Bab86
- pov Raka-"Ada apa sih? Kalian ribut-ribut." Terdengar suara berat Ayah dari dalam rumah, ia berjalan menuju ke arah kami, dengan wajah yang terheran-heran.
Ibu segera berlari ke arah Ayah, dan mulai playing victim.
"Anak kamu itu mengamuk, tuh liat tas aku dan Rina!" tunjuk Ibu dengan mengadu. "Raka sudah sangat keterlaluan, Yah. Masa dia memukuli tangan Rina dengan kayu."
Ayah menoleh ke arahku dengan raut wajah penuh tanda tanya.
"Raka, apa yang terjadi?" tanya Ayah."Ibu merusuh ke rumah Raka, semua pekerja ia suruh keluar rumah dengan alasan beli ini itu, termasuk Tania. Hanya ada pengasuh yang masih di rumah. Ibu dan Rina mencuri uang dan juga perhiasan Tania."
Ayah yang mendengar hal itu pun terlihat sangat marah dan wajahnya memerah. Ia berjalan cepat ke arahku dan merebut kayu dari genggaman tangan ini.
Aku sedikit heran, namun setelah merebut kayu itu, Ayah menoleh ke arah Rina dan Ibu yang ter
Bab87 - pov Raka-Aku beranjak dari dudukku, dan memeluk Tania dari belakangnya. Ada perasaan sesak di dalam dada ini, Tania sukses membuatku ketakutan setiap hari."Tania, sayang. Mas mohon! Jangan begini, Mas tidak mau kehilangan kamu," ungkapku dengan terisak pelan.Aku memeluk tubuhnya dengan erat, seakan diri ini takut, takut akan kehilangan dia, dia yang memberiku cinta dan kasih sayang sedalam ini.Meskipun kutahu, mencintai makhluk hidup secara berlebihan, tidaklah baik. Namun faktanya, aku tidak kuasa menahan diri ini.Dia mentari di rumahku, dihidupku, juga hidup anakku. Bagaimana mungkin aku sanggup tanpa dia kelak? Oh Tuhan, aku tidak kuat, walau hanya membayangkannya.Tania masih muda, mengapa penyakit seperti itu sudah bersarang kepadanya. Apakah ini hukuman untukku? Karena lalai menjadi seorang suami yang baik? Ampuni aku Tuhan.Tubuhku bergetar hebat, membuat Tania berusaha mengurai pelukanku. Ia membalikan
Bab88 - Pov Raka-Aku pun berdiri, mengikuti tarikan tangan Ibu di lenganku.Aku menatap Ibu, yang nampak puas melihatku menurutinya."Yasudah, kalau laki nggak boleh main di dapur! Ibu bantu Tania," pintaku, dengan tatapan tegas."Tania bisa sendiri, masa harus Ibu bantu."Lagi-lagi aku menghela napas berat, dan tetap berusaha tenang. Bang Juna mendekat ke arah aku dan Ibu, yang sedari tadi berdiri di muara dapur."Raka, di panggil Ayah." Bang Juna berkata, sembari meraih gelas minum di dispenser.Sebelum menemui Ayah, aku melihat istriku memilihi sayuran yang berantakan, dan di bantu yang lainnya.Sedangkan Kak Susi, tidak terlihat batang hidungnya.Aku pun bergegas keluar, menemui Ayah di ruang keluarga.Memang sudah menjadi kebiasaan kami, jika sudah berkumpul, ruang keluarga paling rame."Itu istri apa tawanan? Kesana kemari di awasi," ejek Bang Juna.Aku pun tidak perduli, dengan semua
Bab89"Saya mohon, saya mohon!" Tangis Rina, dengan tetap memeluk kaki calon mertuanya.Mama Ahmad menatap Rina, kemudian dia menatap Annisa anaknya."Rina, sudahlah, Nak. Mungkin, Ahmad bukan jodoh kamu," kata Sutina, berusaha lapang dada.Mama Ahmad yang terlihat tidak tega itu pun membungkuk, dan meraih kedua bahu Rina, meminta Rina untuk berdiri."Sebelum kamu benar-benar menghilangkan sifat kasarmu itu! Mama tidak akan izinkan kalian menikah," katanya. Sambil mengulas senyum, dan mengusap lembut pipi Rina."Jangan, tolong! Saya mohon." Rina masih terus mengiba.Namun Mama Ahmad melepaskan pegangan tangan Rina dengan perlahan, kemudian mengkode Annisa, untuk tetap meninggalkan kediaman rumah Sutina dan Adam.Rina menoleh ke arah Tania dengan terisak."Semua gara-gara kamu! Dasar pembawa sial," teriak Rina.Tania yang terkejut melepaskan pegangan tangannya dari nampan yang dia pegang. Hing
