Share

Barang berharga katanya

Author: Rini Annisa
last update Last Updated: 2024-03-07 20:27:53

Lima menit, sepuluh menit hingga setengah jam sengaja aku menunggu agar Mas Lucky tertidur. Masuk ke kamar, aku pura-pura akan tidur dan mengetes Mas Lucky. Menggoyang tubuhnya tapi Mas Lucky tidak bangun juga. 

Segera aku sambar kunci mobil di meja dan menutup pintu kamar dengan pelan. Tiba di garasi, memasukkan kunci lalu pintu mobil terbuka gegas aku masuk kedalam. Mengambil kotak coklat dan membukanya dengan berdebar. Lalu saat melihat isinya, aku terkejut dan mulut mendadak kelu. 

Kotak besar itu berisi pakaian seksi wanita, sebuah lingerie hitam. Begitu cantik dipadu celana dalam yang bolong sana sini. Aku bergidik melihat modelnya, bagaimana cara memakai bila semuanya bolong gini, gumamku heran. 

Untuk siapa Mas Lucky membeli ini, tidak mungkin kan untukku. Selama setahun menikah bahkan Mas Lucky tidak pernah membeli lingerie seksi. Palingan cuma daster yang murah karena katanya itu lebih cocok untukku. 

Mas Lucky pasti ingin memberikan ini pada Maya. Huh, semakin keterlaluan saja kamu Mas. Perhatian banget pada wanita lain tapi pada istri sendiri tidak. Awas kamu! Aku akan balas kalian berdua. 

Saat akan memasukkan lingerie ke dalam kotak, mataku terpaku pada kotak mungil di dalamnya. Apa ini? Dengan penasaran aku pun membukanya. 

Cahaya kemilau dari lingkar kecil itu menyilaukan mataku. Aku lebih terperanjat, ya aku melihat sebuah cincin berlian. Cincin itu aku ambil dan memasangkan ke jari manis. Pas! 

Aku pun mencoba menggoyangkan tangan, begitu cantiknya cincin ini di jariku. Sayangnya ini bukan untukku, tiba-tiba hatiku sedih. Sebagai istri Mas Lucky tidak pernah membelikan barang mahal, saat menikah hanya cincin emas biasa yang diberikannya. 

Tunggu, kalo aku tidak mendapatkannya maka Maya juga. Terlintas ide untuk mengambil cincin ini tanpa sepengetahuan Mas Lucky. Ya, aku lebih memilih cincin daripada lingerie. Karena aku lebih berhak daripada Maya. 

Dengan mengulum senyum, aku pun merapikan kembali seperti semula. Kemudian segera keluar dari mobil lalu menutup pintu dengan pelan. Masuk ke dalam rumah sudah tidak ada siapapun. Semua orang pasti sudah tidur termasuk Bi Inem. 

Sebelum masuk kamar, aku akan ke ruang kerja dulu untuk menghapus rekaman diriku yang menuju garasi. Untung saja pintu ruangan ini tak pernah dikunci karena Mas Lucky mengira aku bodoh dan tak tau apapun hingga dia merasa aman saja. 

Selesai dihapus tanpa meninggalkan jejak, aku masih duduk sebentar memikirkan di mana akan aku sembunyikan cincin berlian ini. Kalo disimpan kamar ibu maka ibu akan disiksa bila ketahuan. Tidak, aku harus cari tempat yang aman. 

Bagaimana kalo aku simpan di kamar Bi Inem saja. Mungkin dia akan menolak karena takut dipecat mertua. Akan tetapi, di kamarnya tempat yang paling aman. Semoga saja Bi Inem belum tidur. 

Dalam gelapnya ruangan, aku berjalan mengendap-endap ke kamar Bi Inem. Mengetuk pelan pintu lalu terdengar suaranya dari dalam. "Siapa?" 

"Ini aku Bi, Ayu!" jawabku pelan seperti berbisik. 

Pintu dibuka Bi Inem, gegas aku masuk dan menutup pintu. Mata Bu Inem yang sudah mengantuk mendadak bulat. "Non Ayu sedang apa?" tanyanya heran. 

"Sssttt, jangan kuat-kuat Bi!" kataku sambil meletakkan jari di bibir. 

"Ayu ingin minta tolong, Bi. Tolong simpan cincin berlian ini ya!" pintaku memohon. 

"Punya siapa, Non?" 

"Punya Ayu, Bi! Ini Ayu ambil dari mobil Mas Lucky." 

