Share

Pesona Mantan Istri
Pesona Mantan Istri
Author: Rina Novita

Bab 1. Talak

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2023-02-21 11:23:30

"Lidia indahsari, hari ini Aku talak Kau."

Wanita yang sudah kunikahi selama tiga tahun itu menangis tergugu di hadapanku. Badannya luruh seketika setelah mendengar ucapan talak dariku. Ia terduduk bertumpu lutut persis di hadapan kakiku di lantai kamar kami. Kamar yang berukuran cukup luas yang akhir-akhir ini selalu berantakan, membuatku tak betah berlama-lama di dalamnya.

"Apa salahku, Mas?" tanyanya terisak seraya memeluk kedua kakiku. Bulir-bulir bening semakin deras membasahi pipinya.

"Kau tidak salah, Dek. Hanya nasibmu saja yang buruk. Lihatlah tubuhmu yang semakin kurus. Wajahmu yang pucat. Sungguh tidak sedap di pandang." Aku berusaha berbicara lembut agar tak menyakiti hatinya. Selama ini aku telah berusaha menjadi suami yang baik dan tidak kasar. Aku selalu berusaha untuk menjaga perasaannya.

"Tega sekali kamu, Mas ... hu ... hu ... hu!" Dia tergugu dan tertunduk. Tubuh kurusnya bergetar karena menangis.

"Justru lebih baik kita berpisah saat ini, Dek. Daripada nanti kau makan hati karena sikapku," sahutku dengan hati-hati, karena aku tak ingin menyakitinya lagi lebih dalam.

Dulu aku meminta pada kedua orang tuanya dengan baik-baik. Kini aku akan mengembalikannya dengan cara baik-baik pula.

"Aku sedang berobat, Mas. Bersabarlah, Aku pasti sembuh, Mas." Dia berusaha merayuku. Namun hatiku sudah bulat. Sampai kapanpun aku tak akan mempan dirayu lagi olehnya.

Aku Yusuf Kurniawan. Umurku masih muda. Karierku yang sedang sukses membutuhkan seorang pendamping yang bisa mensuportku setiap saat.

Dulu, Lidya adalah wanita yang sangat cantik dan energik. Banyak pria yang ingin mempersutingnya. Beruntungnya aku yang bisa meluluhkan hati wanita hebat itu.

Lidia selalu melayaniku dengan baik. Selalu menyiapkan segala kebutuhanku dengan cekatan. Sungguh seorang istri idaman.

Namun beberapa bulan yang lalu, tubuh istriku itu semakin hari semakin kurus, Dia sering demam dan batuk-batuk. Jangankan untuk mengurusku, merawat dirinya saja dia tak mampu.

Akupun enggan untuk membawa Lidia ke acara-acara kantor. Sebentar-sebentar ia terbatuk-batuk. Hingga menjadi pusat perhatian dan pembicaraan orang-orang kantor. Tak sedikit orang yang menghindar darinya. Sungguh memalukan.

"Kau boleh membawa apa saja yang ada di rumah ini. Aku akan antar kau ke rumah orang tuamu," ujarku yang masih berbaik hati padanya, sebagai mantan suami yang bertanggung jawab.

Lidia menatapku nanar di balik sisa air matanya. Kilatan amarah terlihat jelas di netranya. Entah apa yang dia pikirkan. Seharusnya dia sadar akan kekurangannya saat ini. Mana mungkin aku mempertahankan istri tak berguna seperti dia.

Ah, biarlah. Aku tidak peduli. Mau sedih atau marah sekalipun, kini dia bukan istriku lagi.

"Ayolah cepat Lidya. Aku ada meeting malam ini. Jangan membuang-buang waktuku."

Aku tak sabar melihat Lidia yang lamban. Lihatlah! Apapun yang wanita itu kerjakan tidak ada yang beres. Memasukkan pakaiannya saja ke dalam tas sejak tadi belum juga selesai.

Air mata terus mengalir dari kedua pelupuk matanya. Selalu saja seperti itu. Bagaimana suami mau betah di rumah. Jika setiap saat di sambut dengan air mata.

Aku mengantar istriku ke rumah orangtuanya yang masih satu kota denganku. Sebenarnya aku enggan ke sana. Karena bapaknya pasti tidak terima dengan keputusanku ini. Tapi sebagai suami yang sangat bertanggung jawab, maka aku kembalikan Lidia dengan cara baik-baik.

