Share

Pesona Janda Penakluk CEO
Pesona Janda Penakluk CEO
Auteur: CH. Blue Lilac

Aku Ingin Bercerai

"Mari kita bercerai!"

Clarissa Andari seketika membeku. Perempuan 23 tahun yang sedang memberikan susu pada bayinya itu seperti kehilangan jantungnya usai mendengarkan penuturan Sang suami.

"Aku sudah jenuh menjalani rumah tangga bersama kamu."

Perempuan berkuncir satu itu berbalik, menatap syok ke arah pria yang sedang duduk di atas sofa usang mereka, sambil menghisap batang tembakau di sela jarinya.

"Bercerai? Omong kosong apa itu?" Dengan nada gemetar, perempuan cantik berkulit putih yang akrab dipanggil Sasa tersebut menghampiri suaminya. "Kamu bercanda kan?"

Tak langsung menjawab pertanyaan istrinya, pria bernama Anggara Wibisono itu, justru menghembuskan asap di mulutnya sambil terus memasang wajah santai tak berdosa. "Jangan berlebihan begitu!" ujarnya saat melihat wajah tegang Clarissa.

"Tunggu dulu! Kamu tidak serius 'kan?" tanya Clarissa sekali lagi, dia benar-benar tidak menyangka kalau paginya akan diawali dengan pernyataan super mengejutkan dari Anggara.

"Aku serius— aku ingin kita berpisah." Sambil memutar-mutar ujung putung rokoknya di atas asbak, pria berahang tegas tersebut kembali mengulang ucapannya.

"Tapi kenapa?"

"Simpel. Karena kamu sudah tidak menarik lagi," jawab pria berkulit tan tersebut tanpa merasa berdosa. Ia bahkan sama sekali tidak melihat ke arah Clarissa yang tampak shock atas ucapannya. "Sejak kamu hamil dan melahirkan, kamu sudah tidak cantik lagi di mataku. Kamu juga terlalu sibuk mengurusi anak itu sampai mengabaikanku."

Clarissa tercengang mendengar rentetan kalimat yang keluar dari mulut seorang Anggara Wibisono. Bagaimana mungkin ia diceraikan hanya karena kurang menarik pasca melahirkan? Bukankah itu alasan yang tidak masuk akal?

"Anggara, aku mohon jangan bercanda!" Perempuan berambut gelap itu meraih lengan suaminya, meminta lelaki tersebut agar mau menghadapnya. Menatap lekat matanya, mencari tahu keseriusan dari apa yang Angga ucapkan.

"Mana bisa kamu menceraikan aku hanya karena hal tersebut. Apalagi, selama ini aku tidak pernah mengabaikan kamu, tidak pernah melupakan kewajibanku sebagai istri kamu," tutur Sasa mulai terisak. Beruntung suaranya tak sampai membangunkan bayi mungil yang berada dalam gendongannya.

"Sudah kubilang, kalau aku serius!" Anggara langsung menampik tangan putih istrinya, enggan disentuh oleh wanita yang belum genap dua tahun dia nikahi. "Sejak anak itu lahir, kamu tidak pernah memberikan aku uang. Kamu tidak kembali bekerja, dan hanya bersantai-santai di rumah."

Lagi, kata-kata Anggara kembali menohok relung batin seorang Clarissa Andari. Bagaimana bisa suaminya itu menuduhnya bersantai-santai di rumah, bahkan waktu untuk tidur saja ia selalu kekurangan hanya demi menjalankan kewajibannya sebagai ibu dan istri.

"Mencari uang itu bukan tugas utamaku, Anggara. Tapi kamu— kamu kan kepala rumah tangga di sini? Lantas, kenapa kamu justru menyalahkanku?" Dia menatap nyalang ke arah Anggara, tak habis pikir. "Selama ini, hanya aku yang terus mencari nafkah, sedangkan kamu—"

Anggara yang kesal setelah mendengar ucapan Sasa tersebut lantas menggebrak meja di depannya lalu berdiri sambil menunjuk-nunjuk Sang istri. "Kenapa kamu bilang seperti itu sekarang? Kamu kan tahu aku sudah berusaha mencari pekerjaan ke manapun, tapi belum juga mendapatkan posisi yang sesuai." Suara pria berkaos oblong itu makin meninggi seolah menunjukkan betapa kesalnya dia.

