Share

Pesona Istri Yang Disia-siakan
Pesona Istri Yang Disia-siakan
Penulis: CEAVEN

01

"Mas, aku mau kita cerai saja, kita jalani hidup kita masing-masing, supaya di antara kita, tidak terus menerus saling menyakiti," notifikasi pesan terakir dari Siti Latifa, yang  kemudian menjadi alasan kuat Harsa Ishara pulang mengunjungi keluarga kecilnya di rumah mertuanya.

Setelah niat baiknya ikut pulang suami ke kampung halamanya dua tahun lalu disia-siakan, Latifa memilih pulang ke rumah orang tuanya, dengan luka yang sulit ia lupakan dari keluarga besar sang suami.

Harsa tiba di rumah orang tua Latifa.

"Astagfirullah!" ucap Siti Latifa.

Siti Latifa menyingkirkan dengan cepat tangan kekar yang melingkar di perut yang memeluknya dari arah belakang tubuhnya. Ia sangat terkejut, kesadaran cepat ia kuasai, sehingga tidak sampai membuat kegaduhan di pagi buta seperti ini, di rumah kedua orang tuanya.

"Mas Harsa? Mengapa dia bisa ada disini? Kapan dia datang?" guman Siti Latifa sembari berusaha mengumpulkan kesadaran. Ia lekas beranjak dari posisinya yang kini sudah berubah pada posisi duduk.

"Sayang, kamu mau ke mana?" tanya Harsa pelan.

Tanpa merasa bersalah sedikitpun, dan dalam keadaan mata yang nampak masih terpejam, namun, satu lengan Harsa berhasil menahan laju sang pujaan hati untuk tetap berada di posisinya.

Harsa berharap, sang istri, Siti Latifa, yang kerap dipanggil Ifa, itu, urung meninggalkannya. Karena, sejujurnya ia masih sangat merindukannya.

Dengan memejamkan mata malas, sesaat Latifa berusaha meredam rasa yang sulit diartikan saat ini, akhirnya ia memilih sambil meredam kekesalannya dan masih tetap pada posisinya, duduk di tepi tempat tidur dan urung  hendak beranjak dari tempat tidur tersebut.

Ada rasa bercampur aduk dalam hati Siti Latifa saat ini, antara rindu, kesal juga benci, ketika mengingat perlakuan suaminya dahulu kepadanya. Namun, saat ini tentu bukan waktu yang tepat untuk mendeskripsikannya.

Sungguh, rasanya Latifa ingin pergi saja menghindari Harsa lebih dulu pada saat ini, jika tidak ingat akan membuat kegaduhan di rumah orang tuanya.

Sedangkan Harsa yang merasa lama tak kunjung mendapat respon dari sosok yang sangat ia rindukan selama ini, ia berangsur bangkit dari tidurnya yang posisinya  masih sama saat memeluk Latifa dari belakang tadi.

Sett ....

Dengan sigap Harsa kembali memeluk dari belakang, kekasih hati yang hampir membuatnya setengah gila setahun belakangan ini.

"Mas Harsa, lepaskan!" pinta Latifa dengan nada bicara yang pelan, namun penuh penekannan di dalamnya.

"Sebentar saja, tolong tenanglah, atau pagi ini kita akan sukses membuat kegaduhan di rumah orang tua kamu ini," bisik Harsa, masih dengan posisi memeluk Latifa penuh ketenangan.

Bahkan saat ini, wajahnya berhasil ia tenggelamkan pada leher putih sang istri, ia ambil kesempatan itu untuk  menghirup dalam aroma candu yang selalu berhasil membangkitkan gairahnya itu.

"Mas, jangan seperti ini, geli," Latifa kembali meminta dilepaskan.

Jika saja antara mereka berdua sedang dalam komunikasi yang baik, pasti semalam saat Harsa baru tiba sudah pasti langsung ia eksekusi perempuan yang statusnya masih sebagai istri sah-nya itu.

Akan tetapi, demi mendapatkan hati sang kekasih hatinya lagi, Harsa harus rela menahan hawa panas pada tubuhnya karena nafsunya yang mulai bergejolak ketika kulit mereka berdua saling bersentuhan. Harsa berjanji pada dirinya sendiri akan bersabar menumbuhkan cinta di hati sang istri kembali.

"Kamu membuatku gila, Sayang." Pelukan Harsa justru makin ia eratkan pada Latifa.

Sedangkan Latifa yang sedari tadi dipeluk Harsa dari belakang, masih berusaha melepaskan tubuhnya dan mulai semakin kesal dibuatnya, kala suaminya itu semakin  erat memeluknya.

"Sudah ya, Mas, tolong lepaskan! Aku harus bersiap untuk pergi kerja," rengek Latifa, penuh penekanan minta dilepaskan. Namun Harsa masih belum mau melepas pelukannya.

"Aku kehabisan oksigen, Isha!" tegas Latifa, yang berhasil membebaskan diri dari pelukan erat Harsa.

Harsa akirnya mengalah untuk melepaskan pelukannya, pada saat istrinya itu menegaskan nama belakangnya.

"Nanti berangkat kerja aku yang antar, ya," bujuk Harsa lagi, berupaya mencuri kesempatan untuk bisa bersama dengan sang istri lebih lama.

"Tidak perlu, Mas, aku bisa berangkat sendiri!" tolak Latifa. Lalu dirinya beranjak dari posisinya untuk siap berkemas. Ia sengaja menolak diantar oleh Harsa karena masih sangat kesal dengan kepulangannya yang tanpa kabar itu.