Sepanjang jalan Lidia hanya diam. Namun air matanya sesekali mengalir membasahi kedua pipinya. Sungguh aku muak melihatnya.

Bersyukur jalanan tidak macet. Setelah perjalanan selama kurang lebih satu jam, kamipun tiba di depan sebuah rumah sederhana berpagar putih milik orang tua Lidia. Karena berniat tak ingin berlama-lama nanti di sana, aku sengaja memarkir mobilku di depan pagar saja.

Perlahan Lidia turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam pagar. Aku mengikutinya dari belakang.

"Assalamualaikum , Pak, Bu."

"Waalaikumsalam."

Terdengar sahutan dari dalam. Tanpa disuruh, Lidia sontak masuk ke dalam rumahnya.

"Ibu ... Bapak ... Hu ... hu ... hu ..!"

"Ada apa ini, Nak? Kamu kenapa Lidia?" Ibu mertuaku bingung melihat Lidia yang langsung menghambur ke pelukannya dan menangis tergugu.

Dasar perempuan cengeng. Tidak lelahkah kau menangis terus, Lidia? Aku sudah muak melihat tangismu.

"Yusuf! apa yang kau lakukan pada anakku, hah?" Bapak mertuaku tampak geram dengan wajah menggelap.

"Maafkan Aku, Pak. Aku mengembalikan Lidia pada bapak. Mulai hari ini Lidia bukan istri saya lagi."

Huff ... akhirnya aku bisa mengatakannya. Lega rasanya.

"Apaaa? Apa salah Lidia padamu?" Wajah pria paruh baya itu semakin memerah dengan mata melotot padaku.

"Banyak, Pak. Salah satunya, Lidia sudah tidak mengurusku dengan baik," jawabku mantap. Ya, memang itu salah satu alasanku menceraikannya.

"Tidak mungkin, Lidia sangat patuh dan selalu mengurusmu dengan baik," sahut ibu mertuaku.

"Ya. Itu dulu sebelum anak Ibu ini sakit." Aku menjawab apa adanya.

"Jadi karena Lidia sakit kamu menceraikannya? Di mana hati nuranimu, Yusuf? Sungguh tega sekali kamu!" Wajah ibu mertuaku mulai merah padam.

"Hei, Yusuf! Kalau istri sakit itu ya diobati.

Bukan malah di cerai. Dasar laki-laki nggak bertanggung jawab!" hardik ibu padaku.

"Sudahlah Pak, Bu. Aku tidak apa-apa. Biarkan Mas Yusuf pergi." Lidia berusaha menenangkan kedua orang tuanya.

"Baiklah, Pak, Bu. Saya pamit." Aku menyalami kedua mantan mertuaku itu untuk yang terakhir kalinya. Sementara Lidia hanya menatap sinis padaku. Sepertinya mantan istriku itu sangat marah dan tak terima. Apakah dia dendam padaku?

Biarlah, aku tak peduli. Lagipula aku tak akan pernah menemuinya lagi setelah ini. Untuk surat perceraian kita nanti, biarlah pengacaraku yang mengurusnya.

Setelah pamit, aku melajukan mobilku ke suatu tempat. Ah, lega rasanya. Aku tidak akan menyakiti Lidia lagi. Berbulan-bulan perasaan bersalah itu selalu muncul. Dan kini saatnya aku bisa menjalani hidupku tanpa beban.

Aku tiba di depan sebuah rumah minimalis yang aku beli tiga bulan yg lalu tanpa sepengetahuan Lidia. Tak lupa kubawa seikat bunga yang sempat kubeli di perjalanan tadi. Lalu keluarlah seorang wanita cantik yang begitu mempesona.

Rena, wanita muda dan energik yang aku nikahi secara siri sejak tiga bulan yang lalu. Tubuhnya yang berisi dan seksi serta wajahnya yang selalu bersinar. Membuatku selalu ingin pulang ke rumah ini.

"Mas, Aku kangen." Rena memelukku manja. Ia terpekik ketika kuberi seikat bunga mawar putih kesukaannya.

"Aku ada kabar baik untukmu, Sayang."

"Kabar baik apa, Mas?"

"Aku telah menceraikan Lidia dan mengembalikannya pada orang tuanya."

