Share

Pesona Tuan Charleston
Pesona Tuan Charleston
Author: Ameena Zoey

Gara-gara Leon

Chapter 1.

Suara musik yang begitu keras dari salah satu klub malam terbesar di kota new york menggema seseantero bangunan yang begitu megah dan luas itu. Tampak seorang disk joki yang begitu asyik memainkan keahliannya dalam mengolah musik pilihan hingga ikut asyik berjoget sambil sesekali melambaikan tangan kearah penonton di lantai dansa yang tampak ramai dan sedikit sesak oleh kerumunan orang yang sedang berjoget sesuka hati mereka. Pemandangan malam yang biasa dan sudah lumrah tentunya bagi sebagian penduduk kota newyork. Namun bagi seorang jessica simpson, pemandangan seperti itu begitu asing dan bahkan bisa di katakan ini kali pertama ia menginjakkan kakinya ke tempat yang penuh dengan segala kenikmatan duniawi di dalamnya.

Meski ragu dan merasa was-was. Jessica tetap memberanikan diri untuk masuk. Hal itu ia lakukan demi menjemput temannya yang setengah jam yang lalu menelponnya dalam keadaan mabuk berat.  Karna khawatir, Ia akhirnya memutuskan untuk menjemput teman laki-lakinya yang bernama Leon. Ia sapu pandangannya menyusuri tempat yang begitu ramai dan sesak oleh kerumunan orang.  Selesai mengamati lantai dansa yang tak ia temukan sahabatnya disana. Ia pun beranjak naik menuju lantai dua tempat dimana para penonton duduk sambil menikmati hidangannya. Ruangan lantai dua didesain terbuka dan menjurus langsung ke arah tempat dansa di lantai dasar. Ia menghampiri satu persatu meja pengunjung demi mencari dan memastikan dimana sahabat laki-lakinya berada.

Tak butuh waktu lama ia menyusuri setiap meja yang ada disana hingga ia menemukan seorang laki-laki yang sudah terkulai lemas dan hampir kehilangan seluruh kesadarannya.  Ia duduk diapit oleh beberapa wanita cantik nan seksi menggoda.  Membuat jessica hampir saja minder untuk menghampiri meja tempat dimana sahabatnya berada. Namun kendati demikian perasaan khawatirnya yang begitu besar akhirnya tak menyurutkan niatnya untuk menghampiri meja yang penuh dengan berbagai hidangan dan minuman memabukkan itu.

“Hai Leon,” sapanya setelah beberapa saat mencoba mengatur nafasnya yang sedikit terengah karna harus mondar mandir agak lama demi mencari sahabat yang bernama Leon itu.

“Hai,  kau siapa?” bukannya dijawab oleh Leon,  melainkan seorang wanita berdada montok yang memakai dress  terbuka di bagian dada hingga hampir memperlihatkan seluruh isi buah dadanya. Membuat Jessica sedikit risih melihat pemandangan itu.

“Aku teman Leon,  aku kesini untuk menjemputnya pulang! Bisakah kalian memberikannku jalan sebentar?” tanya Jessica ketika sadar bahwa Leon berada di tengah-tengah mereka.

“Bergabunglah sebentar dengan kami nona!  Dijamin kau tidak akan bosan”. Ajak si rambut keriting sambil melingkarkan lengannya ke lengan milik Leon. “Apa kau pacarnya?” lanjutnya bertanya pada Jessica yang masih berdiri.

“Bukan,  aku sahabatnya. Dia sudah memiliki istri.” Jessica mencoba memberi penjelasan dengan tujuan supaya mereka berhenti menggelayuti Leon yang sudah hampir tumbang.

“Tenang saja. Kami semua hanya menemaninya minum girl. Tapi,  ya tentu saja sedikit merayunya supaya mentraktir kami minum . Tidak untuk tidur dengannya. Untuk hal seperti itu tentu saja harus ada bayaran lebih.” Si dada montok memberi penjelasan saat melihat raut Jessica yang kurang suka dengan keberadaan mereka.

Tanpa terlalu banyak berdebat mereka akhirnya menyerahkan Leon pada Jessica yang sedikit kewalahan memapah Leon yang sudah bener-benar mabuk.

“Ambil saja sahabatmu itu nona!  Kami sudah puas bermain-main dengannya. Lagi pula sepertinya dia sedikit kere.” Kata seorang lagi menimpali dengan aksen yang sedikit mengejek keadaan Leon. “Oh iya,  ini ku kembalikan dompetnya juga padamu. Demi tuhan, bahkan aku tidak menemukan satu kartu kreditpun di dalamnya.” Ucapnya lagi sambil  melempar benda kotak berwarna hitam yang sudah sedikit lusuh.

