Ruangan itu nyaris kosong. Dindingnya putih pucat tanpa dekorasi, hanya jam berbentuk persegi membosankan yang berdetak malas di atas pintu. Meja panjang dari kayu polos dipenuhi map, pulpen, dan selembar dokumen tebal yang jadi pusat perhatian hari ini; kontrak pernikahan.
Laura duduk di ujung meja, diam. Tubuhnya tegak, tangan diletakkan rapi di atas pangkuan, tapi telapak yang tersembunyi itu basah oleh keringat dingin. Jaraknya dengan Rink hanya beberapa senti. Tapi rasanya seperti duduk di samping jurang. Hening. Terlalu menyesakkan.
Rink mengenakan kemeja putih bersih, rambutnya disisir rapi ke belakang. Tak ada make-up, tak ada aura bintang seperti di atas panggung. Hanya laki-laki asing yang memutuskan menikah dengan wanita yang belum dikenalnya secara pribadi, karena ... alasan karier.
Di seberang meja, seorang pria berjas abu-abu membuka map dan memeriksa lembar demi lembar dokumen. Dialah notaris yang ditunjuk agensi. Di sisi kiri dan kanan, dua saksi bayaran duduk kaku seperti patung, tak peduli siapa yang menikah hari ini. Mereka bahkan tidak tahu nama panjang Laura atau Rink.
"Baik," suara si notaris memecah sunyi kantor yang tak begitu besar. "Aku akan membacakan klausul utama sebagai bagian dari legalitas prosesi."
Laura mengangguk pelan. William -manajer Rink- hanya bersandar di dinding dengan tangan menyilang, ekspresinya serius dan kaku seperti biasa.
"Kontrak ini menyatakan bahwa Tuan Rink Harrington -dengan identitas dan dokumen resmi sebagaimana terlampir- dan Nona Laura Winslet, dengan data yang juga terlampir, menyetujui untuk menikah secara hukum untuk jangka waktu enam bulan sejak tanggal penandatanganan."
Notaris berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan nada lebih serius.
"Selama masa kontrak, kedua pihak terikat dalam kewajiban menjaga citra publik, bertempat tinggal bersama sesuai perjanjian akomodasi, dan tidak diperkenankan mengungkapkan isi kontrak kepada pihak luar tanpa izin tertulis."
Laura menelan ludah. Kalimat-kalimat itu terdengar seperti kalimat hukuman dan bukannya janji suci seperti yang ia dengar dalam film atau pernikahan sungguhan.
"Ada pertanyaan sebelum kita lanjut ke penandatanganan?" tanya notaris.
Tak ada yang menjawab. Bahkan suara jam dinding pun terdengar nyaring.
Laura menatap pena di hadapannya. Jantungnya berdetak cepat. Ada suara kecil di dalam kepalanya yang berteriak, ‘Ini gila! Hentikan!’ tetapi ia tak bisa bergerak. Tangan itu terangkat perlahan, meraih pena, dan mulai menandatangani dokumen halaman demi halaman.
Tangannya sedikit gemetar saat menulis nama: Laura Winslet.
Di bawahnya, Rink juga membubuhkan tanda tangan tanpa suara. Cepat. Dingin. Efisien."Dokumen telah ditandatangani kedua pihak," ucap notaris. "Dengan ini, per tanggal hari ini, kalian resmi menjadi pasangan suami istri secara hukum." Tak seorang pun menanggapi perkataannya.
Laura hanya bisa tersenyum miris dalam hati. Begitu saja?
Tak ada pelukan. Tak ada cium kening. Tak ada derai air mata bahagia, gaun putih, atau iringan musik lembut. Yang ada hanya ruangan dingin, saksi bayaran, dan sebuah stempel merah yang menggema di dalam kepalanya: SAH!
"Sekali lagi, saya ucapkan selamat," kata notaris dengan senyum tipis yang tidak tulus. "Kami akan memproses legalitas penuh dalam 3 hari kerja."
William mendekat, menyodorkan satu amplop kecil berisi salinan kontrak dan kartu identitas pasangan. "Mulai hari ini, Laura tinggal di apartemen yang sudah disiapkan. Kita akan atur jadwal aktivitas publik nanti."