"Benar itu, Mas?" Wajah Rena berbinar.

Aku tak sabar ingin memiliki wanita ini seutuhnya. Ingin kujadikan wanita ini sebagai istri sahku sekarang. Tidak hanya sah di mata agama, namun juga disahkan oleh negara.

Kamipun merayakan kebahagiaan ini dengan menghabiskan malam yang indah berdua. Wanita yang selalu membuatku candu untuk selalu bersamanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
luthfi khawas
dasar laki" biadab istri sakit bukanya di bawa berobat malah di cerai.
goodnovel comment avatar
Ayyliana
cerita Kak Rina selalu candu..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Mantan Istri   Bab 50. Gagal Liburan

    Kami sedang menuju kampung halaman Naila. Walau kak Fahri keberatan, Mama tetap bersikeras mau ikut mendampingi kami. Akhirnya Kak Fahri menyerah. Justru aku sangat senang jika mama ikut. Mama bisa menjadi penengah diantara kami. Suasana di dalam mobil agak canggung. Kak Fahri menyetir mobil ditemani Bondan yang duduk disampingnya.Naila dan aku duduk di kursi tengah. Sementara Mama memilih pergi dengan mobilnya sendiri dengan seorang supir yang menyetir mobilnya. Mobil kami beriring-iringan hingga sampai ke kampung halaman Naila yang masih terletak di daerah jawa barat. Mobil berhenti di depan sebuah rumah sederhana namun cukup luas dan bersih. Menurut Naila dia sudah menceritakan semuanya pada bapak dan ibunya semalam lewat telpon. Jadi sepertinya mereka sudah siap-siap menyambut kedatangan kami. Naila menghambur ke pelukan seorang laki-laki tua sambil menangis tergugu. "M-maafkan Nai, Pak! Nai sudah banyak bohong sama Bapak." "M-maafkan Nai, Bu!" Seorang wanita setengah ba

  • Pesona Mantan Istri   Bab 49. Cerai

    Kak Fahri bilang malam ini dia akan menyelesaikan masalah Naila. Suamiku itu telah meminta Naila untuk datang selepas isya. "Lidia, Aku butuh dukunganmu. Malam ini aku akan menceraikan Naila. Lalu, tolong biarkan dia tinggal di asrama putri hingga masa iddahnya habis." Entah kenapa dadaku selalu bergemuruh setiap Kak Fahri membicarakan Naila. Rasanya sangat sakit jika mengingat mereka pernah terikat dalam ikatan pernikahan. Walaupun Kak Fahri bilang akan menceraikan wanita itu, tapi hati ini terasa panas dan membara saat mendengar namanya. "Lidiaa ..." Kak Fahri membelai lenganku lembut, karena aku hanya bergeming. Kemudiam suamiku itu menggenggam erat jemariku. "Lidia Sayang, di hati ini hanya ada kamu seorang. Tak pernah berubah sejak dulu." "Halaah, gombal!" ketusku spontan. Kak Fahri terkejut dengan sikapku. Suamiku itu kemudian menjatuhkan bobotnya di sofa ruang tamu ini. Entah kenapa aku kini merasa risih setiap menerima sikap mesra dari kak Fahri. Apakah aku terlalu ke

  • Pesona Mantan Istri   Bab 48. Kekasih Naila

    POV FAHRI "Assalamualaikum, Ustad. Ada seorang pria yang hendak bertemu dengan Ustad." Seorang santri masuk ke ruanganku. "Siapa?" "Dia bilang namanya Bondan, Ustad." Sontak aku berdiri. "Cepat suruh orang itu masuk!" pintaku tak sabar. Tak lama santri itu keluar dan menyuruh pria yang bernama Bondan itu masuk. "Assalamualaikum, Ustad Fahri!" Seorang pria tinggi dengan tubuh kekar, memakai kaos kerah bergaris, celana jeans dan peci di kepalanya. Jika diliat dari penampilannya yang bersih dan rapi, sama sekal tidak menampakkan dirinya seorang preman. "Waalaikumsalam! Silakan duduk ...!" "Terima kasih, Ustad." "Apa benar kamu yang bernama Bondan?" Pria itu mengangguk sopan. "S-saya Bondan. Saya pernah dekat dengan Naila." Aku menatap tajam pada pria di hadapanku ini. Bagaimanapun juga aku harus tetap waspada. Namun wajahnya sekilas ada kemiripan dengan Ibrahim, Anak Naila. Semoga saja ada titiik terang. "Kenapa kamu dulu putus dengan Naila?" pancingku. "Saya nggak pernah

