Share

Kekhalifahan Abbasiyah

Kejayaan kekhalifahan Abbasiyah telah berjalan selama 5 abad. Banyak penaklukan yang dipimpin oleh Khalifah yang berkuasa dengan wilayah yang luas. Namun dalam perjalanannya selalu dihinggapi intrik politik, tapi beruntung hal tersebut dapat diatasi  dengan strategi panglima dan pemimpin handal dari masa ke masa. 

 

Didalam istana Qashru al-Dzahab

 

Khalifah al-Mu’tasim Billah saat ini sedang sibuk bermain dengan anak-anaknya yang masih kecil dan lucu. 

 

“Sini Sarah, engkau harus menerima hukuman dariku karena telah membuatku marah” sambil berkata dengan nada bercanda kepadanya.

 

Anak anak yang lain pun berlari-lari di ruang khalifah sembari menggoda sang raja untuk bermain kuda-kudaan. Para pelayan yang mengawasinya cekikikan dan saling tertawa. Namun demikian, kharisma sang khalifah tetaplah mengalahkan sikapnya yang lemah lembut terhadap anak-anak dan perempuan.

 

Dari arah ujung ruangan Khalifah, para bangsawan memandang sang khalifah dengan pandangan yang meremehkan.

Sambil berbisik-bisik untuk berbuat makar terhadap beliau.

 

“Lihatlah dirinya, ia hanya bermain-main dengan anak dan perempuan, ia tak punya malu dengan leluhurnya.“

 

“Apa dia tidak melihat rakyatnya menderita karena pajak yang terlalu tinggi?”

 

“Kenapa tidak ada yang menasehatinya? Kalian ini ada didekatnya bukan?”

 

Semua saling melontarkan pandangan lalu menunduk ke bawah. Salah seorang bangsawan berkata dengan bisik-bisik sambil menahan rasa takutnya. 

 

“Jangan sampai kalian celaka oleh ucapan kalian. Waspadalah dari serigala licik itu.” 

Mereka lalu membicarakan Alqami, menteri kesayangan Khalfah.

 

“Dia telah mengancam untuk membunuh anak dan istriku jika aku mendekati Khalifah.” Kata salah seorang bangsawan yang hadir pada pembicaraan rahasia di pojok ruangan khalifah.

 

“Kenapa kalian ini?” seru salah satu bangsawan yang hadir. “Dia harus kita bunuh agar Khalifah bisa mengetahui keadaan yang menimpa rakyatnya.”

 

“Aku memiliki 50 tentara bayaran yang tersebar di kota Bukhara, perlu waktu sebulan agar bisa sampai di sini.” Salah seorang yang hadir memberikan usulan.

 

“Jangan disini kalian membicarakan masalah besar ini. Ayo kita menuju ke tempat pertemuan di dekat taman pohon zaitun.” Salah seorang memberi usulan.

“Ide yang bagus, ayo kita kesana."

 

Mereka berjalan keluar menuju pintu tanpa meminta izin kepada Khalifah. Khalifah tahu bagaimana gelagat para pengikutnya, namun beliau hanyalah menghela nafas dan berdoa supaya mereka kembali bersikap hormat terhadapnya.

 

“Anak-anakku, sampai jumpa, ayah ingin istirahat sebentar. Bermainlah dengan bibi-bibi yang menunggu kalian disana.” Lalu beliau menunjuk ke arah sekumpulan pelayan perempuan. 

 

“Khalifah jangan tinggalkan kami.. Sarah dan adik-adikku tidak ingin bermain dengan para pelayan. Dan aku hanya ingin bermain bersama mu, wahai Khalifah.”

 

Salah satu istri khalifah datang dan memarahi Sarah.

 

“Jangan nakal Sarah, khalifah ingin beristirahat untuk rapat negara nanti sore, cepatlah pergi dan jangan ganggu Khalifah!” Bentak istri Khalifah terhadap Sarah.

 

Melihat anak-anaknya menangis, Khalifah lalu memeluk mereka satu persatu sambil membisiki sesuatu kepada mereka.

 

“Jangan menangis anak-anak ku, akan aku beri hadiah jika aku telah pulang dari rapat .... Setuju?”

 

“Horeee.... Setujuu!!”  Jawab serentak anak-anak dengan penuh kegirangan.

 

......

