Share

Kamu Selingkuh?

Namun baru saja ia mencapai ambang pintu, ia melihat pemandangan yang makin menyayat hatinya. Hingga ia nyaris tak bisa berkata-kata dan hanya bergeming dengan ekspresi tak percaya.

"A—Anggara? Kamu..." Dengan ekspresi wajah kaget, Sasa menghampiri suaminya. Di mana sosok pria itu tengah berdiri di samping seorang wanita muda nan cantik dengan penampilan kasual yang menarik. Dari ujung kaki hingga rambut wanita di samping Anggara, tampak sekali jika sosok tersebut bukanlah wanita dari golongan biasa-biasa saja.

"Mumpung kamu di sini, sekalian aku akan memperkenalkan kamu padanya!" Dengan penuh rasa bangga, pemuda 25 tahun tersebut memperkenalkan Clarissa pada sosok di sampingnya, "Namanya Denada Maheswari, dia adalah kekasihku yang baru."

DEG!

Hal bodoh macam apa itu? Kekasih? Apa Clarissa tidak salah dengar?

"Jadi sebenarnya Nada ini seorang janda, suaminya meninggal beberapa bulan lalu dan dia mewarisi banyak harta dari mendiang suaminya." Anggara terus berceloteh. Memperkenalkan kekasih barunya tanpa memikirkan perasaan Clarissa.

Memuji Denana cantik, pintar, sempurna. Membandingkannya dengan sosok Clarissa yang sangat jauh berbeda. Tanpa peduli dengan perasaan wanita yang telah dinikahinya tersebut.

"Kamu menjadikan aku seorang janda, demi janda yang lainnya, begitu?" Suara serak Sasa, akhirnya membuat celotehan Anggara terhenti. Perempuan berdaster selutut tersebut menatap sendu ke arah suaminya dengan mata berkaca-kaca. Sungguh hatinya sakit sekali karena diperlakukan seperti ini.

"Aku memang janda, tapi aku ini kaya raya. Tidak seperti kamu, miskin, buluk pula!" tepis Denada tak terima. Mana sudi ia disamakan dengan Clarissa. Bukan levelnya.

"Nada benar, kalian berdua itu seperti langit dan bumi!" imbuh Anggara kemudian.

Sasa tidak terima. Ia benar-benar marah dan kecewa di saat yang bersamaan. Kenapa suaminya begitu tega? Padahal selama mereka bersama-sama, dia terus berusaha untuk menyenangkan hati suaminya. Berusaha memberikan yang terbaik bagi Anggara. Tapi sekarang, dia dibuang begitu saja seperti sampah. Diinjak-injak dan diabaikan seolah dia tidak berguna? Sungguh, hati Clarissa benar-benar meradang akibat ulah Anggara. Dia sangat sakit hati sekali.

"Sudah ya! Kami harus pergi!" Anggara membuka pintu mobil, memasukan tas ranselnya ke dalam kursi belakang dan kembali menutupnya. Sedangkan Denada berjalan ke sisi lain mobil, tatapan sinis dan meremehkan perempuan itu begitu kentara. "Untuk surat cerai dan lain sebagainya, kamu tidak perlu khawatir, biar aku yang urus. Kamu duduk santai saja di rumah, oke!"

Sasa tidak tahan lagi. Anggara sudah sangat kelewatan. "Kamu— benar-benar keterlaluan! KAMU BRENGSEK SEKALI ANGGA!!" pekiknya emosional. Sasa begitu marah, hingga menarik belakang baju pemuda bermata musang tersebut. Memukuli punggung Anggara guna meluapkan segala emosinya.

Dia kesal, marah, dan hancur. Suami yang selalu dia cintai, selalu dia sayangi, tak ubahnya benalu. Hanya si brengsek pengkhianat tak tahu malu.

"Dasar kamu brengsek! Lelaki tidak tahu diri! Kenapa kamu tega memperlakukan aku seperti ini, hah?!" Clarissa benar-benar kalap, bahkan Denada saja hanya bisa menutup mulutnya ketika melihat reaksi brutal ibu beranak satu tersebut.

Anggara yang telah menjadi sasaran amukan seorang Clarissa, akhirnya berbalik. Menahan pukulan wanita itu dan mendorong tubuh Clarissa hingga si empunya mundur beberapa langkah ke belakang.

"Dasar perempuan gila? Berani kamu melakukan ini?!" Anggara menyorot tajam ke arah istrinya, mendekati wanita 23 tahun tersebut dan menampar pipi Sasa dengan cukup keras.

