Share

Bab 7

Penulis: Lionel Lussy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-24 08:01:49

Pria itu kembali mengomel pada Roura. "Apa urusannya denganmu, nona? Berani sekali kau menanyakan soal tuan Sion. Memangnya siapa kau? Hanya seorang wartawan kecil."

Roura menghela napas dalam-dalam, ia masih belum menyerah. Sekali lagi ia mencoba menenangkan diri, dan bicara lagi pada pria di hadapannya.

“Dengar, pak. Aku hanya mencari informasi. Tidak ada hubungannya dengan stasiun TV atau—”

“Aku tidak peduli! Terkadang para wartawan menutupi jati diri mereka! Jadi sekali lagi aku mohon pergilah! Tempat ini masih berbahaya. Tidak akan ada yang bertanggung jawab jika reruntuhan mungkin akan menimpamu.” bentak pria itu.

Akhirnya Roura menyerah, gadis ini berjalan meninggalkan area gedung Robin Group dengan langkah berat. Mulutnya terus saja mengomel sendiri.

“Saat aku dimarahi begini, kemana perginya hantu konyol itu? Enak sekali dia hilang saat aku butuh dukungan.”

Setelah naik bus kota lagi, akhirnya Roura tiba di apartemen kecil yang ia tinggali. Roura membuka pintu perlahan, hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Ia tahu persis bahwa jika ayah atau ibunya mendengar, ia akan diinterogasi panjang lebar, soal kenapa ia pulang terlambat.

Setelah berhasil masuk tanpa ketahuan, ia menghela napas lega dan melangkah cepat menuju kamarnya.

Kini Roura sampai di dalam kamar, gadis ini menoleh ke sekeliling. “Mana dia?”

Roura mencoba mencari tanda-tanda kehadiran Sion. Tapi tidak ada. Kamar itu kosong, hanya ditemani suara lemah kipas angin yang berputar.

“Apa dia akhirnya kembali ke alam baka? Bagulah, semoga saja.”

Dengan perasaan lega, Roura melepaskan pakaiannya, mengambil handuk, dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Ia menyalakan shower, membiarkan air hangat mengalir di tubuhnya, menghapus lelah dari hari yang panjang. Ini sungguh menyenangkan. Setelah beberapa menit, ia selesai mandi dan mengenakan mantel tipis di tubuhnya, Roura mengeringkan rambut dengan ceria.

“Serius, mana dia?" tanya Roura sendiri.

"Hey, Roura! Jangan bilang kau kehilangan hantu menyebalkan itu. Bersyukurlah kalau dia benar-benar pergi.”

Roura membuka handuknya dengan santai, mengambil satu lembar pakaian dalam untuk ia kenakan.

“Boo!”

Tiba-tiba Sion berdiri di depan Roura, dengan senyum yang lebar di wajahnya.

“Aaah!”

Roura menjerit kaget, gadis ini sampai terpeleset ke belakang. Ia terjatuh, tubuhnya hampir menyentuh lantai. Handuk yang menutupi tubuhnya melorot sepenuhnya.

“Ya ampun!”

Dengan gerakan cepat, Sion menangkap tubuh Roura. Menyelamatkan gadis ini dari jatuhnya. Untung saja Sion berhasil.

Tapi Sion buru-buru menutup matanya, saat tubuh Roura kini ada dalam pelukannya.

“Maaf-maaf! Aku tidak tahu kalau kau baru selesai mandi.”

Roura dengan panik membenarkan handuknya. Menutup kembali tubuhnya dengan handuk secepat yang ia bisa. Wajah Roura memerah, seperti tomat matang.

“Apa-apaan kau, Tuan?! Jangan pernah muncul tiba-tiba seperti itu!” omel Roura.

Sion masih menutup matanya rapat-rapat, tapi bahunya bergerak seolah menahan tawa.

“Aku serius minta maaf! Itu benar-benar tidak sengaja. Lagipula, aku hantu. Aku tidak punya konsep privasi yang sama sepertimu manusia.”

Roura berdiri sambil menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Percuma kau minta maaf. Kau selalu mengulanginya. Lagi pula kau sudah menutup matamu, aku harap kau tidak melihat apapun tadi.”

Sion mengangkat bahu acuh tak acuh, ia bicara dengan santai. “Tapi walaupun menutup mata, aku tetap bisa melihat menembus kelopak mataku.”

Roura langsung terkejut, wajahnya yang tadi sudah merah berubah semakin panas. Gadis ini melotot pada Sion, seolah ingin mencengkramnya.

"Apa? Jadi kau tadi? Melihat tubuhku?" tanya Roura.