Meskipun tidak dipungkiri, dirinya juga sama dengan Harsa yang belakangan ini cukup merasa tersiksa oleh rasa rindu pada sosok ayah dari anaknya tersebut. Namun nyatanya, ego dari rasa kecewa lebih mendominasi, sehingga Latifa enggan memiliki waktu lebih lama hanya berdua saja dengan Harsa.

***

Sore harinya, Harsa sengaja meminjam mobil adik iparnya untuk menjemput sang istri pulang bekerja, karena kebetulan dirinya pulang ke rumah mertuanya memang hanya menggunakan kendaraan umum.

"Pagi tidak boleh antar, sore gue jemput, tidak mungkin nolak kan dia," celoteh Harsa, penuh semangat ketika hendak menjemput sang istri pulang bekerja, bahkan kali ini ia sengaja menunggu di depan kantornya persis.

Namun ternyata, saat ini di tempat Latifa bekerja, dirinya yang memang merasa belum memiliki janji sepulang kerja itu, langsung mengiyakan ajakan kedua sahabatnya.

"Mas, di depan tempat kerja kamu, ya," notifikasi pesan dari sebuah nomor baru tiba-tiba muncul di layar pipih milik Latifa, usai dirinya mengiyakan ajakan salah seorang sahabatnya.

Latifa yang sedang sibuk berkemas untuk pulang pun hanya membaca sekilas, lalu mengabaikan kembali pesan dari nomor baru tidak bertuan yang baru masuk pada notifikasi pesan miliknya tersebut.

"Nomor baru? Mungkin salah kirim," guman Latifa santai, bahkan ia tak memiliki rasa curiga sedikit pun, jika nomor baru itu kemungkinan  milik suaminya.

Ya ... nomor Harsa yang biasa digunakannya  memang sedang Latifa blokir, sengaja ia lakukan itu saat kesal pada Harsa, nanti jika rasa kesalnya sudah menghilang, baru ia akan membuka blokirannya kembali.

Di dalam mobil yang sudah terparkir di depan kantor Latifa, Harsa yang merasa lama menunggu balasan saat pesan darinya sudah ceklis biru tanda telah terbaca itu pun memilih mengalihkan jempolnya menekan tombol call.

"Hallo," sapa Latifa dari seberang telefon sana yang langsung mengangkat panggilan dari nomor yang sama yang telah mengirimnya notifikasi pesan tadi.

"Hallo, Sayang, ini mas sudah ada di depan tempat kamu kerja ya, pulangnya bareng sama mas, ya," jawab Harsa memberitakan keberadaanya di sana.

Latifa yang mendapati perhatian Harsa itu bukannya senang, justru semakin kesal dibuatnya.

"Aishh, kebiasaan banget sih, sudah datang tidak berkabar, sekarang main jemput-jemput tanpa diminta lagi," celoteh Latifa pelan, namun ternyata masih sampai terdengar pada telinga Harsa di seberang telefon sana.

"Mas bukan jailangkung, Dek, mas hanya ingin manfaatin waktu mas buat bisa lebih lama sama kamu selama di sini, sudah itu saja," ucap Harsa saat mendengar celotehan sang istri.

"Memang siapa yang mengatakan kamu jailangkung, hah!" komentar Latifa asal. Dirinya jadi teringat, dahulu saat masih tinggal berdua dengan Harsa, saat mereka belum memiliki anak, rasanya meminta waktu sebentar saja untuk Harsa bisa menjemputnya sepulang kerja seperti ini, lebih banyak Harsa abaikan. Saat itu Harsa selalu beralibi, sibuklah, inilah, itulah, padahal saat itu Latifa tahu pekerjaan suaminya saat itu cukup santai, juga tidak terikat oleh waktu, karena memang sebagian besar pekerjaan yang terikat waktu sudah dikerjakan oleh para karyawannya.

"Bukankah kamu sendiri barusan yang mengatakan, aku datang secara tiba-tiba," jawab Harsa, yang malah menanggapi komentar nyeleneh istrinya.

"Sayang, ingat! Sampai kapanpun kamu itu akan tetap jadi istri aku! Kalian tanggung jawab aku, aku tidak akan pernah lepasin kamu, meski kamu sudah memintanya berulang kali dariku," ungkap Harsa jujur apa adanya, Ia sudah sadar bahwa selama ini sikapnya terlalu acuh pada ibu dari kedua anaknya itu.

"Pede amat aku mau sama kamu terus," ucap Latifa ketus.

"Kamu jangan berbicara seperti itu, Sayang, bagaimanapun caranya akan aku buat kamu jatuh cinta lagi sama aku. Sudah, lekas kemari, aku di depan gerbang, ya, pakai mobil Galih," kata Harsa sebelum akirnya memutuskan panggilannya sepihak.

"Apa sih mau dia sebenarnya? Mana sukanya maksa pula," gerutu Latifa kesal saat mendapati sambungan telefon yang terputus sepihak. Namun meski begitu ia tetap memilih pulang dengan suaminya dan akan membatalkan janjinya bersama kedua sahabatnya sore ini.

Di luar kantor, saat melihat para karyawan mulai keluar dari pintu utama kantor, Harsa memilih keluar dari dalam mobilnya.

"Ifa!" pekik Harsa dari gerbang kantor, saat melihat sang istri justru tengah mengobrol akrab bersama seorang laki laki berpakaian rapi nan tampan di sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status