"Tapi kamu terlalu lama menganggur, Angga! Bahkan setahun terakhir hanya aku yang mencari uang! Sedangkan kamu hanya menodongku saja tanpa mau mencari pekerjaan baru! Kamu terlalu memilih!" tandas Sasa dengan raut tak percaya.

Ia selalu berjuang seorang diri saat hamil, bekerja hingga larut tanpa kenal lelah demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan suaminya hanya bersantai di rumah sambil memainkan game atau pergi nongkrong dengan teman-temannya. Bahkan sering mengambil uang yang sengaja dia sisihkan demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dan sekarang, pria itu mengatakan jika dia tidak bisa menghasilkan uang karena tidak bekerja? Bukankah itu sangat kelewatan?

"Kalau kamu tidak mau aku mintai uang, ya sudah kita bercerai saja seperti yang aku katakan tadi? Bukankah itu ide yang bagus?" Anggara terlihat masih keukeh dengan pendiriannya. Sama sekali tak memikirkan nasib anak dan istrinya. "Aku bisa kok, cari wanita yang lebih menarik, lebih cantik, dan punya banyak uang dibandingkan kamu!" lanjutnya penuh rasa bangga. Seolah tidak peduli lagi dengan perasaan wanita yang diajaknya bicara.

"Kamu keterlaluan!" desis Clarissa lirih, air matanya sudah membasahi pipinya. Tak tahan dengan segala hinaan dari Sang suami. "Selama ini, aku sudah berkorban banyak untuk kamu, tapi ini balasan kamu?"

"Huh! Sudah! Jangan berlebihan!" Pria bermata tajam itu menatap kesal ke arah Sasa, dia sudah sangat ingin menyudahi hubungan di antara mereka. Merasa muak dengan kehidupannya yang biasa-biasa saja tanpa ada perubahan. Dia ingin hidup nyaman dan banyak uang. Terlebih setelah anak mereka lahir, dia makin merasa sulit walau hanya sekedar untuk tidur. Setiap hari ia harus mendengar bayinya yang menangis tanpa kenal waktu. Membuatnya sakit kepala.

"Aku ingin bercerai. Dan aku tidak akan merubah keputusanku!" Usai mengatakan hal tersebut, Anggara kemudian pergi, meninggalkan Clarissa yang tampak tak rela melihatnya pergi. Mengabaikan panggilan Sasa yang menyuruhnya untuk kembali dan merubah keputusannya. Namun sayangnya, pemuda 25 tahun tersebut sama sekali tidak menggubrisnya.

Clarissa tertegun. Hatinya hancur seketika itu juga. Tidak menyangka, akan mengalami hal seburuk ini. Merasa syok sekaligus hancur atas apa yang tengah dia alami.

Ia tidak mau bercerai. Ia tak mau menyandang status janda yang pastinya akan dicemooh oleh banyak orang. Yang akan selalu dicap jelek oleh warga sekitar. Dia tidak mau itu terjadi. Mungkin Anggara itu bukan suami yang baik, tapi dia terlanjur mencintai pria tersebut.

"Oeek... Oeeek... Oeeek..."

Clarissa langsung menghapus air mata di wajahnya begitu mendengar suara tangis anaknya. Ia yang sempat terguncang atas kejadian barusan, langsung fokus pada Sang anak. Mengayun bayi yang masih belum genap berusia 2 bulan tersebut dan menenangkannya.

"Cup-cup, sayang— Ibu di sini, jangan menangis, um—" Clarissa mencoba menenangkan anak laki-lakinya tersebut. Mengayunnya sembari memberikan susu dari dalam botol. Padahal dia sendiri tidak mampu menahan lelehan bening yang terus membasahi pipinya. "Anak Ibu pintar, cup-cup..." Perempuan berpakaian dress selutut itu mengecup kening Sang bayi. Berusaha untuk membuat anaknya berhenti menangis.

***

TOK! TOK! TOK!

Clarissa mencoba untuk menidurkan bayinya di atas ranjang, saat ia mendengar suara ketukan pintu yang amat kencang. Jelas sekali kalau tamunya tersebut sangat tidak sabaran.

TOK! TOK! TOK!

"Iya, tunggu sebentar!" teriak Sasa sembari berjalan ke depan.

Dengan sedikit terburu, ia menuju pintu utama guna mengecek siapa yang datang. Dan begitu membuka pintu, yang dia dapati adalah suara sentakan kasar dari seseorang.

"HEY! KENAPA LAMA SEKALI SIH BUKA PINTUNYA?"

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status