Halo, aku mau info bab selanjutnya aku up agak malam ya, Kak hehehe. Mungkin sekitar jam 7 or 8?
Fyuhhhh~Claudia membuang napasnya setelah menyadari jika apa yang dia tanyakan pada dirinya sendiri adalah pertanyaan bodoh.Dia kembali melanjutkan langkah, segera keluar dari rumah setelah mengucapkan, “Aku pergi,” yang langsung disahuti Larissa dengan teriakan, “Hati-hati.”Jika berita itu benar, Ryuga dan Bellanca akan menikah, maka itu bagus untuk Claudia. Kontrak pertunangan keduanya akan berakhir. Bukankah itu kabar baik?“Berangkat sekarang, Mbak?” Claudia memfokuskan pandangan ke arah Dirga lalu mengukir senyum di bibir cherry-nya.“Uhm I-iya,” angguk Claudia.“Mbak dijemput siapa?” tanya Dirga penasaran.Claudia mengangkat kedua alisnya, “Haa?”Lalu jari telunjuk Dirga menunjuk ke luar pekarangan rumahnya, tepat pada sebuah mobil hitam yang sudah terparkir di sana. Mata Claudia memelotot seketika.‘Kok Ryuga cepat banget datangnya!?’ Batin Claudia tak habis pikir.Dia memutar otaknya cepat. Lagi-lagi Claudia harus menciptakan kebohongan di depan pemuda ini.“Mbak … pesan l
“Kamu mempermasalahkan hal sekecil itu, Claudia?”Ryuga tak mengira jika Claudia akan mengatakan demikian. Ekor matanya terus melirik Claudia yang tampak kelihatan murung.Di tengah-tengah itu, ponsel Ryuga berdering. Nama sekretarisnya tertera di layar ponsel yang Ryuga taruh pada dashboard mobil. Tangan Ryuga langsung mengambil headset tanpa kabel untuk menyambungkan telepon.“Ya, Diana?”Sekilas Claudia melirik Ryuga lalu mengalihkan pandangannya keluar jendela. Pagi ini suasana hatinya buruk sekali.“Katakan pada Bella untuk menungguku.” Suara Ryuga mengudara lagi.Mendengar nama Bellanca disebut, Claudia menahan napas. Rasanya oksigen di dalam mobil Ryuga membuat dadanya sesak.“Claudia,” panggil Ryuga setelah dia mematikan telepon dengan Diana.“Bisa turunkan aku di depan, Ryuga?” Claudia mengangkat jari telunjuknya ke arah halte bus.“Jangan konyol, Claudia. Untuk apa kamu turun di sana?” tanya Ryuga dengan ketus.Claudia mengepalkan kedua tangannya yang diletakkan di atas paha
UHUKKK UHUKKKSeorang gadis tersedak saat tengah meminum susu kotak strawberry miliknya. Pemuda di samping gadis itu langsung mengalihkan perhatiannya dari ponsel demi melihat keadaan kekasihnya.“Pelan-pelan ‘kan bisa minumnya? Nggak ada yang bakal minta susu kotak strawberry lo, Aruna,” omelnya sambil meraih tissue yang ada di meja kantin.Ya, gadis yang tersedak itu Aruna. Dia hendak meraih tissue yang disodorkan Dirga. Namun, ternyata pemuda itu membersihkan area mulut Aruna dengan tissue tersebut.“He-he iya maaf, aku kaget,” ringis Aruna. Dia bersyukur tersedak karena Dirga yang biasanya cuek jadi perhatian seperti ini.Manik hitam Dirga menatap Aruna tajam. Pemuda itu menarik tangannya dan membuang tissue itu ke tong sampah tak jauh dari tempat duduknya.Lalu Dirga dengan cuek kembali ke aktivitasnya semula, fokus dengan ponselnya, mengabaikan Aruna.“Kamu nggak nanya aku kaget kenapa, Dirga?” tanya Aruna memasang wajah murungnya seketika.“Nggak penting,” sahut Dirga datar.Ar
