공유

8. Hanya aku

작가: Isqa
last update 최신 업데이트: 2023-03-31 16:17:29

Evelin mengedarkan pandangan. Ia jengkel sekaligus senang. Matanya tak lagi basah, tapi otaknya masih normal tak ingin terbuai ucapan Cristhian. “Dasar keras kepala!” umpatnya.

“Aku menginginkanmu,” bisik Cristhian. Deru jantung Evelin memburu, seperti diberi bunga menebarkan aroma kebahagiaan.

Segera ia tepis bisikan iblis nafsu, tapi Cristhian malah menantangnya. Tangan nakal merambat pelan, lembut dan menggoda. Evelin menahan sentuhan itu agar tak menjajahnya.

“Aku ingin tidur,” tegasnya membalikkan tubuh.

Cristhian memanyunkan bibir mendapat penolakan yang memutus hasrat. Mereka berdua akhirnya memilih tidur begitu saja.

Suara burung berkicau samar terdengar di pinggir jendela. Fajar menampakkan diri, berteriak girang menggantikan malam. Suara desah menyadarkan seseorang, perlahan mengerjap mata penasaran dari mana sumbernya.

Evelin tersentak, karena dialah yang bersuara. Tak terasa tangan Cristhian menyusup masuk mengganggunya, mencoba bermain menghabiskan waktu.

“Kak Cris! Apa yang kamu lakukan?!” pekik kagetnya.

“Aku bosan,” bisiknya nakal. Ia meninggalkan bekas di leher sang gadis yang masih jengkel namun menikmati.

“Aku mau mandi!” Evelin mencoba bangkit dan menghindari tangan Cristhian dengan kasar. Tanpa ragu ia membuka pintu yang tak pernah dimasuki. Langkahnya benar, itulah kamar mandi.

Ruang besar dan bathub yang sama persis di masa lalu menusuk ingatan. Napasnya mulai tidak normal, ia jatuh terduduk memegang dada. Di antara rasa takut dan bayangan tragedi, mencoba merasuk bertengkar dalam memori.       

Tubuhnya gemetar, pandangan terasa memudar menampilkan bayang samar di penglihatan. Sesak, itulah yang dirasa. Pintu kamar mandi seketika terbuka dengan Cristhian masuk hanya memakai bathrobe di badan.

“Evelin!” teriaknya. “Evelin! Kamu kenapa?” Cristhian merangkulnya, mencoba menenangkan napas tak karuan wanitanya. “Tarik napasmu pelan-pelan,” diiringi gosokan lembut di punggung untuk membantu. Entah bagaimana, suara sang perebut hati cukup mencairkan suasana, bayang-bayang kematian yang bersorak di ingatan perlahan menjadi serpihan. “Sudah baikan?”

Evelin menatapnya. Ia tak tahu ekspresi apa yang terpasang, jelas baginya semua sudah baik-baik saja. Perlahan, tangan Cristhian menyentuh pipinya, mengusap sesuatu yang mengalir tanpa disadari.

“Ada apa? Apa ada sesuatu?”

Di antara mulut yang sedikit terbuka, Evelin mulai menggigit bibir bawahnya. “Aku baik-baik saja.” Dirinya bangkit, memandang datar Cristhian. “Kakak mau mandi ya. Kalau begitu aku keluar dulu.”

Lengannya ditahan, kembali memalingkan wajah. Beberapa detik Cristhian diam menatap pesonanya. “Mau mandi bersama?”

Gurat angkuh terpampang. “Jangan mimpi! Aku tak sudi tubuh indahku terlihat olehmu.”

“Tapi tubuh telanjangmu sudah di ingatanku. Ayolah, jangan buang-buang waktu.” Cristhian menarik tangannya walau gadis itu meronta tak rela.

“Mau apa?!”

“Kamu mau mandi pakai baju?”

“Terserah aku!” tegas Evelin. Tapi dirinya tersentak saat Cristhian mengarahkannya ke bathub. “Aku pakai shower saja.”

“Kenapa? Di sini lebih nyaman,” tanya Cristhian.

“Kalau begitu Kakak saja yang mandi di sana!” Evelin melepas pegangan dan menuju shower. Memutar kran membiarkan air membasahi walau pakaian masih melekat. Tiba-tiba Cristhian memeluknya. Kaget yang menguap membuat Evelin terdiam. “Apa yang Kakak lakukan? Minggir!”

