Pertemuan itu sayangnya harus berakhir singkat sebelum Aland berhasil mengajak Anjani berbicara berdua. Tapi, Aland tidak kehabisan akal.Dia berinisiatif mengantarkan Anjani kembali ke hotel yang berjarak dekat dengan hotel yang menjadi penginapannya.“Ini belum larut dan nggak apa-apa buat pulang sendirian, toh aku udah terbiasa.” Anjani sudah menolak selembut mungkin, hanya saja memang Aland yang keras kepala.“Cukup gue yang antar atau mau diantar pulang rame-rame?”Karena tak ingin membuat Aruna kelelahan, Anjani terpaksa memilih opsi pertama. Sepanjang perjalanan pulang, dia tak berhenti membatin, ‘Seharusnya aku tadi nggak menghindari Aland untuk mengobrol. Pasti dia nggak akan ikut sampe ke hotel.’Sesampainya di depan hotel yang menjadi penginapan Anjani, gadis itu menghentikkan langkah lantas berbalik menatap Aland.“Sampai di sini aja, Al. Terima kasih,” ucapnya seraya berpamitan.Belum sempat memberikan respons, Anjani membalikkan tubuh untuk kemudian masuk ke dalam hotel.
Kecanggungan sempat menyelimuti Aruna dan Anjani begitu kedua gadis itu sudah berduaan sesaat setelah melerai pelukan. Aksi menangis tadi membuat Aruna merasa konyol. Tapi, sejujurnya itu melegakan. Tanpa berani menoleh ke arah Anjani, Aruna berkata, “A-aku bingung harus mengatakan apa, Jani.” Keduanya sudah lama tidak saling bicara. Pun, terakhir kali saat bicara, itu dalam keadaan bertengkar. Sangat parah. Di sebelahnya, Anjani juga tidak sanggup menatap wajah sahabatnya. Kedua tangannya saling memilin di atas lutut. Sebelum akhirnya bersuara, Anjani menggigit bibir bagian dalamnya. “Kamu apa kabar, Runa?” Cepat atau lambat, pertemuan ini mungkin tetap akan terjadi. Anjani harus bisa menghadapinya kali ini. Tentu dengan pertanyaan dalam kepalanya: apa ini sudah direncanakan Ryuga? Bukankah pria dari ayah sahabatnya itu sudah berjanji tidak akan membocorkan mengenai keberadaannya?! “Menurutmu, Jani?” Alih-alih langsung menjawab, Aruna malah balik bertanya dengan bibir yang me
Terlalu dini untuk mengeklaim perasaan yang Aland rasakan saat ini. Namun, jika harus dikatakan, perasaan atas nama rindu jauh lebih mendominasi.Entah sudah berapa lama Aland tak mengubah posisi duduknya sambil memandangi Anjani dan Aruna yang tengah berbicara dari hati ke hati. Di sebelahnya, Pras tak tahan untuk menggoda Aland.“Anjani nggak bakal lompat ke laut kali, Al,” ledeknya. Dia menepuk bahu Aland dan duduk di sebelahnya sambil memberinya satu kaleng minuman. “Sana datengin, malah diliatin mulu.”Itu keinginan Aland sejak awal. Namun, sayangnya dia harus mengalah dengan Aruna.“Pokoknya aku harus bicara dulu sama Anjani. Urusan pertemanan nomor satu dibandingkan percintaan! Tolong pengertiannya, Om Al.”Tidak ingin egois, maka Aland pun membiarkan hal itu terjadi. Dan selagi mengisi waktu sambil menatap Anjani yang tampak menggemaskan, Aland memikirkan banyak hal.Pertemuannya dengan Anjani, hubungan keduanya sebelumnya, dan keinginan yang muncul tiba-tiba saat melihat soso
Aruna mengakui segala keindahan yang ada di kota negara ini. Dia, Aland, dan Pras sudah pergi ke beberapa tempat yang sudah direkomendasikan. Akan tetapi, sejujurnya Aruna tidak begitu menikmatinya karena sesuatu. “Gue lihat-lihat lo fokus sama ponsel mulu, Pras.” Aruna pikir suara batinnya terdengar sampai ke permukaan. Dia menegang. Namun, akhirnya mengembuskan kelegaan kala mengetahui bahwa itu adalah suara Aland. “Jangan bilang diam-diam lo ada cewek baru yang mesti dikasih kabar?” Bukan Aland namanya kalau tidak iseng. Dia melirik Aruna yang sudah memasang wajah murungnya. Meskipun menyebalkan, Aland cukup peka terhadap perasaan gadis itu. Dengan santai Pras menunjukkan isi ponselnya. “Gue cuma ngecek beberapa email yang masuk.” Sebenarnya Pras setengah berbohong dan setengahnya lagi jujur. Selain mengecek email, Pras lebih banyak bertukar pesan dengan Ryuga. “Oh,” sahut Aland pendek. Lalu di bawah sana, Aland menyenggol kaki Aruna. Maniknya menatap gadis itu. “Udah gue wa
Keesokan harinya, Claudia dan para kurcaci berkumpul di restoran untuk sarapan pagi. Pun, sudah siap dengan pakaian santai yang akan dikenakan untuk pergi di hari itu.“Mommy tidak ikut jalan-jalan dulu ya hari ini,” beritahu Claudia usai mendorong piring miliknya, menandakan bahwa dia sudah selesai sarapan.Beruntungnya selama kehamilan pertamanya, Claudia tidak rewel soal makanan, pola makannya juga cukup terjaga. Hanya satu perubahan yang cukup signifikan, yakni perasaannya berantakan.“Kalau Mommy nggak ikut, Aruna juga nggak deh,” respons Aruna dengan santai. Mata besarnya memperhatikan Claudia lamat-lamat.Rasanya Aruna gemas sendiri. Bagaimana bisa Claudia bersikap seolah baik-baik saja di depannya, padahal sepertinya tengah ada sesuatu dengan Ryuga.“Claudia ditemani Grammie, sayang.” Suara keibuan Emma mengudara. Jelas-jelas keikutsertaannya dalam liburan ini untuk memantau kondisi menantunya. Dia buru-buru menambahkan, “Kamu jalan-jalan saja sana, menikmati waktu bersama Pra
Huft~Sudah berkali-kali semenjak Anjani kembali ke kamar usai berbicara dengan Ryuga, dia tak henti mengembuskan napas berat.“Aland punya pacar lagi?” tanya Anjani pada dirinya sendiri.Dia yang memutuskan hubungan, dia juga yang menyesal. Pun, tak hanya hubungan dengan Aland, melainkan dengan sahabatnya–Aruna.Anjani kembali teringat ucapan Ryuga. “Kiranya kamu tidak ingin menemui Aruna dan Aland, Om akan berusaha mencegah pertemuan itu terjadi.”Gadis itu masih menimbang dan belum memutuskan.“Tapi, sejujurnya aku juga merindukan mereka.” Anjani tidak mengatakan itu pada Ryuga. Pun, pada ibunya sendiri.Pada bulan pertama kepindahannya, Anjani nyaris menghubungi Aruna melalui akun sosial media. Namun, saat itu Anjani berhasil menahan diri. Bulan kedua, Anjani juga beberapa kali hampir tidak bisa menahan dirinya lagi.Pada akhirnya, Anjani menjadi pandai menahan diri sampai sekarang.Dia mencondongkan tubuh, membuka laci nakas di samping tempat tidurnya, meraih sebuah kotak kecil b