Share

3. Daniel Jagland

Beku. 

Selama beberapa saat Delotta membeku di tempat. Antara terkejut dan tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Namun, kontras dengan Delotta yang tercengang, pria itu malah tersenyum. 

"Delotta Armisen. Welcome to Jagland Blue Corp, semoga kamu betah bekerja di sini. Silakan duduk," sambut Daniel penuh dengan kehangatan.

Untuk ukuran petinggi perusahaan, Delotta akui pria itu terlalu ramah. Padahal posisi Delotta saat ini sebagai karyawan biasa. Gadis muda itu menelan saliva, meskipun terlihat ramah dia tetap terintimidasi oleh tatapan mata biru bak telaga itu. 

"Te-terima kasih, Pak." Deg-degannya beberapa saat lalu beralasan sekarang. Bahkan saat ini jantungnya makin berdegup kencang. "Sebelumnya saya minta maaf untuk kejadian waktu itu. Saya benar-benar minta maaf." 

Gara-gara itu kepanikan Delotta serta merta melanda. Siapa yang menyangka jika orang itu ternyata bosnya?

"Oh, no problem. Itu udah berlalu kan? Saya harap kamu bisa bekerja di sini dengan nyaman. Kalau ada sesuatu yang membuat kamu kurang aman atau kurang berkenan, kamu bisa memberitahu saya. Jangan sungkan." 

Kening Delotta berkerut samar. Apa setiap karyawan baru akan diperlakukan seperti ini? Apa semua bos seperti Daniel? Mungkin Delotta perlu menanyakannya pada Tya nanti. 

"Oh. Iya, Pak. Terima kasih atas perhatiannya." 

Delotta merasa risih saat Daniel menatapnya begitu intens. Entah apa yang pria itu lihat. Namun, pandangan menilai yang Daniel layangkan membuatnya ingin buru-buru lari menjauh. 

"Apa saya boleh kembali ke tempat kerja saya sekarang, Pak?" tanya Delotta. Mendekam dan melakukan sesuatu di dalam kubikel, dia rasa lebih baik daripada duduk di kursi empuk depan direktur. 

"Oh iya. Oke. Kamu belajar yang baik, ya. Jangan sungkan bertanya jika ada sesuatu yang kamu nggak bisa."

"Baik, Pak. Sekali lagi terima kasih." Delotta berdiri ingin segera keluar dari tempat itu. Namun, baru beberapa langkah Daniel memanggilnya lagi. Serta-merta Delotta menoleh dan memutar setengah tubuhnya. 

"Berapa usia kamu?" tanya Daniel seolah memastikan. 

"22 tahun, Pak," sahut Delotta, bingung. Apa umur hal yang penting?

"22 tahun ...." Daniel mengangguk-angguk. "Kamu masih sangat muda." 

'Meski begitu saya pantas bersanding dengan Anda.' Rasanya Delotta ingin menjawab seperti itu. Tapi, suaranya tertelan. 

Daniel Jagland tidak setua papanya, tapi juga tidak pantas disebut masih muda. Dia itu lebih mirip om-om. Ya, Delotta merasa dia lebih cocok dipanggil Om. 

"Saya nggak nyangka kalau kamu cepat dewasa." 

Ucapan Daniel kali ini membuat Delotta mengernyit. "Maksudnya gimana, Pak?" 

Pria itu malah terkekeh. Makin membuat gadis berambut cokelat itu bingung. "Dulu kamu masih segini saat masih suka bermain dengan saya." 

Delotta benar-benar memutar tubuhnya sekarang. Menghadap pria itu lagi. "Maksud Pak Daniel apa ya?"  Dia benar-benar tidak mengerti. 

"Ya, kamu pasti nggak ingat saya karena kamu masih 4 atau 5 tahun. Saya lupa. Tapi dulu itu kamu selalu panggil saya dengan sebutan

Om Ganteng." 

Mata bulat Delotta mengerjap. Dia menatap Daniel lebih seksama dan mencoba mengingat sosok itu lagi. Ada cukup banyak orang yang dia panggil om. Dua adik dan teman-teman papa contohnya. 

Daniel terkekeh. "Jangan terlalu berpikir keras mengingat saya. Nanti juga kamu akan ingat dengan sendirinya." 

Gadis berkulit putih di depan Daniel itu meringis. "Pak Daniel benar. Ah, ingatan saya memang payah. Saya jadi merasa tidak enak karena lupa." 

"Tidak masalah."

"Tapi saya yakin, Pak Daniel ini salah satu teman papa. Dan karena itu saya berada di sini." 

Delotta sedikit kecewa. Padahal dia sempat berpikir bisa diterima di perusahaan ini karena usahanya sendiri. 