Tapi, posisi lelaki itu masih sama. Membiarkan mereka tetap begitu. Evelin bisa merasakan sesuatu, namun ia singkirkan hal aneh yang hendak menerjang nafsu. Jantung berdetak berkhayal, pelukan Cristhian menenangkan diri.

“Aku menyukaimu,” gumamnya.

Evelin tak bisa berkata-kata. Itu adalah hal yang sangat diinginkannya. Tapi, ia tipe pemikir akut. Di antara impian ketakutan juga bersandar padanya.

“Jangan begini, Kak.”

“Aku menyukaimu.” Seketika Evelin menangis. Walau air mata tak terlihat karena bercampur guyuran dari shower, isaknya terdengar. Pelukan semakin dipererat, Cristhian kembali melirihkan sesuatu. “Jadilah milikku, aku mohon.” Gadis itu hanya menggeleng pelan. Tak bisa dibayangkan seperti apa ekspresi sang pemuda yang menyandarkan wajah di bahunya. “Apa pun itu, aku akan bersamamu,” lanjutnya kembali. 

Untaian kata di bibir putra presiden, mengalir dengan memburu emosi. Digenggam Evelin lengan lelaki yang memeluknya. Cristhian membalik tubuh pujaan hati, membuat mereka saling berhadapan.

“Lihat aku. Katakan sesuatu, Evelin. Apa pun itu,” lanjutnya.

Wajah tangis di pandangan masih menemani. Gadis itu memilih menunduk, membiarkan diri mereka basah bersama guyuran air. Sentuhan lembut di kepala, membuat kening Evelin beradu dengan Cristhian.

“Ini menyakitkan. Mungkin ... hanya aku yang terlalu mencintaimu,” sang pemuda menjauhkan tangan dan berbalik.

Evelin seketika tersentak, mengangkat wajah membalas pelukan pria yang hendak beranjak dari belakang. Dalam isak tangis bersuara, “a-apa yang harus kulakukan? Aku, aku! Aku juga menyukaimu, Kak Cris,” pengakuannya tiba-tiba.      

Cristhian tersenyum. Terdiam menikmati, sampai akhirnya berbalik menatap gadis yang tersedu-sedu. Tampak seperti anak kecil, namun hatinya senang.

“Akhirnya kamu jujur padaku,” perlahan ia mendekatkan wajah dan mendaratkan ciuman.

Begitu lembut, pandangan saling beradu seolah menyihir Evelin. Mata jernih seperti memandikan dirinya, terhanyut dalam perlakuan sang pemuda.

Tanpa sadar dirinya membalas. Namun, Cristhian yang lebih ahli mengambil alih dalam mendominasi. Tangannya menahan pinggang perempuan itu, mungkin mereka terlalu terbuai dalam suasana.

Semua berlalu lembut. Bahkan, pakaian di badan lolos lepas karena sentuhan Cristhian. Tangannya bergerak sesuka hati, tetesan air shower seakan bertepuk tangan di antara mereka. Di antara pelukan, dada pun saling beradu, entah sadar akan detak jantung yang terlena.

Semakin waktu berlalu, hasrat makin menuntut keduanya. Evelin tersudut ke dinding, usapan memabukkan dikumandangkan Cristhian. Seketika jerit pelan terlempar begitu aduan bibir terputus, sang gadis mendesah karena tak tahan akan sesuatu yang menyentuh dirinya.

Keduanya pun bergerak sesuai melodi, dari pelan menikmati sampai cepat menghayati. Lidah panas kembali bersatu, menari di antara dua wajah yang saling bersentuhan. Evelin benar-benar tak bisa berkata-kata, semua berlalu nikmat. Bahkan, mahkota yang dijaga seakan dipersembahkan dengan gejolak Cristhian memuja hasratnya.

Akhirnya, nafsu bahagia sang pemuda menimpali. Ia pun menggendong Evelin hendak ke bathub.

“A-aku mandi di sini saja!”

“Kenapa? Di sana lebih nyaman.”

“Tidak, aku di sini saja. Turunkan aku, Kak,” pinta Evelin. Bagian bawahnya nyeri, lengket di sana. Cristhian menuruti, mengambil sabun dan menyapu lembut tubuhnya. “A-aku mandi sendiri saja!” sang gadis tergagap. 

Cristhian tak peduli. Entah memang berniat membersihkan atau masih mengikuti hasrat yang membubung keluar diri, tangannya nakal pada sang pujaan hati. Ia menyeringai tipis, karena bagaimanapun dirinya lelaki.