Setelah mengalami banyak kesulitan mengeluarkan Leon dari tempat terkutuk itu.  Jessica menyandarkan Leon pada tembok gedung klub malam yang baru saja ia masuki.

“Leon,  sadar!  Kau mau pulang kemana?” tanya Jessica sedikit emosi sambil memegangi kedua pipi Leon dan menepuknya sedikit keras.

“Awww!  Sakit Jess! Kau ini menamparku ya?” Leon bergumam di tengah-tengah kesadarannya.

“Iya,  aku menamparmu.  Itu adalah balasan untuk apa yang kau lakukan barusan! Kamu sadar tidak?  Kamu sudah punya istri!  Untuk apa mabuk-mabukan dengan para wanita itu?” tanya Jessica kesal dan marah.

“Jessi,  aku sedang dalam masalah besar.  Aku bertengkar dengan Olivia. Kurasa malam ini aku tidak ingin pulang.” Jawab Leon sambil berusaha berdiri tegak meski itu sangat sulit ia lakukan.

Ia sudah tidak mampu lagi untuk mengembalikan seluruh kesadarannya.  Hingga tiba-tiba ia ambruk dan hampir jatuh mengenai Jessica. Untung saja sahabat wanitanya itu dengan sigap menangkap tubuhnya dengan sekuat tenaga.

Setelah itu Jessica mencoba meraba kantong jas maupun baju dalamnya. Ia mencari handphone Leon dan bermaksud ingin menelpon Olivia Charleston. Namun ia tak mendapatkan apa-apa selain sapu tangan yang sudah kucel dan bau. Ia pun meraba lagi bagian kantong celana Leon.  Namun lagi-lagi ia harus kecewa karna tidak menemukan apa-apa disana.

“Leon! Dimana ponselmu?” tanya Jessica sambil memegang kedua pipi Leon dengan tangannya. Ia berusaha menepuk-nepuk pipi Leon supaya ia sadar dari mabuk berat yang melandanya.

“Leon!” semakin keras ia menepuk pipi Leon. Namun, Leon tetap tak bergeming.

Sial,  ia harus mengabarkan istri sahabatnya itu.  Namun Ia tak memiliki nomer super model yang baru satu tahun lalu mengikat janji suci pernikahan dengan sahabat terbaiknya. Ia kehabisan akal hingga akhirnya memutuskan membawa Leon ke apartemennya saja. Setidaknya besok pagi ia bisa menyuruhnya pulang kerumah istrinya.

Lagi-lagi dengan susah payah Jessica membawa Leon menuju kontrakannya. Ia bahkan terpaksa menggendong tubuh Leon yang sangat berat. Sesampainya di dalam kamar, Jessi dengan segera menjatuhkan tubuh Leon di atas kasur. Tak lupa ia membuka sepatu dan kaos kaki bau dari kaki Leon. Dalam hati ia mengumpat betapa sangat jorok sahabat laki-lakinya itu.  Entah sudah berapa hari Leon memakai kaos kaki kumal dan baunya. Ternyata sifatnya tak banyak berubah selama menikah,  ia masih saja super jorok dan malas. Satu-satunya hal yang berubah darinya adalah ia tak pernah menghubunginya selama hampir satu tahun ini.

Leon seakan menghilang dari kehidupan Jessica. Padahal mereka adalah sahabat dari sejak kecil. Sama-sama besar dan tumbuh di panti asuhan. Sama-sama seorang anak yang tak diketahui asal usul keluarganya.

Entah kenapa setelah sekian lama menghilang dan tanpa kabar,  malam ini tiba-tiba ia mendapatkan telpon dari Leon. Leon yang saat itu menelponnya dalam keadaan mabuk dan setengah sadar.

“Jessi!  I miss you so much.” Gumam Leon dengan mata yang masih terpejam.

Mendengar hal itu,  Jessica yang sedang mencoba membuka jas yang masih menempel di badan Leon langsung terkejut dan mundur beberapa langkah. Ia tak menyangka dalam keadaan tidak sadar Leon akan mengucapkan kalimat itu langsung di hadapannya.