“Ya, aku ini hantu. Fakta kecil tentang kami, kami tidak punya batasan visual.” Sion menjawab dengan santai, sambil membuka matanya kembali.

Roura melangkah maju, menunjuk ke arah Sion dengan jari telunjuknya yang gemetar. “Dasar makhluk tidak tahu malu!”

Sion hanya tertawa, melayang sedikit menjauh sebelum tiba-tiba menghilang begitu saja di udara. Suaranya masih menggema.

“Semoga tidurmu nyenyak malam ini, Nona Miskin!” ucap Sion.

"Dasar hantu menyebalkan!"

Roura bicara dengan frustrasi, Roura menutupi wajah dengan kedua tangan, mencoba menghapus rasa malu yang kini memenuhi dirinya.

Setelah beberapa saat ia berhasil menenangkan dirinya, setelah insiden memalukan dengan Sion.

Roura mengambil pakaiannya, bersiap untuk berganti. Namun, saat ia baru saja melonggarkan handuk yang menutupi tubuhnya. Sion muncul lagi di sana.

“Astaga kau lagi?!” Roura langsung menarik kembali handuknya, menutupi tubuhnya dengan panik.

“Apa masalah mu sekarang?!”

Sion melayang santai di dekat langit-langit, seolah tidak peduli dengan kemarahan Roura.

“Aku lupa menanyakan sesuatu tadi. Bagaimana hasil penyelidikanmu? Apa kau menemukan tubuhku? Sekarang tubuhku ada di rumah sakit mana?”

Roura menatapnya tajam, wajah Roura memerah lagi.

“Kau muncul sekarang, di saat aku hampir membuka handuk, hanya untuk bertanya soal itu?!”

Sion mengangkat bahu, berekspresi santai dan seolah tidak ada masalah apapun. "Ya tentu saja. Ini hal penting bagiku."

Roura menutup matanya, menarik napas panjang untuk menahan diri agar tidak melempar sesuatu ke arah hantu itu.

“Kalau kau mau tahu, aku tidak menemukan apa-apa. Yang aku dapat adalah dimaki-maki habis-habisan oleh seorang pria. Aku bahkan tidak sempat bertanya lebih jauh, karena dia langsung menyuruhku pergi, seperti aku ini lalat pengganggu yang membuat dia kesal," ucap Roura.

Sion mendengarkan dengan seksama, lalu mengajukan pertanyaan. "Siapa pria itu?"

“Oh, aku tidak tahu namanya. Tapi dia punya rambut coklat, wajahnya seperti orang stres, dan mulut yang tidak tahu kapan harus berhenti bicara," jawab Roura.

Sion terkekeh pelan, lalu menutup mulutnya dengan tangan. “Jadi kau diusir begitu saja?”

Roura mengangguk, wajahnya kesal. “Ya, benar. Dan semua ini gara-gara kau. Kalau dia juga bisa melihatmu, aku sudah menyeretmu ke sana untuk menjelaskan semuanya!”

“Menarik.” Sion menjawab, mengusap dagunya.

“Kenapa ini terdengar seperti kau sedang menikmati ceritaku?” tanya Roura terlihat kesal.

Sion tertawa lagi. “Oke-oke, tenang. Jadi, kau gagal mendapatkan informasi?”

"Iya, aku gagal. Dan aku tidak akan membantumu lagi. Kau cari orang lain saja!” tegas Roura.

Sion memicingkan mata, mendekatkan wajahnya lagi pada Roura.

“Oh, kau pikir kau bisa menyingkirkanku semudah itu? Kalau kau tidak mau membantuku, aku akan tinggal di kamar mandimu selamanya. Kau tidak akan pernah bisa mandi lagi. Karena aku akan berada di sana untuk menonton kau telanjang.”

Roura membalas tatapam Sion dengan tajam, ia berani menantang.

“Kau pikir aku peduli? Aku bisa saja menganggapmu tidak ada. Lagipula, tidak ada yang bisa melihatmu selain aku. Kau tidak akan menggangguku,” tantang Roura.

Sion tertawa aneh. “Oh, begitu? Jika berani, lakukanlah. Buka pakaianmu sekarang, dan aku akan menonton.”

Roura mengepalkan tangannya, wajahnya memerah karena kesal. “Kau ini benar-benar membuat aku kesal. Baiklah, kau menang! Aku akan membantu! Puas?”

“Keputusan yang tepat, Nona Miskin.” jawab Sion dengan senyuman meledek.

"Kalau begitu, sekarang tolong keluar dari kamarku, biarkan aku mengganti pakaian ku. Aku mohon." Roura meminta dengan nada lembut, membuat Sion mengangguk.

"Baiklah sampai jumpa."