 

Selimut yang tebal tertata rapi di kamar Khalifah dengan bantal dan guling bersulam emas berkain sutera. Minuman anggur segar langsung dari hasil perasan di hidangkan di atas nampan mutiara dan perhiasan yang begitu mewah. Kasur yang tebal dari kapas pilihan yang bersih dan terawat telah ditata rapi sedemikian rupa oleh para pelayan yang setia mengikutinya dan selalu cekatan dalam bekerja. Namun itu semua tidaklah membuat sang Khalifah hidup glamor dan penuh hura-hura. Sang Khalifah lalu mengambil air wudhu untuk bersuci, menggelar sajadah dan beribadah shalat dengan penuh kekusyukan kepada Tuhannya.

 

“Ya Tuhanku, ampunilah aku, dan berikanlah petunjukmu kepadaku agar aku senantiasa berlaku adil terhadap rakyatku.” Beliau.mengulang-ulang doanya sambil meneteskan air mata yang membasahi gamis hijaunya. Lalu beliau tertidur di atas sajadahnya sembari menunggu waktu sholat ashar.

 

....

 

Di dalam ruang sidang

 

“Alqami telah berkhianat terhadap kekhalifan, dia harus dihukum gantung wahai khalifah!” Ruang sidang menjadi membara penuh amarah terhadap keputusan Alqami si menteri berhati serigala.

 

“Tunjukkan apa salahku wahai Asad, Jenderal Timur?” tangkis Alqami.

 

“Engkau telah membuat rakyat merana atas keputusanmu yang kau bisikkan kepada Khalifah. Kenapa engkau pungut pajak terhadap rakyat sedangkan pajak hanya ditarik dari mereka yg di luar agama kita?”

 

“Bukankah keputusanku ini sempurna? Lihatlah, para bangsawan tidak kelaparan dan kami bisa berencana membangun kebun dengan mata air indah di dekat sungai Tigris sebagai tempat wisata? Bukankah kesibukan sebagai pelayan rakyat itu berat wahai teman?” 

 

“Alqami! Engkau memang lelaki yang busuk!” sang jendral naik pitam.

 

“Wahai khalifah! Yang ia katakan itu dusta, krisis yang dialami rakyat dikarenakan mereka tidak mau menurutiku untuk bekerja keras! Mereka hanya malas-malasan dan senang menghabiskan waktu di masjid dan di Bait al-Hikmah. Lalu bagaimana menururmu wahai Khalifah?” Alqami berusaha memancing amarah khalifah dengan alasan yang tidak masuk akal.

 

“Jika apa yang kau katakan itu benar apa solusimu Alqami?” Khalifah menerima pendapat Alqami yang ditentang seluruh yang hadir diruang rapat.

 

“Jangan engkau dengarkan mulutnya yang kotor itu wahai Khalifah! Dia sangat licik sekali! Ikutilah pendapat penasehatmu yang jujur niscaya engkau beruntung” Duta besar dari Damaskus Dinasti Mameluk ikut hadir. Khalifah lalu mulai berpikir.

 

“Kerajaanmu telah berkhianat terhadap kekhalifahan Abbasiyah, budak! Jangan kau ikut campur permasalahan tempat kami tinggal!” Alqami mulai memainkan siasatnya yang kotor dalam berdebat, yakni berbuat rasis dan menuduh dengan keji.

 

“Diamlah kalian semua! Aku adalah khalifah yang harus kalian hormati! Berlapanglah dalam bermajelis. Barangkali kita mendapat kebaikan jika kita bersatu dalam pembangunan negeri ini. Sang Khalifah tersihir oleh kelihaian Alqami membunuh pendapat satu persatu dengan prasangka buruknya.

 

“Wahai khalifah! Kekalifahan kita sekarang sedang mengalami kemunduran dalam segi ekonomi, dan militer dan sosial. Jauhnya kita dari berjihad membuat wibawa kita jatuh. Apakah kita akan berhenti berjuang sebagaimana dahulu mendiang ayahmu berjuang? Dahulu bangsa Romawi dan bangsa Ajam  sangat menghargai kita. Dan terpecah belahnya kita dalam berjuang membuat kita gentar terhadap musuh kekhalifahan. Aku mohon kebijaksanaanmu Yang Mulia!” Panglima perang garis depan wilayah barat mewakili keluhan apa yang dirasakan seluruh rakyat Kekhalifahan Abbasiyah.

