Begitu selesai berpakaian. Brice benar-benar memasrahkan dirinya saat ini memakai dasi yang berwarna begitu kontras. Dan yang membuatnya bingung, kenapa dia tidak menolak sama sekali saat Agnes mengenakan dasi tersebut di lehernya.Tapi saat ini, dia benar-benar menyesal karena saat ini dirinya menjadi pusat perhatian. Bahkan para ke enam asistentnya yang melihat dari jarak jauh tengah tertawa.“Damn! Kenapa aku memajang dasi ini di lemariku!” gumam Brice dalam hati. “Ini semua salahmu Daddy Arion!” keluhnya.Yeah, benar saja. Dasi itu adalah pemberian dari Austin kepadanya. Karena itulah dia tidak membuang dasi yang terlihat begitu kontras di dalam lemari dasinya. Kemana pun dia pergi. Dia pasti membawa dasi tersebut.Tapi hari ini, dia menyesalkan hal itu. “Sweety, apakah kamu serius dasi ini…”“Ssssttt! Kamu tidak mempercayaiku? Dasi ini terlihat sangat sempurna dengan setelan jasmu saat ini!” sanggah Agnes dengan tatapan sinisnya.Mendengar hal itu membuat Brice tersenyum, “Hmm, b
Agnes dan semua orang yang ada di dalam ruangan itu sontak menoleh ke asal suara berat tersebut. Terlebih dengan Agnes yang begitu mengenal suara yang mengisi hari dan malamnya beberapa hari ini.“Brice?” gumamnya begitu pelan dan tipis. Dirinya sangat terkejut mendapati Brice saat ini berada di dalam ruangan meeting. Wanita cantik itu benar-benar di buat kehilangan kata-kata.Sedangkan reaksi Agnes sungguh berbeda dengan klien wanita yang lainnya. “Tuan Brice, seberuntung apa wanita yang di akui olehmu.” Seloroh salah satu wanita yang usianya sedikit di atas Agnes.Brice berjalan dengan penuh pesona, di susul dengan Gamma berada di belakangnya. Berjalan melewati wanita yang tadi menegurnya dengan acuh. Brice mengambil tempat duduk yang kosong dan Gamma berdiri tepat di belakang Brice.Pria itu menoleh ke arah Agnes dan tersenyum tipis melihat wajah wanita cantik itu yang di penuhi sejuta tanda tanya.“Apa kita disini hanya untuk berdiam diri?” seru Brice cuek.Frida yang mendengar it
“Tuan Brice?” Frida terkejut melihat kedatangan Brice yang tiba-tiba. Bahkan raut wajah Brice saat ini sangat serius.“Dimana Agnes?!” seru Brice yang segera berjalan ke ruangan Agnes dan ingin masuk ke dalam. Namun dengan cepat Frida - sekretaris Agnes, menahan Brice.“Tuan Brice, jangan seperti ini! Anda tidak bisa langsung masuk ke ruangan Ibu Agnes.” Seru Frida menghadang Brice sebisanya.Tapi apalah daya, tubuh Frida yang kecil tidak dapat menahan Brice. Dengan mudahnya Brice melewati Frida dan membuka pintu – menerobos masuk ke dalam.Agnes yang sedang larut dalam pikirannya sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya itu dengan menutup mata tidak sadar akan kedatangan Brice.“Sweety, are you okay?” suara berat terdengar membuat Agnes terlonjak kaget dan membuka matanya."Brice?" gumamnya melihat Brice saat ini sudah berjalan mendekat ke arahnya.Pria tampan itu mengambil langkah lebar dan cepat menghampiri Agnes. “Are you okay?” tanyanya lagi, khawatir. Karena Agnes belu
“Ca… Calon istri?” Frida membekap mulutnya. Tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Apa saja yang sudah ia lewatkan.Sepengatahuan dia, Agnes pergi kencan buta semalam dengan salah satu pengusaha muda bernama Brice, “Tung… tunggu! Brice? Tuan Brice?” Frida langsung mengingat siapa pria yang di temui bosnya itu semalam. Dan bagaimana bisa ia tidak menyadari jika Brice yang datang pagi ini adalah Brice yang sama.“Jangan bilang kalau Tuan Brice lah yang membuat perubahan sikap Ibu Agnes akhir-akhir ini?” pikir Frida. Ingin sekali dia bertanya lebih banyak, tapi itu tidak mungkin terjadi, bersuara sedikit saja. Dia mendapatkan tatapan dari Brice.“Aku harap berita ini tidak tersebar,” suara Brice membuyarkan lamunan Frida.“Ba-baik Tuan Brice, kalau begitu saya tidak mengganggu waktu anda dan Ibu Agnes lagi,” ucap Frida, kemudian undur diri.“Dan jangan pernah masuk ke dalam sebelum Agnes yang memanggilmu,” imbuh Brice tepat saat Frida sudah berdiri di depan pintu.“Baik Tuan,” sahut Fr
