Share

Part 3

"Daddy ngapain di kamar ini ...?" syukur akhirnya aku terselamatkan. Brayen nyelonong ke kamar persis seperti Daddy nya. Anak dan bapak kelakuannya sama saja. Si Reza jadi salah tingkah, emang enak.

 

"Ini Daddy mau cek saja. Agar tamu kita nyaman." Bingung kan mau jawab apa. Oke sip, aku dibilang tamu disini.

 

"Ayok ke kamar, Brayen ingin cerita." si bocah mengajak Reza untuk menemaninya tidur.

 

"Siap, komandan." Akhirnya dia keluar juga. Dan secepat kilat aku langsung kunci pintu jangan sampai kebablasan yang kedua kali. Sudah duda, punya anak, sok keren lagi itu orang. 

 

Besok adalah babak baru bagiku. Aku harus menyiapkan amunisi selama disini. Selain itu, sepertinya aku harus buat perjanjian dengan si Reza agar tidak semena-mena denganku. Meski berasal dari desa setidaknya aku harus punya strategi untuk mengalahkan musuh. 

 

Semangat, Nina!

 

***

Waktu menunjukkan pukul empat pagi. Bangun tidur aku langsung salat tahajud dilanjutkan tilawah dan salat subuh. Setelah ini aku akan langsung mengecek ibunya si Reza yang sedang sakit. Misi pertamaku adalah mengetahui kondisi ibu mertua yang sedang mengalami gangguan jiwa.

 

"Toloong ...!"

 

"Tidak! Kumohon jangan ganggu aku! Tolong!" Astagfirullah itu suara siapa? 

 

Semakin kudekati semakin jelas jika suara itu dari kamar ibunya Reza. Dan tak ada satu pun yang bangun mendengar suara ibunya yang berteriak termasuk perawatnya.

 

"Biasa saja, neng. Kami sudah biasa mendengar teriakan ini setiap pagi," ucap perawat yang menjaganya. Maksudnya? Dan mereka membiarkannya. 

 

"Toloong ...!"

 

"Aku takut!"

 

Aku mendekat ke arahnya. Dia semakin terlihat ketakutan.

 

"Siapa kamu?! Kamu pasti ingin membunuhku juga kan? Sama seperti perawat-perawat itu!" Matanya melotot. Cukup mengerikan. 

 

Aku semakin dekat. Entah mengapa jiwa penasaranku semakin kuat.

 

"Pergi kamu! Jangan mendekat!" Selain matanya melotot, dia sangat mengerikan ketika marah.

 

Reza berlari dan langsung memeluk ibunya.

 

"Ini Reza, Mi. Semuanya akan baik-baik saja. Mami tetap tenang." Reza melihatku dan seperti mengusirku. 

 

Ibunya tenang dan aku kembali ke kamarku. Baru segitu saja aku sudah merasa takut. Tatapan mata ibunya yang melotot cukup mengerikan. Rumah ini berasa horor seketika. Namun, aku harus kuat, aku menganggap ini sudah bagian dari hidupku. Aku yakin bahwa ridho orang tua yang mengantarku kesini pasti ada asbabnya. 

 

Tok! Tok! Tok!

 

"Siapa?"

 

"Aku, Reza."

 

Kubuka pintu kali ini aku harus siaga dan melanjutkan misiku semalam.

 

"Ada apa?" tanyaku

 

"Kenapa mami sampai ketakutan begitu melihatmu?" tanyanya.

 

"Itu wajar karena aku orang baru disini."

 

"Aku harap kamu tidak semakin memperburuk keadaan mami dengan kehadiranmu." Maksudnya? Wah ini si Reza ngajak berantem sepertinya.

 

"Maksudmu?"

 

"Aku tidak segan mengusirmu jika mami semakin parah dengan kehadiranmu." Sadis sekali mulutnya si Reza.

 

"Tak masalah, aku malah semakin suka kamu mengusirku," jawabku santai. Kalau sudah tidak baik dimata orang sekalian tidak baik. Jangan sampai pura-pura baik. Itu sangat melelahkan.

 

"Aku ingin mengajukan perjanjian padamu Reza."

 

"Perjanjian apa?"

 

"Jika aku bisa menyembuhkan ibumu, aku mau kamu melepasku. Mengembalikan aku pada orang tuaku dengan baik. Selain itu jangan pernah sentuh aku."

 

"Jika tidak berhasil?" tanyanya kembali.

 

"Aku akan mengikuti maumu."

 

"Yakin?" Dia meragukanku.

 

"Dari tadi malam sampai saat ini kamu belum mengenalkanku dengan semua orang bahwa aku istrimu. Aku tahu kamu juga tidak ada rasa denganku. Entah apa perjanjianmu dengan orang tuaku. Namun, saat ini aku ikhlas menjalani semuanya."

 

"Jangan berburuk sangka. Berburuk sangka itu tidak baik bagi kesehatan. Apa aku harus mengenalkanmu ke semua orang."

 

"Tidak perlu. Itu nanti menyulitkanku ketika pergi dari rumah ini."

 

"Kamu yakin? Jangan sampai kamu justru terpesona denganku lalu bertahan disini." Tarik nafas Nina, memang si Reza ini bukan lawan main yang biasa. Justru kamu yang akan terpesona dengan gadis desa ini, Reza.

 

Kuberikan selembar perjanjian kepadanya lalu kuminta tanda tangan. Tidak sia-sia menulis sampai larut tadi malam.

 

"Cepat tanda tangan!"