Roura menghela napas panjang, mengacak-acak rambutnya yang masih basah.

“Dasar hantu menyebalkan! Dia hampir membuat aku kehilangan akal."

*

*

*

Keesokan harinya. Perpustakaan Universitas.

Roura duduk di perpustakaan universitas, mencoba fokus pada buku yang ada di depannya. Namun, pikirannya terus melayang ke kejadian semalam. Dia menghela nafas berat.

Sebisa mungkin Roura mencoba menghapus ingatannya soal semalam, ini berarti Sion sudah melihat semuanya, seluruh tubuhnya. Sungguh hal yang sangat memalukan bagi Roura

Tapi tiba-tiba suara dari pengeras suara perpustakaan menggema di seluruh ruangan.

“Roura Mitchell, harap menuju ke kantor administrasi kampus sekarang juga. Ulangi, Roura Mitchell ke kantor administrasi kampus.”

Roura mendongak dengan kening berkerut. Beberapa mahasiswa di sekitarnya menoleh ke arahnya, dan ia merasa pipinya mulai memanas karena malu. Roura mengumpulkan barang-barangnya, ia bergegas menuju kantor administrasi.

Begitu sampai di ruangan yang rapi, dengan dinding putih dan poster-poster motivasi klise, Roura disambut oleh seorang pria paruh baya berkacamata, yang duduk di balik meja kayu besar. Pria itu tampak serius.

“Silakan duduk, Nona Mitchell.”

Roura duduk, menunggu dengan gelisah. Pria itu duduk di depan Roura, memberikan beberapa dokumen pada Roura.

"Ada apa, pak?" tanya Roura.

“Kami memanggil Anda untuk membahas situasi keuangan. Karena Anda belum melunasi pembayaran uang semester ini, dan tenggat waktu sudah lama terlewat. Jika Anda tidak segera melunasinya, kami tidak punya pilihan selain mengeluarkan Anda dari universitas.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Hantu CEO   Bab 49

    Marco terbelalak, tubuhnya sedikit mundur tanpa sadar. "Apa maksudmu, Sion?" Sion tersenyum tipis, ekspresinya tetap tenang. Ia mengangkat sebuah flash disk berwarna hitam metalik dan menunjukkannya pada Marco.“Di sinilah semua jawabannya, Marco. Semua rahasia yang selama ini disembunyikan darimu, dariku, dari seluruh Robin Group.”Andrew langsung menatap flashdisk itu, wajahnya tampak pucat. Tangannya mengepal, seolah Sion sedang memegang sebuah bom waktu yang bisa menghancurkannya kapan saja. "Sion... Jangan gegabah. Apa pun yang ada di dalam flashdisk itu belum tentu bnear, mungkin itu hanya kesalahpahaman," ucap Andrew berusaha mengontrol situasi, tapi getaran dalam suaranya tidak bisa disembunyikan.Sion tertawa kecil. "Kesalahpahaman? Oh, Paman... Kau selalu pandai berbicara. Sayangnya, kali ini giliran aku yang berbicara—dan aku punya bukti."Sion melangkah maju dan menekan tombol di smartwatch-nya, mengaktifkan proyeksi hologram ke arah dinding ruangan. Cahaya biru berkedi

  • Pesona Hantu CEO   Bab 48

    Bab. 48Sion juga berpura-pura senang melihat kedatangan Andrew. Ia langsung memeluk Andrew dengan erat, seolah-olah dua kerabat yang telah lama terpisah dan kini akhirnya bertemu kembali."Oh, Sion! Aku sangat bahagia melihatmu! Aku pikir kita tidak akan pernah bertemu lagi!" seru Andrew dengan suara penuh emosi.Sion tertawa kecil mendengar ucapan itu. Dia menepuk punggung pamannya dengan santai. "Benarkah kau bahagia, Paman? Tapi kenapa tubuhmu begitu dingin? Apakah kau sedang takut akan sesuatu?"Andrew merasakan jantungnya berdebar lebih cepat. Tubuhnya menegang, dan untuk sepersekian detik, matanya membulat penuh kewaspadaan. Di dalam hatinya, dia berbicara pada dirinya sendiri: 'Apakah Sion mengingat sesuatu saat dia menjadi arwah? Apakah benar kata Maxwell kalau arwah Elisa menyelamatkannya waktu itu? Jika dia ingat… habislah aku!'Sion memperhatikan ekspresi Andrew yang mulai berubah. Dia tersenyum lebih lebar dan menepuk pundak pamannya lagi. "Hei, Paman, apa yang sedang ka