“Aku akan memberikan pelayanan kepada anda, Nona.” Suara Brice terdengar tenggelam di dalam ceruk leher Agnes. Pria itu menyesap dan mencumbu dengan penuh mendamba. Agnes melenguh dan mengangkat lehernya. “Oh my… Brice…”membiarkan Brice melakukan sesuka hati disana. Brice tersenyum dan menjilati telinga Agnes kemudian berbisik dengan suara paraunya, “Sepertinya aku akan makan siang dengan hidangan yang begitu lezat.” Suara berat dan napas hangat Brice yang menyapu lehernya membuat Agnes bergidik tak kuasa membiarkan Brice mulai membuka pakaiannya satu persatu. Agnes merasakan napasnya semakin berat tatkala Brice kini bermain di kedua bongkahan indahnya. Kemejanya sudah entah berada dimana. Tubuh bagian atasnya sudah terekspos tanpa sehelai benang pun. Dia merasa yakin karena tadi mendengar dengan jelas ketika Brice menyuruh Frida – sekretarisnya untuk membatalkan semua jadwal serta melarang siapapun yang ingin masuk
Usai percintaan mereka yang begitu liar dan panas siang ini, membuat Agnes sedikit jauh lebih terbuka dan tidak lagi kaku berbicara dengan Brice. Seperti saat ini, wanita cantik nan seksi itu mengerucutkan bibirnya mendapati penampilan Brice yang begitu cuek, pria itu hanya mengenakan celana, tetapi memamerkan dada bidangnya. “Kenapa kemejanya gak dipakai dulu Brice?” Agnes mulai mengambil makanan dan menyuapi dirinya. “Hem? Yah siapa tahu kamu mau nambah kan tinggal langsung,” seloroh Brice sambil memainkan kedua alisnya naik turun. “Brice!!” geram Agnes dengan nada gemas, bahkan wajahnya merona merah begitu terlihat di pipinya yang seputih kapas itu. Brice tergelak, “Hahahha… Ayo makan dulu,” ucapnya lembut seraya membelai lembut pipi Agnes. “Hem,” sahut Agnes pelan dan mulai menyuapi dirinya, dan saat ia hendak kembali menyuapi dirinya, wanita cantik itu menoleh ke Brice, “Kamu gak makan?” “Hmm? Sudah,” “Kapan? Makan apa? Bukannya ini makanan untuk kita berdua? ” bingung Agnes
Brice mengaminkan apa yang ia katakan kepada Patricia. Malam ini pria tampan itu bersolek dengan begitu rapi. Jas yang membalut dirinya terbuat dari desainer ternama. “Shit! Sejak kapan aku memperhatikan hal sedetail ini!” “Tapi Anda terlihat sangat tampan Tuan!” celetuk Beta kepada Brice. Brice menatap tajam ke arah asistentnya itu, “Ck! Sejak kapan aku terlihat tidak tampan?!” “Tidak pernah!” jawab Beta sambil tertawa kecil. “Anderson sudah siap?” “Sudah Tuan,” Brice melangkah lebih dulu, keluar dari kamarnya dengan penuh wibawa. Pesona yang ia pancarkan membuat semua mata tertuju kepadanya. Beberapa anak buahnya sudah berada pada peran mereka masing-masing, begitu juga dengan peran Anderson selaku Daddy dari Brice. Begitu tiba di depan hotel , Anderson sudah berdiri di sisi mobil menunggu kedatangan Tuannya. “Malam Tuan,” “Malam,” kemudian pria itu masuk ke dalam mobil. Anderson dengan sigap duduk di samping Brice. Sedangkan Zeta—Silvia berperan menjadi supir sekaligus a
Usai mengakhiri panggilan telepon dari Brice, Agnes segera berdiri di depan standing mirror untuk memeriksa penampilannya. “Ok!” Wanita cantik itu pun tersenyum dan merasa geli dengan sikapnya saat ini, “Hah! Sejak kapan aku menjadi seperti ini! Ingat Agnes! Dia hanya akan menjadi suami kontrak!” dirinya kembali mengingatkan dirinya kembali. Baru beberapa detik dia berkata seperti itu, jantungnya sudah berdegup kencang saat dirinya keluar dari kamar. Dengan cepat ia berlari turun menapaki tangga memutar yang berada di tengah kediaman mansionnya. “Ada apa kamu berlari seperti itu Agnes!?” tanya sang Ibu begitu Agnes tiba di lantai dasar. “Aku tidak berlari bu!” kilahnya. Patricia dan Eloise saling pandang, mereka berdua menahan tawa. Di mana Patricia sudah menceritakan kepada Eloise apa yang ia dengar siang tadi saat mengunjungi Agnes. Hal itulah yang membuat Eloise menjadi begitu bersemangat malam ini. “Sudah, sudah. Melihatmu turun seperti ini, apa benar calon menantu Ayah suda