Share

Part 3

Author: Ummi Salmiah
last update Last Updated: 2023-04-10 11:04:28

"Daddy ngapain di kamar ini ...?" syukur akhirnya aku terselamatkan. Brayen nyelonong ke kamar persis seperti Daddy nya. Anak dan bapak kelakuannya sama saja. Si Reza jadi salah tingkah, emang enak.

 

"Ini Daddy mau cek saja. Agar tamu kita nyaman." Bingung kan mau jawab apa. Oke sip, aku dibilang tamu disini.

 

"Ayok ke kamar, Brayen ingin cerita." si bocah mengajak Reza untuk menemaninya tidur.

 

"Siap, komandan." Akhirnya dia keluar juga. Dan secepat kilat aku langsung kunci pintu jangan sampai kebablasan yang kedua kali. Sudah duda, punya anak, sok keren lagi itu orang. 

 

Besok adalah babak baru bagiku. Aku harus menyiapkan amunisi selama disini. Selain itu, sepertinya aku harus buat perjanjian dengan si Reza agar tidak semena-mena denganku. Meski berasal dari desa setidaknya aku harus punya strategi untuk mengalahkan musuh. 

 

Semangat, Nina!

 

***

Waktu menunjukkan pukul empat pagi. Bangun tidur aku langsung salat tahajud dilanjutkan tilawah dan salat subuh. Setelah ini aku akan langsung mengecek ibunya si Reza yang sedang sakit. Misi pertamaku adalah mengetahui kondisi ibu mertua yang sedang mengalami gangguan jiwa.

 

"Toloong ...!"

 

"Tidak! Kumohon jangan ganggu aku! Tolong!" Astagfirullah itu suara siapa? 

 

Semakin kudekati semakin jelas jika suara itu dari kamar ibunya Reza. Dan tak ada satu pun yang bangun mendengar suara ibunya yang berteriak termasuk perawatnya.

 

"Biasa saja, neng. Kami sudah biasa mendengar teriakan ini setiap pagi," ucap perawat yang menjaganya. Maksudnya? Dan mereka membiarkannya. 

 

"Toloong ...!"

 

"Aku takut!"

 

Aku mendekat ke arahnya. Dia semakin terlihat ketakutan.

 

"Siapa kamu?! Kamu pasti ingin membunuhku juga kan? Sama seperti perawat-perawat itu!" Matanya melotot. Cukup mengerikan. 

 

Aku semakin dekat. Entah mengapa jiwa penasaranku semakin kuat.

 

"Pergi kamu! Jangan mendekat!" Selain matanya melotot, dia sangat mengerikan ketika marah.

 

Reza berlari dan langsung memeluk ibunya.

 

"Ini Reza, Mi. Semuanya akan baik-baik saja. Mami tetap tenang." Reza melihatku dan seperti mengusirku. 

 

Ibunya tenang dan aku kembali ke kamarku. Baru segitu saja aku sudah merasa takut. Tatapan mata ibunya yang melotot cukup mengerikan. Rumah ini berasa horor seketika. Namun, aku harus kuat, aku menganggap ini sudah bagian dari hidupku. Aku yakin bahwa ridho orang tua yang mengantarku kesini pasti ada asbabnya. 

 

Tok! Tok! Tok!

 

"Siapa?"

 

"Aku, Reza."

 

Kubuka pintu kali ini aku harus siaga dan melanjutkan misiku semalam.

 

"Ada apa?" tanyaku

 

"Kenapa mami sampai ketakutan begitu melihatmu?" tanyanya.

 

"Itu wajar karena aku orang baru disini."

 

"Aku harap kamu tidak semakin memperburuk keadaan mami dengan kehadiranmu." Maksudnya? Wah ini si Reza ngajak berantem sepertinya.

 

"Maksudmu?"

 

"Aku tidak segan mengusirmu jika mami semakin parah dengan kehadiranmu." Sadis sekali mulutnya si Reza.

 

"Tak masalah, aku malah semakin suka kamu mengusirku," jawabku santai. Kalau sudah tidak baik dimata orang sekalian tidak baik. Jangan sampai pura-pura baik. Itu sangat melelahkan.

 

"Aku ingin mengajukan perjanjian padamu Reza."

 

"Perjanjian apa?"

 

"Jika aku bisa menyembuhkan ibumu, aku mau kamu melepasku. Mengembalikan aku pada orang tuaku dengan baik. Selain itu jangan pernah sentuh aku."

 

"Jika tidak berhasil?" tanyanya kembali.

 

"Aku akan mengikuti maumu."

 

"Yakin?" Dia meragukanku.

 

"Dari tadi malam sampai saat ini kamu belum mengenalkanku dengan semua orang bahwa aku istrimu. Aku tahu kamu juga tidak ada rasa denganku. Entah apa perjanjianmu dengan orang tuaku. Namun, saat ini aku ikhlas menjalani semuanya."