Laura mengangguk, nyaris otomatis. Ia berdiri, menata napas, lalu tanpa sengaja bahunya menyentuh bahu Rick.
Mendadak seluruh udara seperti ditarik darinya.
Sentuhan itu hanya sekilas, tapi cukup untuk membuat irama jantungnya melonjak. Rink bahkan tidak menoleh. Tapi kehadirannya terlalu nyata. Terlalu dekat.
“Ayo,” ujar William singkat, memberi isyarat bahwa mereka harus pergi.
Laura berjalan pelan di belakang Rink. Dalam hati, ia tertawa getir.
Begitu banyak gadis yang memimpikan menikah dengan idolanya. Dan hari ini, ia benar-benar jadi istri Rink.Akan tetapi ... kenapa rasanya seperti menandatangani surat kematiannya sendiri?
Saat pintu ditutup dan langkah mereka bergema di lorong, Laura menarik napas panjang. Sebagian dari dirinya masih menolak percaya ini nyata. Namun, mereka sudah menandatangani kertas itu. Namanya dan nama Rick kini tercetak berdampingan dalam sebuah dokumen berlandaskan hukum.
Namanya buan lagi Laura Winslet, melainkan Laura Harrington.
Entah kenapa, pikirannya mengulang-ulang nama itu. Aneh, tapi ... manis. Lalu menakutkan lagi.
Dan perjalanan mereka baru saja dimulai.
***
Di lantai ruang tamu, Laura berlutut untuk mengecek isi koper kecilnya; peralatan makeup, charger ponsel, dan sebotol parfum berwarna dusty pink yang tadi pagi baru ia terima dari Velmora Bloom.Lalu ia meraih sebuah hoodie putih yang ukurannya cukup besar. Matanya melirik nakal ke arah sofa, di mana pria dengan wajah rupawan terlihat sedang menenggelamkan diri ke dalam dokumen yang berisikan tulisan-tulisan skrip. Diam-diam Laura memasukkan hoodie tersebut ke dalam koper.Sementara itu, Rink tampak tak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Wajahnya yang tenang menunduk memandangi skripnya. Entah benar-benar membaca atau tidak, sebab sejak setengah jam yang lalu ia terus menatap halaman yang sama.Rink baru memalingkan mata dari bundelan di tangannya, ketika Laura berseru, “Ok, semuanya sudah masuk. Tidak ada yang terlupa.” Kata-kata itu sebanrnya lebih Laura tujukan untuk dirinya sendiri.Akan tetapi, Rink tergelitik untuk bersuara juga. “Jadi, kau benar-benar pergi?” celetu
Kabar itu datang saat senja hampir pudar, empat hari setelah malam gala Velmora diadakan. Laura baru saja duduk santai setelah seharian bekerja di lokasi syuting Rink.Sebagai perias pribadi suaminya, ia harus siap sedia ketika perias utama berhalangan atau terlambat hadir.Laura menikmati secangkir teh hangat di depan televisi, dengan buku catatan di pangkuannya. Ia sedang menggali ide untuk konten media sosialnya.Sementara Rink langsung memacu ototnya di ruang gym.Lalu datanglah pesan itu di ponsel Laura. Dari nomor tak dikenal. Laura membacanya dengan saksama.[Halo, ini Grace dari Velmora Bloom. Kami tertarik bekerja sama dengan Anda untuk kampanye parfum terbaru kami. Bolehkah kami menelepon untuk menjelaskan detailnya?]Dahi Laura sedikit mengerut. ‘Velmora? Bukankah itu perusahaan induk dari brand perhiasan yang menjadikan Rink sebagai brand ambassador utama mereka?’Karena penasaran, Laura tak membuang waktu untuk segera membalas pesan tersebut dan mengizinkan si pengirim un