"Jangan, Non! Bibi takut entar Den Lucky dan Nyonya akan marah. Kalo dilaporkan ke polisi bagaimana, Bibi nggak mau dipenjara," tolak Bi Inem sambil menggeleng. 

"Tolonglah, Bi! Cuma di kamar Bibi yang aman. Mas Lucky nggak akan mencurigakan Bibi kan nggak mungkin Bibi bisa buka mobil," kataku menjelaskan sambil merayunya. 

Sekilas Bi Inem bergeming dan menatap cincin itu. Aku menangkupkan tangan tanda memohon. "Please, Bi! Apa Bibi nggak kasihan sama Ayu? Cincin ini akan Mas Lucky berikan pada Maya," isakku. 

Akhirnya Bi Inem mengangguk dan mencoba mencari tempat aman di kamarnya. Bi Inem lalu melongok ke kolong tempat tidur dan menggesernya. Bi Inem membuka sepetak keramik lalu terlihat sebuah tempat menyimpan barang. 

Aku terkejut melihatnya, ternyata di kamar Bi Inem ada tempat rahasia. "Ini Bibi temukan saat mulai kerja di sini, saat itu Bibi juga ingin menyimpan barang  kemudian menemukan ini. Mungkin sebelum Bibi di sini pembantu sebelumnya yang membuat," jelas Bi Inem. 

Aku mengangguk lalu menyerahkan kotak mungil itu. Bi Inem menerimanya dan memasukkan ke dalam lalu menutup dengan keramik lagi dan menggeser tempat tidur ke semula. 

Bi Inem dan aku bernafas lega, akhirnya aman. Aku tersenyum dan menggenggam tangan Bi Inem. "Bi, makasih ya udah bantu Ayu. Cincin itu kelak berguna untuk kita bila suatu saat kita keluar dari sini." 

"Tapi, Non! Kalo Bibi keluar mau kerja di mana?" tanya Bi Inem galau. 

"Percayalah, Bi! Ayu nggak akan melupakan kebaikan Bibi dan akan membantu Bibi semampu Ayu," kataku lalu bangun. 

"Ayu mau ke kamar dulu ya! Kalo lama-lama ntar Mas Lucky curiga. Ini rahasia kita berdua." 

Bi Inem mengangguk kemudian menutup pintu saat aku keluar. Melewati kamar ibu lalu membuka pintunya dan beliau sudah tidur. Sebelum masuk kamar aku juga mengambil minum di dapur dan membawanya masuk. 

Mas Lucky masih tertidur nyenyak, sudut bibirnya tersenyum mungkin lagi bermimpi Maya. Aku hanya tertawa dalam hati mengingat ekspresi Mas Lucky akan pucat setelah tau kehilangan cincin. Rasain kamu Mas! 

** 

Pagi hari, usai sarapan Mas Lucky pamit kerja. Bi Inem membersihkan meja dan aku melihat ibu. Sedangkan mertua yang mengantar Mas Lucky hingga ke depan. Mertua selalu melarang bila aku yang mengantar karena beralasan ingin mengenang almarhum Papa mertua. 

Daripada berdebat aku mengalah dan membantu Bi Inem di dapur. Keadaan ibu sudah sedikit membaik dan sudah bisa berjalan sendiri. Alhamdulillah, aku bersyukur ibu cepat pulih. 

"Bu, kita makan saja di dapur ya!" ajakku. 

Ibu mengangguk dan aku gandeng ke kamar mandi untuk bersihkan diri dulu baru makan. Namun, belum juga sampai di kamar mandi terdengar teriakan Mas Lucky memanggilku. 

"Ayu!" Akhirnya Mas Lucky menemuiku di dapur. 

"Ada apa, Mas? Blom pergi kerja?" tanyaku sambil mendudukkan ibu di kursi. 

"Apa tadi malam kamu masuk ke mobil?" selidik Mas Lucky. 

"Nggak kok, aku kan nonton TV trus tidur," jawabku tegas tapi di hati cekikan pasti Mas Lucky ingin menanyakan cincin. 

"Lalu kemana ya?" gumam Mas Lucky bicara sendiri. 

"Sudah dapat blom, Ky?" tanya mertua berjalan mendekat. 

Mas Lucky menggeleng frustasi, lalu mertua menatap ibu tajam. "Pasti ibu Ayu yang mengambilnya!" 