Setelah sampai di ruangan dosen, Aruna malah mematung. Dia mendadak ragu untuk menghampiri Claudia yang sedang duduk di mejanya.Sosok wanita cantik itu tampak memikirkan sesuatu.‘Apa baiknya aku nggak perlu kasih tahu Bu Claudia?’ tanya Aruna dalam hatinya. Gadis itu takut mengganggu pekerjaan Claudia.Namun, belum sempat berbalik, Claudia lebih dulu menemukan presensi Aruna. Claudia melambaikan tangan, menyuruh Aruna menghampirinya.Di tempatnya berdiri, Aruna menggelengkan kepala. ‘Kayaknya nggak deh.’Lantas Aruna buru-buru berbalik dan melangkahkan kakinya ke luar dari ruangan dosen.“Lho, kenapa?” Melihat kepergian Aruna, Claudia bangkit dari duduknya dan cepat menyusul gadis itu keluar.Untungnya, langkah Aruna tidak secepat langkah Ryuga sehingga Claudia masih bisa menyusulnya.HAPClaudia menangkap lengan kiri Aruna. Tubuhnya maju ke depan untuk berhadapan dengan Aruna“Kenapa pergi? Kamu mau temui Ibu?” tanya Claudia menaikkan satu alisnya.Satu tangan Aruna naik untuk meng
Sempat salah mengambil langkah, Ryuga terdiam sejenak setelah Claudia mematikan sambungan telepon. Ryuga cukup merasa bersalah dengan menurunkan Claudia pagi tadi. Dan perasaan itu kembali menghantuinya.Manik hitam Ryuga menyorot tajam ke arah Bellanca. “Aku tidak akan membuat kesepakatan apa pun, Bella. Jika memang kamu berani mengungkap identitas Aruna, silakan saja …,” jeda Ryuga sambil bangkit dari duduknya.Setelah Bellanca mengancamnya di kantor, Ryuga belum sempat bisa membahas itu karena dia memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan. Maka, Ryuga sepakat menemui Bellanca di kediamannya untuk membicarakan hal ini.Namun, saat Ryuga pergi ke kamar mandi sebentar, Bellanca malah dengan lancang mengangkat telepon dari Claudia.“Tapi, akan ada harga yang harus dibayar ‘kan?” dengus Ryuga dengan nada final.Tanpa harus menunggu Bellanca merespons ucapannya, Ryuga pergi meninggalkan kamar hotel Bellanca dengan langkahnya yang super cepat.Ryuga harus menemui Claudia. Dia menduga Bella
Sesekali menolak Ryuga bukan masalah besar ‘kan?Claudia mendadak gelisah dalam duduknya sambil mengigiti bibir bawahnya. Satu tangannya masih setia menggenggam ponsel yang sudah diatur dalam mode hening. Sudah tiga kali Ryuga menelepon Claudia. Namun, tak ada satu pun yang Claudia angkat.Sekarang Claudia sudah mengganti bajunya dengan piyama. Wajah tanpa polesan make up membuat Claudia tetap cantik natural. Rambutnya juga dicepol tinggi-tinggi. “Dir, ponsel lo angkat dulu gih. Berisik banget,” keluh Aland yang merasa terganggu dengan aktivitas keduanya yang sedang bermain playstation atau PS.“Mbak, tolong angkat teleponnya dong. Bilangin sama Aruna gue lagi nggak mau diganggu.” Kepala Dirga menoleh ke belakang sambil menyodorkan ponsel miliknya. Claudia yang duduk di sofa langsung menghindar. Kedua tangannya menyilang di depan dada.“Bilang sendiri, Dirga,” titah Claudia menolak permintaan pemuda tersebut.Maka, tak ada pilihan lain, Dirga menyimpan stik PS, dan langsung pergi men
Tidak mungkin Claudia tidak tergoda dengan tawaran Ryuga. Menginap di apartemen mewah dengan fasilitas lengkap serba ada.Claudia sangat tertarik dengan kursi pijatnya. Membayangkan setelah seharian penuh bekerja lalu bisa merilekskan badan di kursi itu sungguh kenikmatan yang tiada tara.‘Haish, sadar diri kamu, Claudia!’Claudia merasa jengah. Matanya memicing ke arah Ryuga. “Berhenti menggodaku, Ryuga,” ucapnya dengan sedikit kesal.Ryuga mendengus tak percaya dengan tingkah Claudia yang jauh lebih berani padanya.“Aku tidak menggodamu, Claudia. Aku serius,” bantah Ryuga. “Kalau kamu butuh tempat untuk istirahat dan tidak ingin diganggu, menginap di apartemenku saja.”Apa-apaan Ryuga ini!? Memang boleh memperlakukan tunangan kontraknya sebaik ini? “Terima kasih sebelumnya, Ryuga,” sahut Claudia seadanya.Pria itu menghela napas. Dia menatap Claudia serius. “Apa yang kamu dengar dari Bella di telepon tadi?” Ryuga mengganti topik pembicaraan. Tidak, sejak awal Ryuga memang ingin men