 

“Yang kau pikirkan hanyalah perang dan perang! Dengan peperangan kita mengalami banyak kerugian baik harta dan nyawa! Dimana hati mu wahai Panglima yang mulia? Andai jika kita tidak berperang dan cukup untuk berdagang, beternak, dan bersenang-senang pasti kita akan bahagia!” celoteh Alqami.

 

“Jika kita tidak berjuang lalu bagaimana kita bisa bertahan dari serangan musuh?” desak seorang qadi’  di sebelah ujung ruangan.

 

“Kita adalah bangsa yang kuat! Sudah lebih 5 abad kita tak terkalahkan dalam setiap front pertempuran. Dan kita adalah aliansi kerajaan Mameluk di mesir, Rum dan Dinasti Khawarizmi di sebelah timur. Mereka sangatlah kuat. Apalagi kita sekarang berdamai dengan Bizantium, Frank, Dinasti Song, Jin, dan Kekaisaran Mongolia , jika kita punya masalah kita hanya meminta tolong kepada mereka!” Pungkas Alqami.

 

“Wahai Khalifah, jangan engkau bekerjasama dengan mereka yang telah lama memerangi kita. Kita harus berhati-hati dengan melihat pengalaman kita dengannya dahulu. Panglima timur memberikan nasehat agar tidak terlalu toleran terhadap musuh-musuh mereka sejak leluhur moyang mereka masih hidup."

 

“Tapi Khalifah, kita harus segera melaksanakan pembangunan dalam segala segi. Khawatir jika terjadi kelaparan massal.”

 

“Aku tidak akan bekerjasama dengan Kekaisaran Mongolia dan Tentara Salib” kemudian Khalifah memalingkan wajahnya dari Alqami.

 

“Perdamaian itu adalah cita-cita semua umat manusia wahai Baginda, tanpanya kekacauan dan pembunuhan akan senantiasa menodai kemuliaan manusia selama kita masih berperang.” Alqami terus mendesak Khalifah untuk masuk ke perangkapnya.

 

“Mereka akan membawa kita kepada kejayaan masa lalu...”

 

“Cukup Alqami” tangkis Khalifah. “Islam tidaklah tunduk kepada orang yang membawa keyakinan yang Allah tidak terima! Aku menerima usulanmu untuk membuat rakyat bekerja keras, namun aku menolak untuk bekerjasama dengan mereka.” 

 

Alqami tersenyum licik “Aku punya ide wahai Khalifah! Tidakkah engkau tahu berapa gaji para prajurit? Pasti sangat banyak. Bagaimana jika prajurit Abbasiyah kita rumahkan dan ambil uang gaji mereka untuk menggaji rakyat yang bekerja, jika negara sudah bangkit dari segi ekonomi dan sosial, baru kita bangun kembali angkatan perang kita.....”

 

Seluruh hadirin langsung marah dan melempar umpatan kepada Alqami.

 

Khalifah lalu bersabda kepada yang hadir untuk tetap  tenang.

 

“Ini mungkin keputusan yang berat! Tetapi kita tidak punya pilihan lagi untuk menghadapi kelaparan massal!”

 

Seluruh hadirin minus Alqami menangis dan rapat pun dihentikan.

 

.....

 

Alqami menyusun rencana setelah selesai berunding. Rencana balas dendam kepada kekhalifahan  kini berada diatas angin. Di dalam rumahnya yang mewah, ia memanggil anak buahnya untuk menanyakan kabar tentang perkembangan invasi Mongol.

 

“Mongol sekarang sudah mencapai daerah Dinasti Khwarizmia dengan kecepatan angin dan kehancuran Dinasti Khwarizmia sudah di depan mata.” Lapor mata-mata Alqami.

 

Alqami memainkan kumisnya kemudian duduk dengan bersandar. Ia melihat ke arah jendela.

 

“Lama sekali mereka kesini! Cepat kirimkan bagaimana kondisi Abbasiyah sekarang kepada mereka agar mereka bisa leluasa menuju sini untuk menghancurkan kekhalifah bobrok ini, dan berikan syarat kepada mereka untuk memberikan bagiannya untuk kita!” Bentak Alqami kepada mata-matanya.

 

“Baik Tuanku!”

 

.....

 

Seluruh prajurit dilepaskan dari tugasnya. Gaji mereka lalu di bagi-bagikan kepada rakyat untuk upah dalam mengangani kelaparan massal. Sang Khalifah menjadi sakit-sakitan dan banyak yang menjauh darinya. Ditengah kemerosotan moral dan politik Kekhalifahan, bahaya mengintai datang dari arah timur negerinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status