Tidak hanya sekali, tapi beberapa kali hingga Sasa ambruk ke atas tanah berpaving dengan bibir robek mengeluarkan darah dan pipi yang memar. "Kamu mau mati apa?! Mau mati ya?!" Anggara tidak kalah murka. Dia menjambak rambut Sasa dan mengguncang-guncangkan tubuh ringkih perempuan itu tak kenal ampun.

"Sudah, sayang! Sudah! Untuk apa kamu meladeni dia?!" Perempuan cantik berpenampilan girly itu meraih tangan Anggara, meminta pemuda tersebut untuk berhenti menyakiti Clarissa. "Kalau ada yang lihat, mereka bisa-bisa akan membawa kamu ke penjara!" ujarnya dengan sedikit panik.

"TSK!" Meskipun merasa belum puas menghajar seorang Clarissa, mau tak mau Anggara menyudahi kegiatannya. Ia mendorong tubuh istrinya hingga terjerembab di tanah, meludahinya, sebelum pergi bersama kekasih barunya. Melesat pergi menggunakan mobil sedan putih dengan harga yang cukup fantastis.

Menyisakan Clarissa yang tergolek di atas tanah dengan wajah penuh luka, dan hati yang hancur berkeping-keping. Tak ada seorang pun yang menolongnya. Tidak ada satu orang pun yang peduli padanya. Ia benar-benar seorang diri di dunia ini.

Dengan susah payah, Sasa berusaha bangun, ia mengusap jejak darah dan air mata di wajahnya dan berjalan tertatih menuju ke tempat tinggalnya.

Dan...

BRUUUK

Begitu sampai di dalam rumah, lagi-lagi tubuh Clarissa itu ambruk ke lantai keramik yang dingin. Kilasan kejadian yang menimpanya barusan kembali berputar di otaknya bak kaset. Hingga membuatnya hancur dan merasa terluka.

Wanita yang sudah babak belur tersebut hanya bisa kembali menangis. Meratapi kebodohannya, meratapi nasibnya. Ia begitu hancur, kekecewaannya sudah tak terbendung lagi. Ia marah namun juga merasa sedih. Entah kenapa, keberuntungan seperti tak ingin memihaknya.

Hari ini, merupakan hari yang berat baginya. Bahkan paling menyedihkan sepanjang 23 tahun hidupnya. Perempuan cantik itu hanya bisa terus terisak. Menangis hingga bahunya terguncang pelan akibat sesenggukan.

"Kenapa aku harus mengalami hal-hal semacam ini? Kenapa Tuhan sangat tidak adil padaku? Kenapa..." Ia meremas buku jarinya, dadanya terasa sesak, tak sanggup melalui cobaan hidupnya yang begitu berat.

Ia terus menyalahkan Tuhan karena tak pernah mau mengabulkan semua doanya. Padahal dia tidak meminta banyak, ia hanya ingin bahagia, namun Tuhan sama sekali tak mau mendengarkan keinginannya.

Dari kecil ia sudah diterpa banyak sekali masalah. Dan saat beranjak dewasa pun, masalah itu terus saja datang bertubi-tubi bak air hujan yang turun dari langit.

"Jika Tuhan membenciku, kenapa dia tidak mengambil nyawaku saja sekalian? Mengapa aku harus hidup jika terus menerus mengalami penderitaan?" Ia berteriak keras, menatap ke arah langit-langit. Berharap jeritannya bisa sampai ke Yang Maha Kuasa.

"Kenapa Kau memperlakukan aku seperti ini? Padahal aku selalu taat? Selalu beribadah seperti yang Kau perintahkan? Lalu kenapa, Kau masih saja memberikanku nasib yang buruk? KENAPA?" Air mata

Clarissa tak juga berhenti mengalir. Dan justru semakin menjadi-jadi. Hingga akhirnya, pandangan matanya tertuju pada satu titik.

"Kenapa aku terus saja bernasib sial? kenapa cuma. aku yang menderita Tuhan? Kenapa?"

Clarissa berusaha berdiri meskipun sangat kesulitan akibat luka-luka yang dia alami. Dengan tertatih-tatih dan susah payah ia mengambil sebuah benda yang tergeletak di atas dapur kecilnya.

Sebuah pisau. Bersiap menghunuskan benda kecil itu tepat di lehernya sendiri. Ia sudah tidak ada semangat untuk hidup lagi.

Dan...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status