Share

3. Dia Seorang Iblis

"Yang pertama, Amara membutuhkan biaya operasi malam ini. Yang kedua tidak ada yang boleh mengusik Amara di kediaman Mahesvara!” ungkapnya.

“Jangan khawatir tentang hal itu, Tuan Muda. Mulai detik ini tidak akan ada yang berani mengusik status Nona Muda.”

“Untuk saat ini itu saja.”

Ia memutus sambungan teleponnya, mengambil jaket di kamar dan langsung menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, rupanya Liam sudah berada di sana. Di depan ruang operasi.

“Tuan Muda!” Liam membungkuk memberi hormat yang diikuti oleh beberapa pengawal.

“Kau di sini?”

“Seperti yang Anda minta, saya harus mengurus administrasi untuk operasi Nona Muda.”

Arfeen melirik lampu yang masih menyala merah di sisi pintu.

“Maaf, Tuan Muda. Mungkin ini bukan waktu yang tepat namun saya harus tetap mengutarakannya. Kami sudah menelusuri riwayat kecelakaan yang dialami Nona Muda 4 tahun lalu, sepertinya ada unsur kesengajaan di dalamnya.”

Arfeen menatap Liam dengan nyalang. Saat kecelakaan terjadi ia sedang bekerja, salah satu teman kerjanya mengatakan jika sang adik menjadi korban tabrak lari. Ia pikir itu adalah kasus tabrak lari biasa karena memang di jalanan ramai.

“Kesengajaan?” serunya menggerutu.

“Dari kamera pengawas jalan yang ada di sana, mobil yang menabrak Nona Muda sudah berada di area itu beberapa menit sebelum peristiwa terjadi. Mobil terparkir di pinggiran jalan. Hari sebelumnya mobil itu juga berada di tempat yang sama, mungkin mengintai!”

Kening Arfeen berkerut. Pelaku sudah mengintai sebelumnya, mereka memang mengincar adiknya. Tapi siapa mereka?

“Kau sudah mendapatkan pelakunya?”

“Sudah, tapi mereka sama sekali tidak mau buka mulut.”

Mendengar hal itu amarah langsung menguasainya. Ia mencengkeram kerah leher Liam. “Bodoh, hal seperti itu saja kau tidak mampu mengatasi!”

Liam sama sekali tak ada niat melawan. “Kami sudah melakukan sesuai prosedur, Tuan Muda. Tapi mereka tetap diam.”

Arfeen pun menghempaskan tubuh Liam ke tembok. “Mereka masih hidup?”

Liam hanya mengangguk. “Simpan saja dulu, nanti biar aku yang turun tangan!” perintahnya mengepalkan tinju.

Pintu ruang operasi terbuka, seorang dokter keluar. Ia membuka masker wajahnya dengan ekspresi muram. Arfeen mendekat.

“Dokter, bagaimana operasinya? Amara baik-baik saja kan?”

Dokter itu tak langsung menjawab, ia menghela nafas panjang terlebih dahulu. “Kami harus melakukan operasi karena sumbatan di bagian kepala menghalangi jalannya oksigen dan juga peredaran darah ke otak. Namun saya harus meminta maaf karena operasinya gagal!” ucap dokter itu.

Tubuh Arfeen membeku detik itu juga, ia tahu kondisi Amara selama ini memang cukup parah. Namun adiknya itu masih bernafas, masih ia ajak ngobrol meski tak bisa menyahut. Tapi ... apa yang dimaksud dengan operasinya gagal?

“Apa maksudnya Dokter?” tanyanya tak mengerti.

“Maaf, Tuan. Adik Anda ... gagal kami selamatkan!” aku si dokter.

Mendengar jawaban dari dokter, seketika ekspresi Arfeen berubah lebih dingin dari gunung es, kedua matanya memerah. Sorot tajam yang ia lempar kepada dokter sungguh membuat bulu kuduk merinding.

Pria itu bergegas menerobos masuk ke dalam ruang operasi di mana ada beberapa perawat dan juga dokter lain tengah mencatat dan juga membereskan peralatan operasi.

Arfeen merengkuh tubuh sang adik. “Mara! Kau bisa mendengar Kakak kan?”

Tubuh Amara dingin, juga terkulai. “Mara, Kakak mohon jawab. Buka matamu! Kau sudah lama menutup mata. Tolong buka mata dan tatap Kakak!” pintanya.

“Mara!” ia menepuk halus pipi anak perempuan 16 tahun itu. Tetap tak ada reaksi.

“Mara, Kakak mohon jangan begini. Kau adalah gadis yang kuat, kau pasti bisa bertahan. Tolong maafkan Kakak yang tak bisa menjagamu!” ada bulir bening yang jatuh dari kelopak matanya.

Arfeen mencintai Amara layaknya adik kandung sendiri, ia akan lakukan apa pun demi bisa membuat adiknya itu tersenyum.

“Mara!” panggilnya sekali lagi. Perlahan ia pun memeluk tubuh Amara sambil menangis.

Kenapa operasi ini bisa gagal? Pasti para dokter yang terlibat tidak kompeten. Pasti ada kesalahan di meja operasi. Kemarin adiknya masih baik-baik saja, bagaimana tiba-tiba bisa kritis?

Arfeen meletakkan kembali tubuh Amara di ranjang, ia menarik seorang perawat wanita tak jauh darinya. Mencengkeram leher perawat itu.