Sejujurnya Claudia tidak tahu harus merespons Ryuga dengan cara seperti apa. Tapi, seperti yang sudah-sudah refleks respons Claudia selalu buruk.“Apa rasanya nggak berlebihan kamu memberikan bunga–“–Ryuga Ryuga,” potong Claudia seraya menahan tangan Ryuga yang ingin membuang buket bunga tersebut ke tong sampah di dekatnya.“Kamu mau buang bunganya?” tanya Claudia tidak habis pikir.Ryuga mendengus. “Hanya jika kamu tidak menginginkannya, Claudia.”Wanita itu setengah bangkit dan langsung mengambil alih buket bunga di tangan Ryuga. Claudia rasa dia tidak mengatakan tidak mau.“Aku tahu uangmu banyak, Ryuga. Tapi, ini namanya buang-buang uang. Kamu juga nggak menghargai florist kalau gini namanya–Ucapan Claudia terputus kala Ryuga menempelkan jari telunjuk di bibirnya sendiri.“Seharusnya kamu terima bunganya sejak awal, Claudia.”Pria itu memutuskan kembali duduk di kursinya dan mengambil jeruk untuk dikupas kulitnya. Sejenak Claudia hanya memandang buket bunga itu. Dia berpikir pad
Akan tetapi, sekeras apapun Claudia berpikir untuk tidak bersikap berlebihan, dia malah semakin menjadi-jadi. Apalagi setelah mendengar teman-temannya bergosip mengenai sesuatu yang Claudia sangkutkan dengan sikap Ryuga.“Eh eh, tahu nggak Bu Vika katanya lagi dalam proses perceraian dengan suaminya?”Selagi menunggu makanan mereka tiba, Idellia yang baru datang bergabung membuka topik obrolan.Ya, Claudia tengah berada di sebuah pusat perbelanjaan bersama teman-temannya usai mencari kado.“Mulai deh, gosip dari mana?” Setengah penasaran, Zoya menyahut.“Kabarnya ramai tadi di ruang dosen.” Kebetulan Idellia ada kelas pagi sehingga dia tidak bisa ikut bersama teman-temannya yang lain mencari kado untuk hadiah Lilia. Dia baru bisa menyusul setelah jam-nya selesai.“Heh, kenapa malah ditanggapi, sih?” Praya memelototkan matanya.Memang, tak jarang di ruangan dosen banyak memiliki bahan gosip untuk dibicarakan. Akan tetapi, pertemanan mereka sangat menghindari untuk membicarakan orang la
Natasha Blair. Wanita yang berstatus sebagai mantan istri Ryuga sekaligus ibu kandung Aruna membuat Claudia uring-uringan sepanjang malam. Tidurnya sama sekali tidak nyenyak. Bagaimana bisa Claudia tidur nyenyak sementara dia mengetahui Ryuga ternyata bersama Natasha tadi malam?! Sekalipun semalam Ryuga menyusul pulang, tidur di sebelahnya, memeluknya, membisikkannya kalimat cinta, tapi tetap saja perasaan bernama cemburu itu menelusup hadir. Claudia bahkan tidak lagi merasa sedih karena keadaan janinnya. Wajah Natasha kelihatan pucat. Badannya juga tampak kurus dari terakhir Claudia melihatnya satu tahun terakhir. Itu menyita pikiran Claudia. ‘Sebenarnya Natasha kenapa? Kenapa bisa semalam Ryuga ada di sana? Dan kenapa Ryuga harus berbohong segala jika dia menemui mantan istrinya, bukan Dokter Tirta?!’ Keributan di dalam isi kepala Claudia itu tidak berani dia suarakan langsung pada Ryuga. “Makan yang banyak, Clau.” Suara lembut penuh keibuan itu menyadarkan lamunan Claudia.