Napas Laura seakan-akan telah berhenti sejak detik pertama kakinya menginjak red carpet. Seumur hidup ia tak pernah membayangkan akan berjalan menuju grand ballroom dalam perhelatan suatu acara yang prestisius dan di bawah sinar flash kamera yang terarah padanya.Di antara hiruk pikuk tamu VIP dan awak media, Laura berdiri dengan napas yang berat. Ia sekuat tenaga menahan diri untuk tidak celingukan dan tertawa girang setiap melihat wajah-wajah bintang papan atas yang juga menjadi tamu undangan di sana.“Giliranmu, Laura,” bisik pria yang dikenalkan William sebagai asistennya. “Berposelah di sana! Tiga menit saja.”Sesuai arahan, Laura melangkah ke sudut photowall bertuliskan “Velmora Gala Night 2025”, berdiri dengan pose yang sempat diajarkan oleh Rink, dan tersenyum dengan cara yang sudah ditentukan sejak awal. Ia harus mati-matian menahan serangan para fotografer yang kembali menghujaninya dengan kilatan kamera.Ia baru bernapas lega, ketika asisten William memberikan anggukan sama
Laura tak tahu apakah tubuh kekar William yang seketika membuat apartemen Rink sempit, ataukah karena manajer satu itu masih belum bisa sepenuhnya memaafkan perbuatannya, tapi yang pasti Laura selalu merasa sesak setiap kali William muncul.Baginya, William tak ada bedanya dengan gadis yang hendak menyongsong masa datang bulan; emosi dan sikapnya tidak bisa ditebak, tapi seringnya memandang Laura seolah-olah wanita 28 tahun itu adalah kecoa yang sangat mengganggu.Seperti sekarang, Laura berusaha untuk tetap fokus di bawah tatapan penuh tuntutan William. Sementara Rink duduk bersilang kaki, tampak tenang sekaligus serius seperti biasanya.“Acaranya dimulai jam tujuh. Seperti yang sudah tertulis di berkas yang kuanggap sudah kau pelajari, Velmora Jewels adalah sponsor utama Rink yang sudah berinvestasi sejak dia memulai kariernya di dunia entertainment. Jadi, no room for mistakes, mengerti?” Meski terasa menyebalkan diperlakukan seperti orang bodoh, Laura tetap mengangguk patuh. Kala
Setelah bendera putih berkibar di antara Laura dan Rink, suasana apartemen 2025 menjadi lebih hidup dengan adanya suara televisi. Laura sudah berani menyalakannya, meskipun dengan volume yang hanya bisa didengar olehnya saja.Sejak foto mereka dirilis tadi pagi, Laura terus menyimak program TV yang menayangkan gosip-gosip seputar selebriti. Berpindah dari satu channel ke channel lain, hanya untuk memastikan bahwa tak ada sesuatu hal yang tengah memojokkan Rink.Laura menduga Nexus Entertainment ikut campur tangan untuk menetralisir komentar miring yang ramai membanjiri unggahan di akun resmi Rink Harrington.Di Televisi, Rink digambarkan sebagai pria manis yang penuh kejutan. Tak satu pun dari program gosip itu yang membahas tentang kontrasnya ekspresi Laura dan Rink.Laura sedang mendengarkan pembawa acara gosip yang membahas tentang teka-teki kisah asmara Rink, ketika ponselnya tiba-tiba berdering.Dan ia membeku begitu membaca nama si Penelepon.Ibu Laura memang belum sempat meng
Malam itu, Laura dan Rink makan malam di waktu dan tempat yang berbeda. Rink duduk di meja makan di bawah lampu yang hangat, sementara Laura menyantap pastanya di balkon sambil menatap langit gelap serta mendengarkan suara jauh klakson kota.Untuk pertama kalinya sejak menandatangani kontrak pernikahan, Laura merasa bahwa hidupnya kini akan berada seperti di penjara. Ia berulang kali mengingat isi perjanjian. Dan semakin mengingatnya, dadanya semakin terasa sesak.Sikap saling diam itu berlangsung selama dua hari. Selama dua hari itu pula Laura dan Rink seolah-olah saling menghindari berada di satu ruangan yang sama.Dengan kesibukannya sebagai seorang bintang yang sedang berada di puncak masa kejayaan, Rink terkesan sama sekali tidak terganggu dengan situasi dingin di antara mereka. Ia dengan mudah menyibukkan diri di dalam kamar kerjanya.Sementara itu, Laura yang diseret ke dunia yang sama sekali baru baginya, cukup kesulitan hanya untuk melalui satu hari di apartemen Rink. Ia taku