Perlahan air matanya tumpah.  Kenangan-kenangan masa kecilnya seketika berkelebat dan mengingatkannya kembali akan cinta pertamanya.  Ya,  Leon adalah cinta pertama Jessica sejak kecil. Sejak mereka saling melindungi satu sama lain. Namun sayang,  selama ini Leon hanya menganggapanya tak lebih dari sekedar sahabat saja. Bahkan Leon meninggalkannya hanya karena alasan ingin memperbaiki hidupnya dengan menikahi seorang gadis yang kaya raya seperti Olivia. Super model yang tidak hanya kaya karna kariernya. Namun juga karna lahir dari keluarga charleston. Sebuah keluarga kaya pemilik salah satu jaringan hotel terbaik di kota newyork.

Pagi yang cerah namun sangat sibuk,  begitulah kehidupan jessica sehari-hari. Ia harus bangun pagi untuk mengantarkan susu ke berbagai alamat yang sudah menjadi pelanggan tetapnya. Setiap hari ia harus bangun jam empat pagi dan mengambil susu pesanan para pelanggannya di sebuah pabrik susu segar yang jaraknya lumayan jauh. Setelah itu butuh waktu sekitar tiga jam lebih untuk menyelesaikan delivery order yang harus ia antarkan ke setiap rumah menggunakan sepeda motor bututnya. Sepeda motor yang sebenarnya sudah tidak layak pakai. Sekitar jam setengah tujuh ia akan kembali ke kontrakan untuk mandi dan bersiap-siap berangkat kerja.

Jessica kerja di sebuah bank swasta yang namanya tak terlalu terkenal. Ia bekerja sebagai costumer service dengan gaji yang hanya cukup untuk makan sehari-hari dan membayar uang sewa serta tagihan lainnya.  Bahkan gajinya tak cukup untuk sekedar membeli baju maupun kebutuhan lain untuk menunjang penampilannya. Untung saja ia adalah pekerja keras.  Sehingga disamping kerja kantoran ia juga mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.  Ia bahkan mulai menabung untuk membeli sebuah rumah kecil yang layak dan nyaman untuk ditempati.  Tidak seperti kontrakannya saat ini. Sangat kecil dan berada di lingkungan yang sedikit kumuh.

Saat bersiap untuk berangkat ke kantor. ia melihat Leon yang masih pulas di atas kasur mungilnya. Ia tak tega untuk membangunkan sahabatnya bahkan hanya untuk sekedar sarapan. Ia pun berinisiatif untuk meninggalkan Leon dan menulis sebuah catatan kecil untuk diletakkan di nakas tempat tidurnya. Semalaman ia memilih tidur di kursi yang sebenarnya tak layak untuk dijadikan tempat tidur. Namun, karna ia sadar bahwa tak mungkin menyuruh Leon tidur di tempat lain. Ia pun mengalah dan memilih kursi sebagai pilihan terakhir. Karna untuk tidur di lantai di saat musim dingin seperti ini sepertinya bukan ide yang bagus untuk kesehatannya.

“Jessi? Jam berapa ini?” gumam Leon dalam kesendiriannya.

“Jes!” Leon berusaha memanggil Jessica masih dalam keadaan mata terpejam. Ia baru sadar bahwa Jessica sudah tidak ada disana ketika beberapa menit berlalu dan ia tetap tak menemukan jawaban.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh siang. Leon perlahan  mulai membuka matanya dan mencoba untuk duduk. Saat ia mulai sadar Ia pun melihat dan meraih secarik kertas di atas nakas tempat tidurnya. Disana tertulis sebuah tulisan tangan yang sangat indah. Seindah orang yang memiliki tulisan itu. Ia tersenyum simpul saat membaca isi dari secarik kertas itu.

“Makanlah dulu belum kau pergi! Aku buatkan sandwich kesukaanmu. Ku letakkan di meja dapur. Jika masih kurang, ada nasi di rice coocker. Kau bisa memakannya dengan lauk yang ada di lemari es. Maaf aku tidak bisa menghangatkannya untukmu. Aku terburu-buru.” Isi dari secarik kertas yang leon baca barusan.

Sambil memegangi pelipisnya yang dirasa pusing akibat tetlalu banyak minum semalam. Ia pun beranjak menuju dapur dan mencari makanan di atas meja. Disana sudah ada roti sandwich buatan Jessica tadi pagi.  Meski sudah dingin dan agak keras, leon tetap melahapnya dan menikmatinya dengan mata setengah terpejam.  Sepertinya leon masih mengantuk. Namun,  rasa lapar yang melandanya kini mengalahkan rasa kantuk itu. Ia berpikir akan melanjutkan lagi tidurnya setelah dirasa perutnya berhenti untuk menuntutnya dengan bunyi keroncongan yang cukup mengganggu kenyenyakan tidurnya.