“Katakan, apa yang kalian lakukan kepada adikku?” tanyanya geram.

Perawat itu gemetaran, tentu saja ia sangat takut melihat amarah Arfeen. Dengan terbata ia pun menjawab. “Ka-kami sudah melakukan i-itu sesuai prosedur!”

“Kenapa adikku bisa tiba-tiba kritis?”

“Ka-kami tidak tahu, Tuan!” jawabnya terbata.

“Tidak tahu!” gerutu Arfeen mengeratkan cengkeraman tangannya di leher perawat itu. Membuatnya sesak nafas.

“Tu-Tuan, tolong jaga sikap Anda. Ini rumah sakit!” bujuk salah seorang dokter.

Arfeen melepaskan leher perawat lalu menatap si dokter dengan tatapan membunuh. Tubuh dokter itu langsung bagai dihunus pedang, ia tak pernah melihat tatapan yang semengerikan itu.

Semua yang ada di ruangan itu gemetaran, mereka tak menyangka jika pemuda kalem itu bisa berubah menjadi iblis ketika murka. Terlebih Liam Kane, tangan kanan keluarga Mahesvara berada di pihak pemuda itu.

Arfeen memungut satu pisau medis, benda mengkilat itu ia mainkan di tangan. Ia tak akan percaya begitu saja jika sang adik bisa kritis secara tiba-tiba. Dengan gerakan cepat ia meraih tangan si dokter lalu menancapkan pisau itu di sana.

“Argh ...!” dokter itu meraung kesakitan. Beberapa perawat pun menjerit menyaksikannya. Darah mulai mengalir di meja peralatan operasi dengan tangan dokter yang tertancap pisau di atasnya.

Arfeen sama sekali tak menghiraukan Raung kesakitan mau pun teriakkan ketakutan di dalam ruangan itu. Ia menatap sang dokter yang kesakitan itu.

“Jika kutemukan, ada yang tidak beres dengan kematian adikku. Kalian tidak akan lolos!” ancamnya dengan seringai mengerikan di wajahnya.

Siapa pun yang melihat ekspresinya, pasti akan langsung mengetahui bahwa pemuda itu adalah seorang iblis yang mampu menghabisi siapa pun tanpa ampun.

Namun dokter itu mencoba memberanikan diri, ia menggeleng, “Ini murni kegagalan operasi, Tuan. Dan ... Dan perbuatan Anda ini bisa kami laporkan kepada polisi!” dokter itu mengancam dengan menahan rasa sakit.

“Polisi? Cih!” Arfen justru tertawa. Tawa Arfeen terhenti, kini wajah iblisnya kembali menguasai. “Silakan, tapi jangan menyesal jika akan terjadi sesuatu yang buruk padamu dan keluargamu setelahnya.”

Dokter itu menelan ludah, sepertinya pemuda di depannya bukanlah pemuda biasa seperti yang tampak selama ini.

“Tuan Muda, biarkan ini menjadi urusan saya. Saya akan menyelidiki hal ini, yang terpenting kita urus terlebih dahulu jenazah Nona Muda!”

“Tu-Tuan Muda?” desis dokter itu.

Liam yang memasuki ruangan bersama dokter yang tadi keluar sekaligus dokter yang tangannya tertancap itu menjawab. “Yang ada di hadapanmu adalah Tuan Muda Mahesvara, harusnya kau tidak melakukan kesalahan!”

Tuan Muda Mahesvara! Seketika tubuh si dokter gemetaran lebih hebat dari sebelumnya. Ia yang tadinya masih bisa mengancam sekarang justru tampak seperti anak kucing yang baru lahir.

Siapa yang tidak mengenal Tuan muda Mahesvara? Tuan Muda dari klan Mahesvara yang menguasai dunia bawah. Pemuda itu terkenal kejam dan tanpa ampun.

“Tu-Tuan Muda!”

Sebenarnya Arfeen ingin sekali mengajar dokter itu namun apa yang dikatakan Liam itu benar. Ia harus mengurus Amara terlebih dahulu.

Karena mengurus Amara, Arfeen tidak pulang ke rumah Larena. Ia juga tak sempat menelepon. Larena menghubungi beberapa kali namun karena handphone di silent maka Arfeen tidak tahu.

Larena meremas handphone dengan geram. “Ke mana bocah itu? Bukankah sudah kukatakan jangan kelayapan!” ia kesal seorang diri di kamar.

“Jangan-jangan ... Arfeen benar-benar bersenang-senang dengan gadis muda di luar sana karena aku tidak mengijinkan dia menyentuhku?” tuding Larena curiga.

Arfeen memang hanya seorang suami kontrak yang dia gunakan untuk menutup mulut keluarganya, bisa dikatakan bohong jika Larena tak merasakan sedikitpun ketertarikan pada suami mudanya itu.

Merasa khawatir, Larena pun memutuskan untuk berbuat sesuatu, demi membuat suami berondongnya itu betah di rumahnya.

“Meskipun kau hanya sekadar suami sementara, akan kubuat kau takhluk kepadaku, Arfeen!”

Komen (7)
goodnovel comment avatar
lutfi08
LOVE love buat arfeen
goodnovel comment avatar
Megarita
tuan muda yg keren...
goodnovel comment avatar
princeskinan49
Aku ter-arfeen-arfeen dong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status