Sampai akhirnya sang gadis merintih di bawah perlakuan mesum sang pria. Pagi itu, merupakan mandi terbaik bagi Cristhian dalam memanjakan adik-adiknya. Permainan berakhir, tubuh basah saling mengeringkan. Evelin terpaku saat menatap pakaian aneh di depannya.

“Baju apa ini?” Bukan sebuah dress, melainkan setelan kerja kantoran.

“Pakailah.”

“Tidak ada baju santai atau apa begitu?”

“Tidak ada.”

“Ini baju siapa?”

“Pakai saja,” perintah Cristhian. Tampak ia memakai kemeja merah dipasangkan celana hitam. Rapi, rambutnya disisir ke belakang, anting gelap kecil semakin memperindah pesonanya. “Kamu mau ke mana?”

“Pakai baju!”

“Kenapa tidak di sini? Aku kan sudah lihat seluruh tubuhmu.”

Muka Evelin merah padam. Antara malu dan jengkel, ditutupnya pintu kamar mandi dengan kasar. Cristhian hanya terkekeh pelan, mendapati respons yang menarik tawa. 

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Pesona Wanita Terkutuk   48. Pedang Sova

    “Sova, seandainya kita mati, bagaimana?” pertanyaan sosok bersurai merah itu membuat laki-laki berambut coklat terang di depannya mengernyitkan dahi. “Kau takut?” Bharicgos terkekeh pelan. Perlahan pandangan diedarkan ke sekitar, sayup-sayup suara gagak menyusup masuk ke telinga. Semakin lama semakin terdengar keras mengiringi langkah keduanya. “Aku hanya bertanya, kenapa jawabanmu malah seperti itu?” “Kita takkan mati dengan mudah. Apa lagi kau Bharicgos, mereka hanya membuang nyawa ke hadapan kita.” Dan ringkik kuda yang terasa jelas mulai menghampiri keberadaan mereka. Tampak di halaman istana Tenebris, kehadiran beberapa prajurit berzirah merah. Semangat yang tercetak di wajah mereka, senjata beserta bendera yang dikibarkan di tangan pun menjadi tanda dimulainya pertarungan keduanya. “Begitu ya, kau benar juga. Terima kasih sudah menghiburku, Sova Aviel Ignatius.” “Sova, padahal kau bilang kita tidak akan mati. Lalu kenapa pedang iblismu ada di bocah ini?” bersamaan dengan o

  • Pesona Wanita Terkutuk   47. Hion & Bharicgos

    Hempasan angin kasar menghantam mereka. Semua disebabkan oleh senjata Haina dan juga Lucius yang beradu. Rantai berduri ataupun pedang terselubung itu tampak seimbang. "Kau Tenebris. Kenapa menyerang?" Mendengar itu Haina menyentak rantainya. Memaksa Lucius mundur beberapa langkah. Walau sosoknya terluka namun tak meruntuhkan kekuatan Haina. Selain tampang angkuh yang sekarang melekat di muka. "Bukankah sudah jelas? Tentu saja untuk membasmi kalian." Seketika mata Lucius menyipit tajam. Jawaban konyol barusan jelas bukanlah yang ia harapkan. Sementara di satu sisi, Hion sekarang sedang berhadapan dengan dua Darkas. "Hati-hati. Dia sepertinya menguasai beberapa aliran pedang." Tentu saja penjelasan Bharicgos menyentak pendengaran rekan-rekannya. "Sepertinya Ignatius memang terlahir luar biasa ya," Siez menggeleng pelan. Teringat kembali dengan sosok Lucius di seberang. Pemuda delapan belas tahun itu pun juga serupa. Dilihat dari keahlian berpedangnya bisa dipastikan ia memaka

  • Pesona Wanita Terkutuk   46. Pertemuan para Ignatius

    Sorot mata tenang sosok berambut perak itu, terus saja memandangi pemuda bersurai coklat. Bahkan setelah pertemuan para utusan delapan kerajaan berakhir dengan ketegangan, Lucius tak terlihat menyesal. Ia bahkan sempat menatap remeh pada laki-laki di depan mata. Siez Nel Armarkaz. Penolongnya yang sudah membuat mereka bisa pergi dari sana. Andai Lucius tetap gigih memprovokasi Orion, mungkin saja beberapa orang yang menganggapnya ancaman akan segera membantainya. Terlihat dari tatapan tajam ratu Virgo kepadanya. "Darkas, apa kalian berkhianat?" pertanyaan Raja Aquarius saat Siez dan pamannya maju untuk menengahi keadaan memantik sebuah kenyataan. "Berkhianat?" Siez tersenyum hangat. "Dia rekan kami. Tak peduli siapa sosoknya, sudah tugas Darkas untuk melindungi orang-orang yang bekerja sama dengannya. Bukankah begitu? Pangeran Kaizer." Tapi tak ada tanggapan dari laki-laki yang diajak bicara. Selain tatapan tajam memenuhi suasana. Tanpa kata Lucius berlalu dari sana dan diiri