Spontan ibu terkejut bila kejadian kemarin terulang kembali. "Tunggu, sebenarnya apa yang kalian cari sampai menuduh ibuku?" kataku berpura-pura marah. 

"Mas kehilangan barang di mobil dan itu sangat penting buat Mas," jawab Mas Lucky berang. 

"Mas, apa kamu nggak lihat kalo ibu aja susah berjalan bagaimana mungkin bisa mengambil barang di mobil. Lagian kunci mobil kan Mas yang simpan. Sebenarnya barang apa sih?" Aku terus merongrong agar Mas Lucky mau bicara.

Mas Lucky tetap tidak mau jawab, aku akan menjebaknya. "Apa barang itu untuk Maya?" tanyaku ketus. 

"Bu-bukan! Ya udah kalo kamu nggak tau," ujar Mas Lucky. 

"Tunggu, Ky! Sebaiknya kita geledah kamar ibu Ayu," seru mertua sukses membuat mata ibu membulat sempurna. Sedangkan Bi Inem yang berdiri di sudut dapur mulai gemetar. 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Roslina Mamat
jalan cerita semakin menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Ekstra part (Tamat)

    Suara azan Subuh mengalun merdu, membangunkan tidurku yang lelap. Saat mataku terbuka kulihat Mas Adit masih tertidur di sampingku. Wajah tampannya begitu sempurna, alis tebal dan hidung mancung ditambah kulit yang bersih. Aku mengelus pipi dan mengecup keningnya. "Mas, bangun! Kita sholat Subuh berjamaah yuk!" bisik ku ditelinga suamiku. "Hum, sudah pagi, Yang?" ujarnya bergumam. Tanpa menunggu Mas Adit yang belum bangun, aku masuk ke kamar mandi duluan membersihkan diri sambil keramas. Saat mandi, aku tersenyum mengingat sebagai pengantin baru mulai ijab qobul, resepsi hingga malam pertama semua berseliwaran dimata. Keluar dari kamar mandi, Mas Adit sudah duduk di tepi ranjang dengan mata mengantuk. Aku terkekeh melihat wajahnya yang masih capek. "Mas, sudah sana mandi keburu siang!" ujarku sambil mengelap rambut yang basah. "Yang, sini peluk dong!" ucapnya manja sambil merentangkan tangannya. "Mandi dulu, Mas! Sholat bareng kita, baru deh peluk," jawabku tersenyum sambil mem

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Pernikahan bahagia

    Kasus persidangan Mas Lucky pun bergulir. Setelah memberi keterangan di kantor polisi, aku dan Mas Adit hadir di pengadilan sebagai saksi. Turut di temani Ibu dan Om Seno yang ingin melihat langsung jalannya persidangan. Selain kami, datang juga istri pria gembul itu dan juga rekan-rekannya. Menurut kabar pria gembul itu tidak akan diperkarakan. Tapi, orang tua Maya sudah menuntut balik atas perzinahan yang dilakukannya. Malangnya, istri pria gembul itu tidak percaya perbuatan mesum suaminya. Untuk membantu orang tua Maya, aku akan laporkan kepala HRD itu atas kasus korupsi penggelapan uang proyek. Pengacara yang sudah ku sewa juga turut hadir. Selain membantu orang tua Maya, aku ingin meringankan hukuman Mas Lucky. Bagaimanapun dia sudah menyesali perbuatannya dan berjanji akan merubah sikap dan hidupnya. Begitu hakim masuk, semua yang hadir berdiri memberi hormat. Seperti sidang yang sudah-sudah, kali ini prosesnya juga sama. Jaksa penuntut umum membacakan segala rentetan kejadia

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Dipenjara

    POV Author Saat masih dalam kamar mayat itulah, terbuka pintu dari luar. Kemudian terdengar suara keras bersamaan masuk beberapa pria berseragam. "Itu dia orangnya yang sudah membunuh, Pak!" ujar pria gembul itu menunjuk Lucky. Lucky dan kedua orang tua Maya terkejut dengan kedatangan polisi. Beberapa pria berseragam itu segera berlari mendekati Lucky dan menangkapnya, tanpa perlawanan dari pelaku. Tangan Lucky segera diborgol dan dibawa keluar. Ramai para pengunjung rumah sakit berkerumun ingin tau. Komandan polisi lalu bertanya pada orang tua Maya. "Anda siapanya korban?" tanya komandan polisi. "Kami orang tuanya, Pak!" "Berdasarkan saksi mata, kami menangkap pelaku. Jadi, saat interogasi dan sidang nanti kalian wajib datang untuk diminta keterangan!" jelas komandan polisi itu. Setelah menerangkan polisi itu keluar dengan pria gembul itu. Akan tetapi, orang tua Maya segera memanggilnya. "Tunggu!" Komandan polisi dan pria gembul itu berhenti dan menoleh. Bapak Maya maju untu