"Saya memang teman papa kamu. Tapi, percayalah untuk masuk ke perusahaan saya tidak mudah. Calon karyawan harus melalui beberapa tahapan tes terlebih dulu. Nilai dari tes-tes itulah yang akan menentukan diterima atau tidaknya calon karyawan. Jadi, meskipun kamu anak teman saya, jika nilai kamu di bawah rata-rata, perusahaan ini tidak akan menerima." 

Penjelasan Daniel cukup membuat Delotta merasa lega. Entah itu benar atau tidak, yang pasti perasaannya sedikit tenang. Bahkan bibirnya tanpa sadar melengkung. 

"Terima kasih, Pak, sudah memberi kesempatan saya untuk bergabung di perusahaan ini." 

Senyum Delotta cepat menulari Daniel. Pria itu beranjak mendekat, dan tanpa diduga memeluk gadis itu selama beberapa saat. 

Terang saja hal itu membuat Delotta terkejut bukan main. Jantungnya kembali berdetak cepat. Dada bidang Daniel dan rengkuhannya begitu hangat dan ... entahlah, ini perasaan apa. Rasanya sekujur tubuhnya bergetar. Padahal pelukan itu hanya berlangsung sebentar. 

"Selamat bekerja, dan kalau kamu sudah ingat saya, kamu boleh kok memanggil saya Om lagi," ujar Daniel sebelum menjauh. 

Kepala Delotta mengangguk kaku seperti robot. Jiwanya seolah melayang, terbang entah ke mana. Begitu berhasil keluar dari ruang direktur, dia menekan dadanya yang bertalu-talu. 

"Delotta, kamu baik-baik saja?" tanya Sandra di meja kerjanya. Dahi mulusnya sampai berkerut melihat wajah merah gadis itu. 

Dengan cepat Delotta menggeleng. "Saya baik-baik saja, Bu. Maaf, permisi. Saya kembali ke ruangan staf dulu." 

"Hm, oke. Selamat bekerja. Oh iya, saya tadi meletakkan beberapa pekerjaan sekaligus contohnya," ucap Sandra memberi tahu. 

"Oh iya, Bu." 

Daniel Jagland. Delotta terus merapalkan nama itu berulang di kepala. Berusaha mengingat sisa memori masa kecilnya. Namun, dia tak kunjung menemukan titik terang. Kepalanya menggeleng, menyerah. Dia memutuskan membuka dokumen yang menumpuk di meja. 

"Hai, anak baru, butuh bantuan?" 

Suara seseorang mengalihkan perhatiannya. Delotta mengangkat wajah dan dibuat terkesima sesaat. Di depannya muncul sesosok pria tinggi dengan rambut cepak. Wajahnya bersih dan terlihat licin. Meski begitu dia tampak begitu gentle. Delotta bisa memperkirakan usianya sekitar 30 tahunan. Mungkin sama seusia Daniel. Apa di kantor ini banyak memiliki koleksi pria tampan dan matang?

"H-hai," sapa Delotta sedikit tergagap. Dan saat pria itu mengulurkan tangan, Delotta menyambutnya dengan riang. 

"Aku Steve, ketua tim di sini. Kamu Delotta?" Pria itu memperkenalkan diri. Sama halnya dengan Daniel, dia juga lumayan ramah.

Delotta mengangguk. "Mohon bantuannya, Pak Steve."

"Just Steve, tanpa embel-embel 'pak' oke?" 

"Itu nggak sopan. Anda ketua tim kami. Sementara saya masih anak magang." 

Steve terkekeh. Ada cerukan yang cukup dalam saat dia terkekeh, dan itu menambah ketampanannya. Delotta makin terkesima saja. 

"Baiklah. Aku nggak akan memaksa. Tadi, kamu habis dari ruangan Pak Daniel?" 

"Ya. Kami hanya saling sapa." Delotta mengambil satu dokumen contoh. 

"Tumben sekali. Beliau jarang melakukan itu. Sepertinya kamu spesial." Mata legam steve menatap Delotta penuh selidik. 

"Saya bukan martabak, Pak," kelakar Delotta, membuat Steve lagi-lagi terkekeh. 

"Kamu lucu, Delotta. Aku yakin kita akan jadi tim yang baik. Well, kalau begitu selamat bekerja. Jangan sungkan bertanya pada rekanmu kalau ada sesuatu yang nggak kamu pahami. Tanya sama aku langsung juga boleh," ujar pria berkulit cerah itu sambil mengerlingkan mata. 

"Baik, Pak. Terima kasih." 

Delotta menunduk dan tersenyum sendiri begitu Steve menjauh. Dia merasa bakal betah di kantor ini. Banyak pemandangan segar. Tiap hari bisa cuci mata gratis. Tya harus tahu ini!

____

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status