Pras memilih syapa coba tebak~
Mobil yang dikendarai Garvi baru saja berhenti di halaman rumah. Aruna tak sabaran membuka pintu mobil saat melihat Emma dan Cherrish sudah berdiri di ambang pintu.Cherrish, bocah perempuan itu langsung berlari kecil setelah mendengar suara mobil, mengira itu mobil milik Ryuga. Tapi, langkahnya lebih dulu dihentikan Emma yang segera menggendongnya.“Na!” Suara kecil itu berseru nyaring dari arah pintu depan.“Hwaa, Cherrish!” seru Aruna senang, dia langsung menghampiri.Tangannya terulur, ingin sekali menggendong adiknya. Tapi, urung saat menyadari dia baru saja datang dari luar dan belum sempat bersih-bersih.“Pipinya ya ampun ... merah kayak tomat!” Aruna merasa gemas, ingin sekali mencubit pipi adiknya.Cherrish mengulurkan tangan kecilnya, meminta untuk digendong.Melihat itu Aruna tertawa lalu menggeleng pelan. “No, no. Mbak ganti baju dulu, baru bisa gendong kamu.”Meskipun jarang bertemu, tapi Aruna sering melakukan panggilan video. Jadi, Cherrish hapal dengan wajahnya. Ditamb
Keheningan menjawab pertanyaan Anjani. Bahkan suara ramai di sekitar mendadak menjadi mengecil, menyisakan ruang canggung yang menggantung di udara.Anjani pun langsung merutuk dalam hati.‘Astaga, bodohnya kamu, Janiii!’Tapi, seperti biasa, Aland punya caranya sendiri untuk mencairkan suasana. “Kamu tahu ‘kan aku sama Pras kemarin habis berantem. Dia pasti males banget ketemu aku sekarang,” ucapnya dengan nada santai. Lalu pria itu mengerucutkan bibir. “Lagipula pacar ada di depan mata, malah bertanya soal pria lain. Kamu sengaja mau bikin aku cemburu?”Aland tahu itu terdengar konyol, tapi dia pikir Pras harus berterima kasih karena dia bersedia menjadi kambing hitam dadakan.Namun, siapa sangka Aruna malah terkekeh. Dia merasa terhibur atas aksi konyol Aland.“Tau tuh ... Jani. Om Al kalau cemburu beneran, mirip beruang yang lagi mengejar mangsanya. Jadi hati-hati aja.” Aruna malah gemas ingin menakut-nakuti.Dia merasa bersyukur karena dikelilingi oleh orang-orang yang hangat dan
Suasana bandara pagi itu jauh lebih ramai dari biasanya. Kerumunan gadis remaja dan awak media tampak bercampur. Hampir setiap dari mereka mengacungkan ponsel dan kamera profesional untuk bersiap memotret.Melihat itu, Anjani yang tengah berjalan di sebelah Aruna menyeletuk santai, “Runa … mereka nggak mungkin lagi menyambut kepulangan kita, ‘kan?”Aruna hanya terkekeh pelan lalu menggelengkan kepala. “Kayaknya ada selebriti yang baru landing.”Gadis itu sama sekali tak tertarik mencari tahu. Pikirannya saat ini dipenuhi oleh sosok yang bahkan sejak malam tadi belum juga memberikan kabar. Ya, kekasihnya … Pras. Pesan-pesan Aruna hanya dibaca, tanpa dibalas. Terakhir dini hari saat Aruna mencoba menghubungi Pras, ponselnya berakhir tidak aktif.‘Kak Pras keterlaluan! Awas saja, aku nggak akan maafkan dia segampang itu,’ batinnya berteriak.Sementara Aruna melamun, Anjani tetap sibuk memperhatikan sekelilingnya sambil menyeret koper besar. Tiba-tiba dia menepuk lengan Aruna cukup keras
Melihat wajah Diana yang memerah seperti tomat, Garvi tidak bisa menahan senyum kecilnya. “Jangan terlalu tegang. Rileks saja,” ujarnya pelan. Lalu tanpa banyak peringatan, dia mencondongkan tubuh, dan mendaratkan kecupan singkat di pipi kiri Diana. Rileks, apanya?! Mata Diana membola. Dia bahkan belum sempat memprotes ketika tiba-tiba ibu jari Garvi mengusap sudut bibirnya yang masih terasa hangat. Sentuhan itu terasa lembut, membuat detak jantung Diana kembali tak karuan. “Aku terbawa suasana ... maaf.” Refleks, Diana langsung menepis tangan Garvi dari bibirnya. Dia berdeham, berusaha keras mengatur napas dan menata ekspresi wajahnya agar terlihat biasa saja. “O–oke,” gumamnya pelan. Itu semua bisa dimaklumi, karena sejujurnya Diana juga terbawa suasana. Tapi, masalahnya kenapa Garvi harus meminta maaf segala?! Ditambah pria itu terang-terangan masih menatapnya. Diana merasa gila hanya dengan ditatap seintens itu. “Aku sudah memberikan jawabanku. Jadi, kamu bisa pergi, Garvi
“Diana Rachel.”Setiap kali Garvi memanggilnya seperti itu dengan suaranya yang dalam dan berat, sebagian dalam diri Diana dibuat bergidik. Dia merasa diinginkan dan dilihat … sebagai seorang wanita.Dan karena itulah Diana selalu protes ketika Garvi menyebut namanya tanpa embel-embel yang lebih formal atau sopan. Dia tidak berani menginginkan lebih.Kemudian Diana menurunkan jinjitan kakinya perlahan. Dia masih tidak percaya kalimat yang terlontar dari mulutnya barusan. “Tidak ada salahnya mencoba, ‘kan?”Sial. Itu terlalu vokal. Padahal, semalaman dia masih dibuat bimbang. Sudah lama semenjak Diana terakhir kali menangisi seorang pria.Dia banyak memikirkan tentang Garvi.Apakah dia cukup layak untuk menjadi teman kencan pria sekelas Garvi Adiwilaga? Pria itu … dua tahun lebih muda. Garvi juga berasal dari keluarga terpandang. Diana mengetahui dia sedang dipersiapkan untuk menjadi penerus dari Adiwilaga Group.Namun, di sisi lain, siapa Diana Rachel? Hanya wanita biasa tanpa keluarg
Penampilan Argus Adiwilaga beserta sikapnya dinilai arogan dan menakutkan. Banyak kolega bisnis dan musuhnya menganggap demikian. Semua orang merasa segan saat berhadapan dengannya. Tapi, sebenarnya Argus hanya manusia biasa. Dia memiliki perasaan dan bisa berbuat kesalahan, sama seperti manusia lainnya. Dan kesalahan Argus adalah … bertemu Natasha. Namun, di sisi lain Argus tak menyalahkan atas kehadiran Aruna. Dia justru membenci dirinya sendiri dan juga membenci Natasha sebab wanita itu meninggalkan Aruna beberapa jam setelah melahirkan. Membayangkan tidak ada Ryuga saat itu, pernikahan Argus dan Kinara mungkin tidak akan bisa diselamatkan. Di usianya yang begitu muda untuk menjadi seorang ayah, Ryuga mengatakan, “Bukan Natasha ataupun kamu yang akan merawatnya. Melainkan, aku.” Siapa pula pria yang sudi bertanggung jawab untuk merawat anak yang bukan kandung bahkan menikahi gadis yang sudah mengandung anak orang lain? Ryuga Daksa … agak berbeda. Tapi, pria itu lebih pantas