Beberapa jam setelah ditinggal sendirian, Claudia gelisah. Pasalnya janin di dalam perutnya kembali bergerak, menendang ke bagian area perut bawahnya. Pergerakan itu membuatnya tidak nyaman. Dia sudah bergonta-ganti posisi, tapi tidak kunjung membuat perasaannya membaik. “Kamu baik-baik saja ‘kan?” tanya Claudia, membuka komunikasi dengan janinnya. Dia mencoba untuk ke luar dari kamar. Namun, baru berjalan sebentar, napasnya sudah terasa sesak. Rasanya ada yang tidak beres. Maka, Claudia meraih ponsel dan menghubungi seseorang. Untungnya tidak butuh waktu lama panggilan itu langsung terhubung. “Ya, sayang? Tumben kamu menelpon malam-malam?” Claudia menghela napas lega. “Ibuuuu,” panggilnya pelan. Sejujurnya, dia merasa tidak enak menelpon ibu mertuanya malam-malam begini. Yap, seseorang yang dihubungi Claudia adalah Emma. “Beritahu Ibu, ada apa, hmm?” Di seberang sana, Emma baru saja kembali dari sebuah acara perkumpulan geng sosialitanya. Dia terduduk di sofa usai mengangkat
Ternyata Claudia juga tetap tidak bisa membujuk Ryuga.Sesuatu yang menyangkut dengan Aruna, tidak bisa didebat dengan Ryuga. Claudia kalah suara.“Aku percaya Aruna bisa mandiri tanpa kita. Tapi, di luar sana terlalu tidak aman, Claudia. Lepas dari pengawasanku, bisa saja keluarga Adiwilaga dan Blair berbuat sesuatu,” jelas Ryuga cukup panjang siang itu.Keduanya berbicara di dapur. Sementara Aruna sudah masuk kembali ke kamar tamu atas perintah Claudia.Mendengar nama belakang Blair, seketika Claudia menaikkan satu alisnya. “Keluarga Blair? Natasha punya keluarga, Mas Ryuga?”Dari cerita yang Claudia dapatkan, Natasha sudah dicoret dari keluarga Blair bahkan tidak lagi dianggap putri dari keluarga tersebut saat mengetahui Natasha hamil di luar pernikahan. Pun, saat Ryuga memutuskan menikahinya, itu tak membuat keluarga Blair bisa kembali menerima Natasha.Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Dia mengusap wajahnya, tampak sedikit frustasi. Manik hitamnya memberikan sorot kegelisahan.“Se
Kabar mengenai proses persalinan Lilia belum sampai di telinga Claudia. Karena saat ini, wanita yang juga tengah hamil itu masih tampak santai bahkan merasa tidak sabar untuk menghadiri festival di dekat tempat tinggalnya. Dia mengetuk pintu kamar tamu. “Aruna,” panggil Claudia. “Siap-siapnya sudah atau belum?” sambungnya. Claudia sudah siap dengan gaun di bawah lutut berwarna hitam yang dikenakan. Sebelum Ryuga berpamitan pergi karena Aji membutuhkan bantuannya, suaminya itu sudah menyiapkan gaun tersebut dan menaruhnya di tempat yang bisa Claudia jangkau dengan mudah. “Tunggu sebentar, Mom!” Bibir cherry Claudia menyunggingkan senyum ketika pintu kamar di hadapannya terbuka. Namun, dia mengernyit kebingungan mendapati Aruna ke luar dengan menggendong tas ransel pink miliknya. “Na … kita hanya mau ke festival, kenapa kamu membawa ransel segala?” tanya Claudia memperhatikan putrinya lamat-lamat. Ditodong dengan pertanyaan itu, seketika membuat Aruna tidak memiliki pilihan selain
“Jangan mengebut, santai saja, Yel.” Mendengar ucapan perintah itu, Riel melirik wanita yang duduk di kursi penumpang dengan tatapan horror. Bisa-bisanya dalam kondisi genting seperti sekarang, dia menyuruh Riel untuk mengemudi dengan santai?! “Kamu akan melahirkan, Lilia.” Dengan suaranya yang dalam, Riel mengingatkan. Keseluruhan tangannya mencengkram setir erat-erat. Di sampingnya, Lilia memasang wajah tenang. Tampak kesakitan, akan tetapi Lilia menunjukkan seolah sakit yang dia rasakan bukan sesuatu yang besar. “Aku tahu dan aku tidak akan melahirkan di sini kok, aku tidak akan mengotori mobil mewahmu,” kata Lilia. Dia sedikit meringis, “Hanya saja, maaf, celanaku sekarang basah.” Ya, cairan yang tampak membasahi kaki Lilia adalah air ketuban yang pecah. “Apa masalah itu penting?” sindir Riel kentara menunjukkan perasaan kesalnya. Sebenarnya, apa yang ada dalam pikiran Lilia? Riel hanya ingin tiba lebih cepat supaya dia bisa segera ditangani. Melihat ketuban Lilia pecah, Ri
