uang ini dengan baik," kata Lik Slamet terharu dan menyimpannya di saku baju. "Jangan tau Marni dan Risa, bungkusan yang ini baru beri pada istrimu. Semoga hidup kalian semakin bagus nanti." Lik Slamet mengangguk. "Aam

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status