 

"Jangan berburuk sangka. Berburuk sangka itu tidak baik bagi kesehatan. Apa aku harus mengenalkanmu ke semua orang."

 

"Tidak perlu. Itu nanti menyulitkanku ketika pergi dari rumah ini."

 

"Kamu yakin? Jangan sampai kamu justru terpesona denganku lalu bertahan disini." Tarik nafas Nina, memang si Reza ini bukan lawan main yang biasa. Justru kamu yang akan terpesona dengan gadis desa ini, Reza.

 

Kuberikan selembar perjanjian kepadanya lalu kuminta tanda tangan. Tidak sia-sia menulis sampai larut tadi malam.

 

"Cepat tanda tangan!"

 

"Wow, ternyata kamu lebih cepat. Kenapa tidak diketik. Tu laptop sama printer di kamarmu." Kenapa juga aku tidak memperhatikan fasilitas di kamar ini. Walau bagaimana pun tidak elok rasanya jika lansgung menggunaka fasilitas yang ada.

 

"Harus dengan karya sendiri, ini tulisan asliku." Tak lupa kububuhi materai untung ada materai yang teraisa didompetku. 

 

Dengan gaya sok coolnya dia tanda tangan juga. Percaya dirinya jangan diragukan lagi ini orang. Benar-benar pede pokoknya.

 

"Kupastikan kamu akan terpesona padaku," ucapnya. Gak kebalik gaes. 

 

Dia keluar dari kamar. Brayen nampak berlari kesana kemari dikejar pengasuhnya. Ya sallam, tu bocah benar-benar bikin tensi naik. Sepertinya aku harus mempelajari semua orang di rumah ini.

 

"Nona, sarapan sudah siap Tuan Reza menyuruhku untuk memanggilmu ke ruang makan." Dora, asisten rumah tangga memanggilku.

 

"Baik, aku akan segera kesana." 

 

Semua terlihat kesana kemari. Reza juga tidak ada ditempat makan. Seketika perasaanku tidak enak melihat kondisi rumah yang horor ini.

 

"Ada apa miss Dora?"

 

"Seperti biasa nyonya besar kumat lagi."

 

Brayen juga sedang diawasi oleh pengasuhnya kesana kemari. Pagi yang bikin mulas perut melihat kondisi ini.

 

Ini kesempatanku untuk ke ruang ibunya Reza. Barangkali ini berhasil. Tak ada salahnya mencoba.

 

"Mau kemana, Nona? Sebaiknya nona diam di tempat makan. Jangan ikut campur dengan kondisi di rumah ini." Miss Dora menghalangiku.

 

"Aku ingin melihat kondisi ibunya tuan Reza," sambungku. Kali ini aku harus memanggil si Reza dengan sebutan tuan. Biar tak ada satu pun yang mengetahui bahwa aku adalah istrinya Reza.

 

"Diam saja dan sarapan. Kamu tidak akan berhasil. Puluhan dokter dan perawat sudah menyerah merawat nyonya besar. Apalagi kamu orang baru pastinya Kamu juga tidak akan berhasil." Separah itu kah ibunya si Reza sampai puluhan dokter dan perawat sudah melihat kondisinya.

 

Aku semakin tertantang dengan semua ini.

 

Kali ini aku harus lebih semangat demi perjanjian yang telah kubuat. Aku pernah belajar psikolog. Akan kulakukan dengan kedekatan kasih sayang. Ini penting melihat kondisi ibunya si Reza sepertinya trauma dan kelihatan butuh tempat untuk bersandar.

 

"Pergi kalian!"  ibunya Reza berteriak histeris

 

Semua benda didekatnya dilempar. Reza tidak ada di kamar ibunya.

 

"Tuan Reza kemana?" tanyaku ke salah satu perawat yang ada di kamar ibunya Reza. 

 

"Dia sedang menghubungi dokter pribadi keluarga." Perawat yang satunya menjawab.

 

"Memangnya apa yang terjadi?"

 

"Sekali waktu nyonya besar seperti ini, kami hanya diminta menjaga agar nyonya besar tidak keluar kamar. Tuan Reza khawatir jika ibunya keluar kamar bisa kabur dari rumah."

 

Bahkan dari mereka ada yang terdengar bisik-bisik, "Benar-benar meresahkan nyonya besar ini." 

 

Sepertinya ini sangat menarik di rumah ini ada dua kubu yang kulihat ada yang benar-benar menjaga dan merawat. Namun, ada juga yang sepertinya enggan untuk menjaga ibunya Reza. Ini juga harus aku teliti siapa tahu sebenarnya ada yang menginginkan ibunya Reza seperti ini. 