  • Pesona Mantan Istri   Bab 47. Bertemu Naila

    Sebenarnya datang bulanku sudah telat satu minggu. Namun aku belum berani berharap apapun. Apalagi dengan masalah yang aku hadapi saat ini membuatku merasa lebih tegang dan banyak pikiran. Rasanya begitu lelah. Pagi ini seperti biasa Kak Fahri sudah berangkat ke pesantren. Mama masih menginap di sini. Hanya Mama yang membuatku kuat saat ini. Beliau begitu menguatkan diriku. Persis ketika aku terpuruk saat sakit dan diceraikan oleh Mas Yusuf dulu. Mama Anne juga yang memberiku semangat agar bisa sehat kembali. Menurut Jeng Putri saat itu, yang bisa menyembuhkan tubuh kita adalah diri kita sendiri. Sejak tadi aku tak melihat Mama Anne keluar kamar. Setelah sarapan tadi, Mama masuk lagi ke kamar. Namun sepertinya Mama sedang menghubungi seseorang. Sejak tadi tak henti-hentinya Mama berbicara dengan seseorang lewat ponselnya. Akan tetapi tak begitu jelas apa yang sedang Mama bicarakan. Ya Allah, kenapa perutku sakit sekali? Aku bergegas ke kamar mandi. Kekecewaan kembali kurasakan s

  • Pesona Mantan Istri   Bab 46. Terjebak

    POV FAHRI Assalamualaikum ..." Aku tersentak dari lamunan saat mendengar seseorang datang mengucapkan salam. "Naila..?" "Ustad ...!" Tiba-tiba saja Naila menghampiriku dan meraih tanganku, lalu menciumnya. Aku yang masih terkejut tak sempat mengelak. "Hei! Lepaskan tangan anakku!" Ternyata Mama dan Lidia telah berada di belakangku. Ya Allah, Lidia tampak sangat sedih dan terpukul. Wajahnya pucat dan sembab. "Kamu Naila, kan? Apa kamu lupa peraturan yang ada di pesantren ini?" Mama memandang sinis pada Naila. "Iy-iyaa, Bu. Tapi ..., Ustad Fahri adalah ...""Kenapa dengan anak saya? Apa yang hendak kamu katakan?" Mama menatapku tajam seolah menyimpan kecurigaan. Apa yang hendak dikatakan Naila? Apa dia akan membongkar semuanya di depan Mama? "Ustad Fahri adalah ... suami saya." Ya Allah, Naila ... "Apaaa?" Mama terpekik mendengar ucapan Naila barusan, hingga membuatku menghempas napas kasar. Tidak seharusnya dia mengatakannya sekarang. "Fahri! jelaskan pada mama sekarang

  • Pesona Mantan Istri   Bab 45. Aib Lima Tahun Yang Lalu

    Pov Fahri Mama dan Lidia masuk ke dalam kamar. Tinggal aku sendiri berada di ruang tamu ini. Masalah Naila sungguh membuatku pusing. Seharusnya sejak anaknya itu lahir, aku segera menceraikannya. Namun aku juga nggak tega mendengar bapaknya yang sedang sakit-sakitan. Orang tuanya pasti sangat terpukul jika tahu keadaan anaknya yang sebenarnya. Tiba-tiba saja kejadian lima tahun yang lalu kembali terlintas di benakku. Saat itu Nenek masih hidup. Aku sudah mulai membantu nenek mengajar para santri di pesantren. Naila adalah salah satu alumni yang juga mengajar di pesantren ini. Kami memang sering bertemu di acara-acara khusus dan rapat pengurus pesantren. Walau aku bukan lulusan pesantren, tapi Nenek bersikeras agar aku mau mengajar dan menggantikan beliau kelak. Mama menyekolahkan aku di bidang bisnis dengan harapan bisa ikut mengelola perusahaan Mama di jakarta dan di luar negeri. Namun setelah lulus S2, aku lebih memilih tinggal dan membantu Nenek di bogor. Bagaimanapun juga, Nen

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status