Belum habis sandwich yang ia makan di tangannya,  tiba-tiba ada suara pintu digedor dari luar. Cukup keras dan hampir saja merusak pintu rumah kontrakan Jessica. Dengan Langkah yang sedikit malas ia beranjak menuju pintu utama.

Mendengar gedoran pintu yang semakin keras,  ia pun melangkah dengan sangat kesal.

“Tunggu sebentar! “ teriaknya keras.

Namun terlambat,  kini pintu ruangan itu sudah terbuka dengan sendirinya. Terlihat beberapa orang berpakaian serba hitam masuk secara paksa. Melihat hal itu Leon hanya bisa tertegun dan setengah tak percaya. Tanpa basa-basi para gerombolan lelaki bestelan hitam itu menyeretnya keluar dari rumah Jessica.

“Hei!  Siapa kalian?  Berani-beraninya merusak gagang pintu rumah orang? Apa kalian tidak pernah diajari sopan santun?” teriaknya keras sambil berjalan terpaksa. “ Dan apa-apaan ini?  Kenapa kalian membawaku dengan cara seperti ini?  Tidak bisakah kita bicarakan terlebih dahulu secara baik-baik?”

Sebelum Leon banyak bicara lagi mereka menendang lututnya dan memaksanya jatuh tersungkur dalam keadaan berlutut dihadapan seseorang. Leon menatap lurus keatas. Saat sadar siapa orang dihadapannya kini,  Ia pun terkejut setengah mati. Rasa takut tiba-tiba menguasai seluruh jiwanya.

Seseorang itu adalah Jack Charleston. Kakak iparnya yang sejak tadi malam mencarinya.

“Plak---“ sebuah tamparan yang sangat keras mendarat di pipi sebelah kiri Leon.

“Sedang apa kau disini tuan Leonardo davinson?” tanyanya dengan nada penuh intimidasi dan kebencian didalamnya. “Kau sadar apa yang telah kau lakukan? Kau ingin bermain-main dengan adik kesayanganku?”

“Tidak kak!  Ini salah paham!  Aku disini hanya numpang menginap!” Leon menjawab dengan nada gugup dan sedikit terbata-bata dalam kalimatnya. “ini rumah temanku!” lanjutnya sekali lagi.

Namun seorang Jack Charleston bukanlah seseorang yang bisa ia ajak berkompromi. Apalagi jika masalah itu menyangkut masalah hati adik semata wayang yang sangat ia sayangi sepenuh hati.

“Kau pendusta Leon!” bentaknya Sambil meninju pipi Leon dengan sangat keras. Cukup keras hingga ujung bibir leon berdarah.

“Hancurkan segala apapun yang ada di dalam rumah reot ini! Supaya perempuan jalang itu tau,  dengan siapa ia bermain api!” teriaknya memberi perintah pada anak buahnya yang tadi menyeret Leon.

Mendengar hal itu Leon langsung berdiri. “Jangan Kak! Dia tidak tau apa-apa!  Dia tidak bersalah!  Jangan lakukan apapun terhadap rumahnya.” Pinta Leon sambil berlutut kembali dan memohon ampunan Jack. “Dia hanyalah gadis miskin yang malang!” Leon mencoba memberi penjelasan.

Namun terlambat, mereka yang jumlahnya berlima sudah beraksi dan melempar beberapa perabotan yang ada di dalam kontrakan kecil itu. Menyaksikan hal itu Leon hanya bisa berdiri mematung ketakutan tanpa bisa berbuat apa-apa lagi. Dalam hati ia sangat merasa bersalah menghubungi sahabatnya itu semalam. Ia menyesal dan tak tau harus berbuat apa.  Dihadapan Jack Charleston Leon hanyalah seorang laki-laki lemah yang sangat takut pada keluarga istrinya.

“Jika kau berani menyelingkuhi adikku lagi,  rumah ini akan kubakar beserta pemiliknya.” Ancam Jack pada Leon.

Percuma jika saat ini ia memberi pembelaan dan mengaku bahwa dia tidak selingkuh dengan Jessica. Karna tidak ada bukti yang kongkrit. Fakta bahwa semalaman Ia menginap di rumah Jessica,  cukup menjadi alasan mengapa kakak iparnya menuduh ia selingkuh dari istrinya.

Setelah puas memporak-porandakan seluruh isi rumah kecil itu,  mereka pergi dengan membawa Leon.

Sungguh nasib Jessica yang malang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status