  • Pesona Hantu CEO   Bab 47

    Bab 47Kini Sion berdiri di depan sebuah pintu baja berwarna hitam dengan panel digital bercahaya biru di sampingnya. Ini adalah ruang arsip digital Robin Group, salah satu tempat paling aman di gedung ini, dirancang untuk menyimpan semua data penting perusahaan dengan keamanan tingkat tinggi.Di samping pintu, sebuah layar pemindai sidik jari dan retina menyala, hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu—termasuk dirinya, sang CEO utama Robin Group. Selain itu, sistem ini juga memiliki penguncian biometrik ganda yang memastikan bahwa hanya individu yang berwenang yang bisa masuk.Beep!Sion menempelkan jarinya pada pemindai, dan layar segera memindai identitasnya."Identitas terverifikasi. Selamat datang kembali, Tuan Sion," suara otomatis terdengar, diiringi bunyi klik yang menandakan kunci terbuka.Pintu geser otomatis terbuka perlahan. Cahaya redup dari dalam ruangan langsung terlihat keluar, mengungkapkan interior futuristik dengan desain modern.Begitu melangkah masuk, Sion d

  • Pesona Hantu CEO   Bab 46

    Bab. 47Sion melangkah menuju lift dengan ekspresi tenang. Begitu pintu lift terbuka di lantai paling atas, langkahnya yang tegap dan penuh percaya diri menarik perhatian banyak orang di sana. Para staf yang melihatnya membelalakkan mata, beberapa bahkan menutup mulut mereka karena terkejut. Bisik-bisik mulai terdengar di sepanjang koridor."Itu… itu Tuan Sion, bukan?""Tapi… bukankah dia sudah mati?""Kau benar, rapat dewan direksi kemarin menyetujui bahwa dia sudah mati... Tapi...""Tidak mungkin! Apa kita sedang bermimpi?" Suasana di lantai eksekutif tiba-tiba menjadi tegang dan dipenuhi bisik-bisik.Namun Sion tetap tenang dan melanjutkan langkah menuju ruangan CEO.Di ujung koridor, seorang pria dengan setelan rapi berdiri membeku. Marco. Dia menyipitkan mata, memastikan bahwa sosok yang berjalan mendekat itu bukan sekadar ilusi. Detik berikutnya, kedua matanya melebar dalam keterkejuta

  • Pesona Hantu CEO   Bab 45

    Bab 45Dalam Perjalanan Menuju Kantor Cabang Robin GroupSion mengendarai mobilnya dengan tenang, namun pikirannya terus melayang. Seharusnya dia langsung menuju kantor cabang Robin Group, tetapi entah kenapa, nalurinya membawanya untuk melewati kota Mayro terlebih dahulu. Ada sesuatu di sana—sesuatu yang membuatnya ingin singgah sejenak.Sesampainya di kota Mayro, ia membelokkan mobilnya ke sebuah kedai kopi kecil di pinggir kota. Kedai itu tampak sederhana, dengan papan kayu tua yang bertuliskan “Mayro Brew” di atas pintunya. Sion turun dari mobil, membuka pintu kaca kedai, dan masuk ke dalam.Begitu melangkah masuk, aroma kopi yang khas langsung menyergap hidungnya. Matanya segera mencari-cari seseorang di balik meja kasir. Namun, yang ia temukan hanyalah seorang pria tua dengan seragam kedai yang lusuh.“Selamat siang, Tuan. Apa Anda ingin memesan segelas kopi?” suara pria itu ramah. Ia menyapa pelanggan dengan baik.

  • Pesona Hantu CEO   Bab 44

    Bab. 44Di sisi lain...Andrew sedang mengadakan rapat penting dengan beberapa pengacara untuk membahas kelangsungan Robin Group. Ruangan itu dipenuhi atmosfer yang tegang. Beberapa dokumen tersusun rapi di meja panjang, dan semua orang yang hadir tampak serius mendengarkan setiap kata dari Andrew.Tiba-tiba, di luar ruangan, suara langkah cepat terdengar mendekat. Marco, dengan ekspresi penuh curiga, melangkah mendekati sekretaris pribadi Andrew."Ron, aku dengar dari petugas keamanan di depan. Apakah benar Ayah sedang mengadakan rapat dengan beberapa pengacara Robin Group?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi.Ron mengangguk pelan, "Benar, Tuan Marco."Marco terdiam, pikirannya mulai dipenuhi pertanyaan. Kenapa tiba-tiba ada pertemuan ini? Yang lebih aneh, kenapa dia—putra Andrew sendiri—tidak diberitahu apa pun tentang rapat ini?"Tapi kenapa? Kenapa aku tidak dilibatkan dalam rapat ini?" tanya Marco.Ron menunduk sedikit, seolah mencari kata-kata yang tepat. Namun, keheningannya ju

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status