 

Ibunya Reza semakin histeris dan memecahkan benda-benda yang ada di kamarnya. Ini bahaya karena sudah ke ranah melukai diri sendiri dan orang lain. Aku memberanikan diri mendekat ke arah ibunya si Reza yang baru kutahu namanya bu Ratna itu.

 

"Ibu ...." Ku gunakan teknik pendekatan verbal terlebih dahulu. Dia diam mendengar aku menyebutnya dengan sebutan ibu.

 

"Ibu ... Ini aku anakmu, Nina."  Dia melepas benda yang ada ditangannya. Lumayan dia merespon. Semoga teknik ini berhasil.

 

"Bolehkah aku memelukmu, ibu?"  Dia merespon dengan air mata. Perawat dan ART yang lain nampaknya ikut terkesima melihat respon ibunya Reza.

 

Tak menyangka dia mendekatiku lalu kami berpelukan seperti seorang anak dan ibu yang dilanda kerinduan. Kulihat Reza masuk ke kamar ibunya dengan tatapan heran melihatku dipeluk ibunya. Yes, kali ini aku pasti berhasil membuat ibunya luluh denganku. Nina dilawan!

 

Tak berselang lama kemudian ....

 

"Nina, Awaaas!" Reza berteriak. 

 

Seketika pandanganku kabur, semua nampak gelap. Aku melihat darah ditanganku. 

 

Apa aku pingsan!

 

Ada apa dengan Nina? Apa yang terjadi sebenarnya? 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
ada apa??terjadi sesuatu kah??
goodnovel comment avatar
Owoh Lee Lea
ulah ibu mertua yang kerasukan
goodnovel comment avatar
Aam Aminah
lanjut makin penasaran
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Istri Dari Desa   Semuanya baik-baik saja 'kan?

    Semua sibuk menyiapkan makan malam, tentunya semua bahagia karena daddy sepertinya membuka kembali lembaran baru bersama abang Brayen. Saat ini yang terpenting daddy bahagia dan sehat seperti sedia kala lagi. Tentunya menjadi keluarga yang utuh kembali seperti dulu lagi.“Dek mikirin apa? ayo bantu bunda,” ajak bunda yang langsung menarik tanganku. Aku yakin bunda pasti mengetahui apa yang kurasakan. Mengapa ini sangat berat, padahal semua yang ada di pikiranku bisa jadi itu tidak benar.“Dek, jangan mikirin sesuatu yang belum terjadi, nikmati apa yang sedang terjadi tanpa membuatmu berpikir yang aneh-aneh.” Bunda memang sangat peka dengan apa yang menjadi pikiranku.“Berkaryalah sayang, buat sesuatu yang membuatmu tidak jenuh menunggu malam ini,” ujar bunda.“Iya, Bund. Jangan menata Monica begitu, aku malu.” Bunda hanya tertawa renyah menatapku.Aku menyiapkan menu favoritku, Minimal jika malu nanti malam, aku punya kesibukan menghabiskan puding buatanku. Iya, aku hanya bisa membuat

  • Pesona Istri Dari Desa   Aku takut kehilangan dirimu

    “Arvian pamit bund,” ucap Arvian yang menarik tangan abang Brayen untuk masuk ke mobil. Mereka begitu akrab satu sama lain. Saling merindukan satu sama lain. Aku iri, padahal aku ibunya.Mereka yang begitu akrab satu sama lain yang membuatku merasa menjadi ibu yang tidak sempurna. Apa selama ini aku salah mendidik Arvian, atau aku terlampau egois? Semua pertanyaan benar-benar menggangguku “Istirahatlah sayang, semua pasti akan baik-baik saja. Yakin itu,” bisik abang Brayen yang masih bertahan meski tangannya ditarik oleh Arvian. Ya Allah benar-benar dia selalu pintar membuat jantung ini berdetak lebih cepat.“Ayah cepet, sudah dibilang bukan muhrim masih saja pakai adegan sayang-sayang” teriak Arvian. Astagfirullah bikin malu saja adegan orang dewasa ini. Abang Brayen sempat-sempatnya mengedipkan mata. “I love you,” ucapnya.Aku segera masuk menemui bunda dan abang Shaka. Oksigen di tubuhku bisa habis dibuat tingkah abang Brayen dan Arvian. Mereka tak henti tertawa melihat tingkahku y