  • Pesona Wanita Terkutuk   45. Tantangan Ratu Virgo

    Pertarungan antara Kaizer atau pun Eran Lybria dengan para pengganggu memang telah selesai. Tapi tidak dengan Fabina, pedang di tangan pun diarahkan pada leher Lucius yang sudah tak lagi menyerangnya. "Hei! Apa yang kau lakukan?" Dusk Teriel masih bingung dengan mereka. "Musuh memang sudah tak ada. Tapi kita tak bisa menutup kemungkinan akan Tenebris yang tersisa." Orang-orang di sana pun kembali terhenyak. Dan menatap tak percaya pada sosok yang berbicara. "Ada bukti?" Lucius menyeringai. "Tutup mulutmu, hanya karena matamu sekarang tidak merah lagi bukan berarti kau bisa menipuku. Kau sendiri bukan yang mengatakan akan perperangan itu." Dan tak disangka, sebuah hempasan kasar pun menghantam Fabina. Tubuhnya langsung menghantam tanah akibat ulah perempuan yang menatap murka. "Yang Mulia!" Agrios syok melihatnya. Karena bagaimanapun juga dirinya jelas tak mengira kalau sang ratu akan menyerang kerajaan rekan mereka. "Fabina!" Kaizer pun menghampirinya. "Kau baik-baik saja?!"

  • Pesona Wanita Terkutuk   44. Dua iblis Tenebris

    Kehadiran pria itu sontak membuat para utusan Libra murka. Tanpa ragu Tarbias dan juga Eran menarik pedang mereka. Berbeda dengan seseorang yang hanya bersikap waspada pada pembantai kerajaannya. Prizia D'Librias. Sosoknya justru tak terlihat marah. "Siapa kau?!" Dusk Teriel jelas terkejut melihat respons para utusan Libra. "Tel Avir Ignatius. Jadi, apa kalian juga ingin bertarung denganku?" Ignatius.Nama belakang itu menyentak Lucius. Ia menatap tak percaya pada laki-laki yang bisa dipastikan berasal dari kerajaannya. Namun rupa asing Tel Avir membuatnya waspada. Karena bagaimana pun tak semua Ignatius sejalan dengan prinsip Tenebris. Apa lagi orang asing di depan mata tak pernah tampak di kerajaan semasa hidupnya. "Berani-beraninya keparat sepertimu muncul di sini!" suara senjata yang beradu pun melukiskan suasana. Pedang sang komandan Eran Lybria, dan juga pisau panjang tamu tak diundang itu saling bertemu dengan percikan di mata bilah keduanya. Seolah tak peduli lagi pada

  • Pesona Wanita Terkutuk   43. Tenebris Pengganggu

    Kalimat laki-laki itu pun memaksa beberapa orang memasang muka masam. Hanya seseorang yang menyeringai, siapa lagi kalau bukan Siez Nel Armarkaz. Sosoknya yang berpakaian serba hitam itu memang mampu membuat Orion menatap murka. Dan akhirnya Kaizer hanya bisa mengepal erat kedua tangannya. Sorot mata yang tak lepas dari dua utusan Darkas menandakan kalau dirinya masih tak terima. Tapi senggolan pelan yang dilayangkan Fabina menyadarkan sang pangeran. "Tenanglah, kita akan berurusan dengan mereka nanti." Kaizer terpaksa membuang muka. Pertanda kalau dirinya setuju akhirnya. "Jadi, apa yang ingin di bahas pada pertemuan ini?" Aqua D'Rius Argova bersuara. Raja kerajaan Aquarius itu menatap lekat utusan salah satu kerajaan yang memicu kehadirannya di sana. Dan orang-orang yang duduk di meja itu ikut menatap sumber pandangan. Tiga utusan dari kerajaan Libra pun dilirik bergantian. Sampai akhirnya salah seorang yang memiliki surai pirang dan bermata hazel menghela napas pelan. "Juj

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status