 

"Wow, ternyata kamu lebih cepat. Kenapa tidak diketik. Tu laptop sama printer di kamarmu." Kenapa juga aku tidak memperhatikan fasilitas di kamar ini. Walau bagaimana pun tidak elok rasanya jika lansgung menggunaka fasilitas yang ada.

 

"Harus dengan karya sendiri, ini tulisan asliku." Tak lupa kububuhi materai untung ada materai yang teraisa didompetku. 

 

Dengan gaya sok coolnya dia tanda tangan juga. Percaya dirinya jangan diragukan lagi ini orang. Benar-benar pede pokoknya.

 

"Kupastikan kamu akan terpesona padaku," ucapnya. Gak kebalik gaes. 

 

Dia keluar dari kamar. Brayen nampak berlari kesana kemari dikejar pengasuhnya. Ya sallam, tu bocah benar-benar bikin tensi naik. Sepertinya aku harus mempelajari semua orang di rumah ini.

 

"Nona, sarapan sudah siap Tuan Reza menyuruhku untuk memanggilmu ke ruang makan." Dora, asisten rumah tangga memanggilku.

 

"Baik, aku akan segera kesana." 

 

Semua terlihat kesana kemari. Reza juga tidak ada ditempat makan. Seketika perasaanku tidak enak melihat kondisi rumah yang horor ini.

 

"Ada apa miss Dora?"

 

"Seperti biasa nyonya besar kumat lagi."

 

Brayen juga sedang diawasi oleh pengasuhnya kesana kemari. Pagi yang bikin mulas perut melihat kondisi ini.

 

Ini kesempatanku untuk ke ruang ibunya Reza. Barangkali ini berhasil. Tak ada salahnya mencoba.

 

"Mau kemana, Nona? Sebaiknya nona diam di tempat makan. Jangan ikut campur dengan kondisi di rumah ini." Miss Dora menghalangiku.

 

"Aku ingin melihat kondisi ibunya tuan Reza," sambungku. Kali ini aku harus memanggil si Reza dengan sebutan tuan. Biar tak ada satu pun yang mengetahui bahwa aku adalah istrinya Reza.

 

"Diam saja dan sarapan. Kamu tidak akan berhasil. Puluhan dokter dan perawat sudah menyerah merawat nyonya besar. Apalagi kamu orang baru pastinya Kamu juga tidak akan berhasil." Separah itu kah ibunya si Reza sampai puluhan dokter dan perawat sudah melihat kondisinya.

 

Aku semakin tertantang dengan semua ini.

 

Kali ini aku harus lebih semangat demi perjanjian yang telah kubuat. Aku pernah belajar psikolog. Akan kulakukan dengan kedekatan kasih sayang. Ini penting melihat kondisi ibunya si Reza sepertinya trauma dan kelihatan butuh tempat untuk bersandar.

 

"Pergi kalian!"  ibunya Reza berteriak histeris

 

Semua benda didekatnya dilempar. Reza tidak ada di kamar ibunya.

 

"Tuan Reza kemana?" tanyaku ke salah satu perawat yang ada di kamar ibunya Reza. 

 

"Dia sedang menghubungi dokter pribadi keluarga." Perawat yang satunya menjawab.

 

"Memangnya apa yang terjadi?"

 

"Sekali waktu nyonya besar seperti ini, kami hanya diminta menjaga agar nyonya besar tidak keluar kamar. Tuan Reza khawatir jika ibunya keluar kamar bisa kabur dari rumah."

 

Bahkan dari mereka ada yang terdengar bisik-bisik, "Benar-benar meresahkan nyonya besar ini." 

 

Sepertinya ini sangat menarik di rumah ini ada dua kubu yang kulihat ada yang benar-benar menjaga dan merawat. Namun, ada juga yang sepertinya enggan untuk menjaga ibunya Reza. Ini juga harus aku teliti siapa tahu sebenarnya ada yang menginginkan ibunya Reza seperti ini. 

 

Ibunya Reza semakin histeris dan memecahkan benda-benda yang ada di kamarnya. Ini bahaya karena sudah ke ranah melukai diri sendiri dan orang lain. Aku memberanikan diri mendekat ke arah ibunya si Reza yang baru kutahu namanya bu Ratna itu.

 

"Ibu ...." Ku gunakan teknik pendekatan verbal terlebih dahulu. Dia diam mendengar aku menyebutnya dengan sebutan ibu.

 

"Ibu ... Ini aku anakmu, Nina."  Dia melepas benda yang ada ditangannya. Lumayan dia merespon. Semoga teknik ini berhasil.

 

"Bolehkah aku memelukmu, ibu?"  Dia merespon dengan air mata. Perawat dan ART yang lain nampaknya ikut terkesima melihat respon ibunya Reza.

 

Tak menyangka dia mendekatiku lalu kami berpelukan seperti seorang anak dan ibu yang dilanda kerinduan. Kulihat Reza masuk ke kamar ibunya dengan tatapan heran melihatku dipeluk ibunya. Yes, kali ini aku pasti berhasil membuat ibunya luluh denganku. Nina dilawan!

 

Tak berselang lama kemudian ....

 

"Nina, Awaaas!" Reza berteriak. 

 

Seketika pandanganku kabur, semua nampak gelap. Aku melihat darah ditanganku. 

 

Apa aku pingsan!

 

Ada apa dengan Nina? Apa yang terjadi sebenarnya? 

 

 

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Yulita Indriany
lanjut ceritanya
goodnovel comment avatar
Yulita Indriany
sippp, bagus ceritanya...bikin penasaran
goodnovel comment avatar
Norlilah Nelly Nana
ceritanya best tapi kenapa harus berbayar untuk melanjutkan cerita
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status