Bab90Raka menarik napas berat, dia tidak melihat ketulusam di mata Ibunya sendiri. Biar bagaimana pun juga, Raka tahu sikap dan sifat Ibunya sendiri.Namun, demi menghindari keributan, Raka pun terpaksa memaafkan."Rumah kamu besar dan mewah banget, Raka. Boleh nggak, kami numpang di rumah kalian? Dan, tolong dong, masukin Abang ke Perusahaan kamu!" pinta Juna panjang lebar."Kalau mau kerja, Raka bisa bantu. Tapi kalau untuk tinggal di sini, maaf, Raka tidak bisa kasih izin.""Loh, kenapa?" tanya Juna."Pokoknya, nggak bisa, Bang.""Bu ...." Juna menatap Ibunya."Raka, mereka ini saudara kamu!" seru Sutina."Tahu kok, Bu. Tapi maaf, Raka tidak bisa," tegas RaK"Kenapa?""Tidak bisa, gitu aja."Raka tidak ingin, kehadiran mereka berdua, semakin mengacaukan, ketenangan hidup keluarga kecilnya.Mereka pulang dengan perasaan sangat kecewa kepada Raka.Juna merasa benci,
Bab92Tania mengulas senyum, ketika merasa semuanya berada di genggamannya.Ia pun melakukan panggilan telepon ke nomor Karin, dan mulai bercerita, tentang kejadian di rumah tangganya."Gila, nekat banget kamu, Tan!" pekik Karin di sebrang telepon.Tania terkekeh. "Harus dong, Kak. Jika tidak begitu, Raka bakal jadi agar-agar, Kak.""Tapi kamu tahukan, resiko berbohong itu?berat loh.""Iya tahu, Kak. Tapi ini semua, demi meraih cinta suamiku.""Jujur, Kakak nggak setuju dengan hal ini.""Hmmm. Udah deh, Kakak nggak usah khawatir lagi, ya! Tania yakin, semua akan baik-baik saja."Karin pun tidak dapat banyak bicara, lagi. Tania bersikeras, bahwa semua yang dia lakukan, untuk sebuah kebaikan.Meskipun, Karin sudah mengingatkan Tania, bahwa semua yang dia lakukan ini, terlalu beresiko tinggi.Tania yang merasa, semua berjalan sesuai dengan maunya, hanya merasakan, ini mudah.________Sa
Bab92Mereka begitu asik mengobrol. Tanpa Tania sadari, ada rasa kecewa di hati Dewi."Hahaha, iya, kamu kan dulu bucin banget sama aku!" ucap Tania dengan terkekeh."Ya namanya juga masa putih abu-abu. Aku kan masih belia saat itu," sahut Ilham membuat lelucuan.Tania makin terkekeh, mendengar kata belia yang Ilham katakan. Mereka berdua tidak sadar, terbuai dengan pertemuan itu. Dewi menahan rasa sedih, kecewa di dalam hati.Ilham, lelaki yang dia sukai, bukannya mengajaknya berbincang hangat.Sebaliknya, lelaki itu fokus ke masa lalunya, yang ternyata wanita itu, adalah Tania.Bagi Dewi, dunia ini terasa sempit luar biasa, dia tidak menyangka. Dari niat memperkenalkan lelaki pujaannya, malah berakhir melukis rasa kecewa dalam hatinya kini.Dewi menghela napas berat, namun Ilham dan Tania yang nampak asik mengobrol itu, tidak memperhatikan mata Dewi yang mulai berkaca-kaca.Ingin wanita itu menangis, dan me
Bab93Raka berusaha bersikap tenang, dia pun keluar kamar, setelah kembali merapikan, tas Tania tadi.Raka meraih ponselnya, dan menghubungi Sari.Setelah mengucap salam, Raka memberanikan diri, menanyakan uang ratusan juta itu."Apa? Ibu tidak ada pinjam atau meminta uang itu, demi Allah," sahut Sari."Maaf, Bu. Raka tidak bermaksud menuduh Ibu, hanya mengkonfirmasi pernyataan Tania.""Ya Allah, Nak. Ada apa sebenarnya? Kalian baik-baik saja kan? Selesaikan dengan kepala dingin ya, tanyakan ke Tania baik-baik, dia gunakan kemana uang itu.""Iya, Bu. Raka minta tolong sama Ibu, jangan katakan apapun dulu tentang hal ini. Raka akan tanyakan sendiri pada Tania."Sari ragu, dalam benaknya, dia yakin, terjadi sesuatu yang tidak beres, pada anaknya kini. Raka menutup sambungan telepon, usai mengucap salam. Lelaki itu berjalan ke taman mini, di pekarangan rumah mewahnya.Melihat Arjun, yang asik bermain dengan De
Bab94Tania mengabaikan, panggilan telepon suaminya. Wanita itu, kini benar-benar di mabuk cinta, pada Ilham, cinta masa lalu yang belum usai.Saat tangan nakal Ilham, menyusuri daerah sensitif Tania, ketukan di pintu depan, membuat mereka berdua terkejut.Tania bergegas memperbaiki kancing bajunnya."Siapa yang datang?" tanya Ilham, menatap Tania."Jangan-jangan, itu suamiku!" bisik Tania. Tangannya masih sibuk, merapikan baju dan membersihkan diri."Kamu cepat keluar, jalan belakang!" pinta Tania.Ilham pun bergegas, menuju jendela dapur, dan keluar lewat situ.Sedangkan Tania, bergegas ke depan pintu, ketika penampilannya sudah kembali rapi.Benar saja dugaan Tania, yang datang adalah Raka, meskipun saat itu Raka mengaku keluar kota. Tapi Tania, dia tetaplah waspada.Tidak ada yang tahu rumah ini, kecuali dia dan Raka. Jadi, ketika ketukan pintu di depan rumah, Tania sudah yakin, bahwa yang datang adalah su