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Maya tewas

    "Apa kamu bilang?" Mas Lucky akan menaikkan tangannya ke atas, seperti ingin menampar lagi. Tiba-tiba sebuah tangan gembul menghentikan tangan Mas Lucky. "Cukup! Jangan sakiti wanitaku dan anakku!" hardiknya menepis tangan Mas Lucky. Kami semua menoleh ke arah pria itu dan terkejut. Dia kan kepala HRD di perusahaanku, juga pacar gelapnya Maya. Berani benar dia terang-terangan mengaku di hadapan semua orang kalo anak yang dikandung Maya itu anaknya. "Oh, jadi kamu yang sudah menghamili istriku! Dasar tua bangka!" hardik Mas Lucky meninju pria gembul itu hingga tersungkur. Dengan susah payah Maya berdiri dan menghalangi Mas Lucky memukul pacarnya. Namun, Mas Lucky sudah sangat marah hingga saat akan menyerang lagi Maya yang berada di depannya pun terkena pukulan kuat hingga terjatuh. "Aaaawww, aduh!" teriak Maya kesakitan sambil memegang perutnya. Darah merembes keluar mengalir ke kakinya. Kami lagi-lagi terkejut, pria gembul itu segera bangkit dan mendekati Maya. "Aduh, Om! Tolon

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Membuka kedok Maya

    "Tante nggak berhak melarang, awas aja kalo sampai Tante menyakiti Bi Inem, Ayu nggak tinggal diam!" ancamku. Tante Ratna tertawa. "Eh, perempuan miskin jangan belagu jadi orang. Mentang-mentang punya pacar kaya berani main ancam. Berkaca dulu, yang kaya itu pacarnya bukan kamu!" ledek Tante Ratna angkuh. Saat aku mau membalas lagi, Mas Adit mencegah. "Sudah, Yang! Kita pulang aja, nggak perlu memamerkan siapa diri kita. Ntar Tante Ratna akan tau juga." Kulihat Tante Ratna hanya mencibir. Mantan mertuaku itu masih dengan sikap sombongnya. Aku ada akal ingin memberinya kejutan, sambil celingukan ke dalam aku bertanya pada Bi Inem. "Bi, Maya kemana kok nggak nampak?" "Anu, Non Ayu! Maya kalo siang gini sering pergi keluar dan nggak mau berdiam di rumah katanya bosan," jawab Bi Inem sambil melirik majikannya yang mendelik. "Eh, Ayu! Untuk apa tanya-tanya Maya? Menantuku itu nggak seperti kamu, yang cuma ndekam di rumah. Maya keluar untuk menghibur diri biar gak bosenan," cetus Tant

  • Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses   Ke rumah mantan suami

    Esoknya, pagi-pagi setelah sarapan Lik Slamet dan keluarganya mulai berkemas. Ibu masih menyuruh mereka untuk sarapan sebagai etika tuan rumah. Walaupun dengan perasaan malu, mereka tetap makan untuk mengganjal perut di jalan. Saat Bulik Marni dan Risa di kamar berkemas, Ibu memanggil Lik Slamet. "Slamet, ini Mbak ada sedikit pemberian untuk kamu. Ambil, gunakan untuk buka usaha." "Nggak usah, Mbak! Saya nggak enak menerimanya!" tolak Lik Slamet tidak enakan. "Sudah ambil aja, kalo akangmu masih hidup Mbak yakin pasti akan memberimu. Pemberian ini sebagai rasa syukur Mbak dan Ayu dengan kehidupan sekarang. Ambillah, ingat Ayu masih butuh kamu sebagai wali nikahnya nanti," ujar ibu sambil menyerahkan amplop berisi uang. "Terima kasih banyak, Mbak! Saya akan gunakan uang ini dengan baik," kata Lik Slamet terharu dan menyimpannya di saku baju. "Jangan tau Marni dan Risa, bungkusan yang ini baru beri pada istrimu. Semoga hidup kalian semakin bagus nanti." Lik Slamet mengangguk. "Aam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status