“–Akan tetapi, tolong antarkan aku pergi ke tempat lapangan lari. Aku ingin jalan-jalan pagi.” Riel memukul stir yang dikemudikannya lalu memutar mobilnya ke arah tempat lapangan lari. Bisa-bisanya dia menuruti permintaan Lilia, dan parahnya membiarkan wanita yang tengah mengandung anaknya itu keluyuran sendirian. Sesaat, hatinya dilanda perasaan bersalah. Riel menyadari bahwa semakin hari, setiap minggu, dan beberapa bulan ke belakang sikapnya sangat acuh pada istrinya itu. “Ayo, angkatlah,” gumamnya pelan. Dia memutuskan menghubungi Lilia. Teleponnya aktif. Namun, tidak diangkat. Pikiran Riel terpecah. Sebelum Lilia turun dari mobil, dia sempat menatap Riel seolah ingin mengatakan sesuatu. “Katakan saja.” Berulah saat itu, Lilia mengutarakan pikirannya. Wanita itu mencengkram seatbelt yang sudah terlepas. “Aku serius dengan ucapanku tadi. Ayo berpisah setelah anak ini lahir.” Riel tidak memberikan respons. Manik hitamnya menyorot tajam, mencari kebenaran dibalik pernyataan Li
Ketegangan pagi itu tidak hanya terjadi pada sepasang ayah dan anak, melainkan juga terjadi pada sepasang suami istri di kediaman keluarga Waluyo.“Tidak bisakah kamu membatalkan agar tidak jadi pergi, Yel?”Istri mana yang tidak marah apabila suaminya baru saja pulang beberapa jam, harus kembali pergi meninggalkannya seorang diri … ditambah dengan keadaan hamil besar.Lilia memperhatikan baik-baik Riel yang sudah siap dengan pakaian berkudanya. Ya, Riel akan pergi berkuda bersama rekan-rekan bisnisnya.“Membatalkannya?” ulang Riel lantas menggelengkan kepala. “Itu tidak mungkin. Aku sudah merencanakannya lama dengan teman-temanku.”Setelah Riel kembali untuk menggantikan sang ayah memimpin perusahaan, dia mulai memiliki kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan utama sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menemani Lilia sehingga berujung … mengabaikannya tanpa sadar.“Bagaimana dengan aku, Yel?” tanya Lilia dengan pandangan yang meredup. Perlahan, dia menundukkan pandangan dan mengus
“Daddy!” Sebuah protesan dilayangkan Aruna tepat saat dia diinterograsi Ryuga di ruang tamu bersama Pras. Ya, suara lain itu milik Ryuga. Bukan milik hantu penunggu rumah ataupun kucing jadi-jadian. “Semua yang Daddy tuduhkan pada Kak Pras salah besar,” ucapnya dengan tegas. Aruna sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, ekspresi Ryuga menunjukkan jika dirinya tidak percaya. Kedua alis Ryuga berkedut samar. “Oh, kamu membelanya, Aruna?” Mata besar Aruna memicing menatap ke arah Daddy-nya. Besok-besok, Aruna harus memberikan saran pada Aji untuk memasang CCTV di dalam rumah agar kejadian seperti ini bisa terekam oleh bukti. “Bukan begitu, Daddy …,” geleng Aruna dengan suara yang putus asa. Aruna frustasi. Mencoba menghilangkan ketakutannya, dia berucap, “Mommy mana? Cuma Mommy yang bisa bersikap netral dan tidak kekanakan seperti Daddy.” Aruna tidak peduli lagi jika kemarahan Ryuga bertambah dua kali lipat. Saat Ryuga mengeluarkan tanduk tak kasat mata di kepalanya, Arun