  • Pesona Istri Dari Desa   Semua pasti ada jalan keluar

    "Bunda maafin Arvian, ya," ucap Arvian yang langsung memelukku. Arvian tidak salah. Ini murni kesalahan orang dewasa seperti kami yang egois."Arvian tidak salah, Nak. Beri waktu opa, ya untuk bisa bersama ayah lagi.""Semuanya baik-baik saja 'kan, Bun?" aku hanya membalas dengan anggukan. Meski aku pun tidak berani berharap semuanya kembali seperti dulu lagi. "Semuanya baik-baik saja, Nak. Opa sehat itu yang penting." Aku memeluk Arvian, air mata yang sedari tadi kutahan akhirnya turun tanpa diminta. Dalam hatiku ini semua salahku yang begitu egois. "Ayah jemput Arvian gak bun?" tanya Arvian."Arvian tidak mau menginap?" "Arvian kangen ayah, sejak opa di rumah sakit Arvian hanya ketemu satu kali." Rasanya menyesakkan sekali mendengarnya. Arvian lebih merindukan ayahnya. luka yang kurasa sulit untuk sembuh. Bagi anak seperti Arvian memiliki keluarga utuh adalah anugerah. Walau dia tidak kekurangan kasih sayang, tapi nalurinya ingin seperti anak pada umumnya. Disayang dan dimanja.

  • Pesona Istri Dari Desa   Berdamailah dengan masa lalu, Bang!

    Reza dibolehkan pulang, Brayen hanya bisa mencuri pandang dari jauh. Namun, lucunya mereka seperti saling merindukan. Itu terlihat dari Reza yang diam-diam ikut juga mencarinya."Ayo, Bang. Sopirnya sudah menunggu," kata Nina-istrinya.Reza hanya menjawab dengan anggukan kepala. Nina menyadari, tapi dia tidak ingin mengganggu suaminya yang sedang menahan gengsi. Laki-laki terkadang tidak bercerita, tetapi ketika sudah di puncak rasa, dia akan cepat membuka diri. "Daddy kenapa, Bund?" tanya Shaka yang melihat Reza lebih banyak diam."Biasa orang gengsian gitu." "Masalah abang?" tanya Shaka lagi, Nina hanya mengangguk."Susah memang dua laki-laki ini, tuh lihat abang Brayen di pojokan juga natap daddy," tunjuk Shaka. Seketika Nina tidak bisa menahan tawanya."Pantes mereka disatukan, kelakuannya sama," jawab Nina."Kalian kenapa senyum-senyum tidak jelas?" tanya Reza penasaran. Aneh melihat istrinya tertawa renyah bersama putra sulungnya."Itu, Dad. Abang Brayen melambaikan tangan ke k

  • Pesona Istri Dari Desa   Harus Menerima Kenyataan

    Brayen langsung menemui semua dokter agar Reza di cek menyeluruh. Sebelumnya Reza sudah di observasi dan sudah di cek kesehatannya. Keadaannya semakin membaik. Namun, Brayen belum puas karena khawatir dengan kesehatan di dalam tubuh ayah angkatnya itu."Abang kenapa?" tanya Monica sepertinya ikut terlihat panik. Sekilas Monica mendengar pembicaraan abang angkatnya itu."Abang khawatir daddy kenapa-napa?""Maksudnya?""Daddy makan tidak sepertinya biasanya."Monica ikut berpikir keras karena kemarin Reza juga meminta Monica membawa kopi kesukaannya."Daddy kemarin juga memintaku membelikannya kopi Americano kesukaannya ketika masih muda." "Apa daddy terminal lucidity?" tanya Monica yang terdengar panik."Abang percaya semuanya atas izin Allah, tetapi tidak ada salahnya kita tes ulang semua kesehatan daddy," sambung Brayen.Monica hanya mengangguk tanda setuju dengan ungkapan Brayen. Beberapa dokter dipanggil untuk mengecek kesehatan Reza. Brayen meminta khusus karena merasa ini sangat

  • Pesona Istri Dari Desa   Semua baik-baik saja, kan?

    Reza terus tersenyum melihat tingkah Brayen, mereka seperti cinta lama bersemi kembali. Tanpa harus berucap pun mereka saling merindukan. Hanya saja mereka malu untuk mengutarakan. Bisa dikatakan mereka sebenarnya memiliki sifat yang hampir mirip.“Bukan Brayen yang nakal, tapi Daddy. Apa daddy ingin menyiksa Brayen lebih lama lagi?” tanya Brayen kepada Reza yang masih memalingkan wajahnya. Sementara Nina dan Shaka mundur teratur, memberikan ruang waktu kepada Brayen dan Reza. Monica menatap sebentar kepada Brayen mantan suaminya itu. Tatapan harapan agar semuanya baik-baik saja. Brayen spontan memegang tangan Monica dengan lembut.“Semuanya pasti baik-baik saja sayang,” bisiknya. Ucapan lembut dari Brayen membuat Monica bergetar. Hati yang semula layu tumbuh bermekaran lagi. Cinta memang luar biasa membuat hati dan pikiran tak menentu. Monica pamit keluar ikut memberikan ruang waktu Reza dan Brayen agar mereka leluasa untuk bercerita. “Dad, kita baikan yuk, kita jalan-jalan lagi s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status