Share

Petualangan Nerva
Petualangan Nerva
Penulis: sidiq winiaji

Memegang Sebuah Janji

Ada seorang pemuda hidup dimasa abad pertengahan di suatu tempat yang sangat terpencil di Asia Kecil, dia bernama Nerva.

 

Pemuda itu tumbuh dibawah asuhan pelayan setia keluarganya dengan baik. Namun Nerva muda justru mengambil langkah yang salah dalam hidupnya.

 

Dia selalu berbuat ulah sehingga penduduk disana menjadi resah atas sikapnya. Nerva melakukannya karena dirinya kesepian dan butuh teman untuk ngobrol.

 

Nerva muda memiliki seorang kakak perempuan yang cantik namun sangat pemarah terhadap dirinya. Dan Nerva muda memiliki dua orang adik, laki-laki dan perempuan.

 

Nerva sangat sayang dengan mereka semua, namun kedua adiknya harus berpisah dengannya karena seorang Gubernur yang berkuasa di wilayahnya menginginkannya untuk dijadikannya anak asuh. Mereka berdua tentunya sangat sulit untuk sekedar menyapa Nerva di kampungnya karena kehidupan istana yang penuh ketertutupan dari mata orang-orang awam seperti dirinya. Kesedihannya itulah yang membuat Nerva merasa kesepian selama hidupnya.

 

Ayah Nerva adalah seorang prajurit berpangkat kapten dan ibu Nerva adalah seorang pelayan kerajaan. Mereka jarang sekali menengok Nerva muda meskipun sekedar menyapa. Tugas Ayah Nerva sangatlah berat yakni sebagai pembawa pesan kerajaannya ke kerajaan lain. Nerva berharap mereka bisa bersama dengannya meskipun hanya sebentar.

 

...

 

 

Di pagi hari yang temaram, ayah Nerva berlari menuju halaman rumah Nerva tatkala Nerva memandikan domba-dombanya. Nerva sangat senang sekali akan kedatangan ayahnya. Inilah momen pertemuan penuh kebahagian. Nerva melihat ayahnya sejak sekian lama beliau meninggalkan keluarga kecilnya di desa terpencil. Namun awan badai tampak dari raut wajah ayahnya. 

 

"NERVA!" Panggil ayahnya

 

"Assalamu'alaykum ayah!"

 

"Wa'alaykumsalam anakku tersayang, ini aku ayahmu. Aku kesini hendak menyuruhmu pergi dari tempat ini bersama penduduk desa." 

 

"Ada apa ayahku, apa yang terjadi?"

 

"Tentara Tartar dan Mongol datang membawa kehancuran, cepatlah bergegas! Kumpulkan pakaian dan makanan dan bangunkan kakakmu untuk pergi dari sini supaya kalian selamat!"

 

Lalu ayah Nerva pergi meninggalkannya segera tanpa menoleh ke arah Nerva.

 

"Ayah, ayah.....!"

 

Nerva menagis sesenggukan dan kembali kedalam rumah untuk membangunkan kakaknya.

 

"Kak Lucia, bangun ayo kita pergi dari sini , ayah datang kemari dan bilang kepadaku bahwa tentara Tartar dan Mongol akan datang kesini dan membawa kehancuran" Nerva membangunkan kakaknya hingga hampir setengah teriak.

 

"APA? Jangan ganggu aku! Kenapa selalu engkau menganggu hidupku meski hanya tidur sejenak di malam hari?"

 

"Demi Allah kak, tadi aku bertemu ayah dan menyuruhku untuk pergi bersamamu dari sini."

 

Setiap kali Nerva menyadarkan kakaknya, Lucia enggan mendengarkan.

 

"Jika engkau mengangguku lagi akan kupukul engkau menggunakan rotanku, anak badung!"

 

Nerva menyesal pernah berbuat nakal selama bersama kakaknya. Disamping itu Nerva sangat takut bahaya yang akan menimpanya. Akhirnya Nerva meninggalkan kakaknya berharap ada warga desa yang membangunkan kakaknya.

 

Seluruh desa dilanda kepanikan. Semua pergi berpencar tanpa mempedulikan nasib teman dan tetangga masing-masing

Nerva berlari ke arah barat daya ke arah gunung sembari melihat ke arah belakang. Setelah mendaki gunung, Nerva melihat desanya terbakar dan hancur porak-poranda.

 

....

 

 

Nerva menangis sesenggukan melihat kenyataan yang terjadi. Pikiran kosong Nerva hampir saja mencelakakan dirinya karena jika dirinya berteriak histeris maka tentara Tartar dan Mongol akan mengetahui dirinya lalu membunuhnya. Sesampai di sebuah mata air di atas gunung, Nerva menangis dan terus menerus menyesali perbuatannya dahulu sehingga kakaknya tidak bisa ia selamatkan dan jauh darinya.

 

Hujan dari langit yang begitu deras membasahinya dan ia tahu bagaimana isi hatinya. Nerva kini berjuang agar dirinya selamat. Ketika Nerva duduk di dekat naungan belakang mata air, datanglah sesosok lelaki misterius bertubuh besar dan berjubah hitam untuk menemuinya.

 

"Si... Siaapa kamu?" Nerva bertanya penuh ketakutan kepadanya.

 

"Aku diutus oleh seorang penguasa untuk membunuhmu, namun aku ditahan karena sebuah alasan supaya engkau memenuhi permintaanku." Jawab lelaki bertubuh besar tadi.

 

Seketika tubuh Nerva gemetar dan berkeringat dingin.

 

"Jangan engkau bunuh aku, sebutkan apa permintaanmu supaya aku selamat dari niatmu membunuhku." Nerva tersimpuh lemah dihadapan lelaki bertubuh besar tadi,ia berharap lelaki itu tidak membunuhnya.

 

" Ada 3 permintaan ku supaya engkau selamat dariku, aku harap engkau mampu memenuhinya." 

 

"Apa itu wahai tuan?" Pinta Nerva.

 

"Yang pertama, engkau harus menunjukkan akhlak yang mulia, maka selama engkau menuju ke arah tujuanmu aku akan bersamamu sebagai saksi, jika engkau kabur aku akan membuat dirimu menyesal dan kematian yang buruk akan menimpamu.” Ancam lelaki berjubah hitam tersebut.

 

Nerva lalu bertekad untuk memenuhi permintaan pertama lelaki besar tadi. Lalu seketika muncullah lelaki bertubuh kurus berjubah abu-abu dengan wajah penuh kecemasan. Dialah pelayan keluarga Nerva akhir-akhir ini. Dialah Abdullah.

 

"Wahai lelaki berjubah hitam, tahanlah pedangmu dari pemuda itu, aku harus menolongnya dari kematian."

Lelaki berjubah hitam lalu bertanya kepada Abdullah. 

 

"Apakah engkau hendak menolong pemuda ini? Tolonglah sebisamu karena dirinya tidak akan lepas dari kematian, setidaknya dengan adanya dirimu, ia bisa mengambil pelajaran."

 

"Terima kasih tuan berjubah hitam, semoga engkau selalu dalam lindungan Allah.” Abdullah bersyukur sembari menangis bisa bertemu dan melihat Nerva masih hidup.

Lelaki berjubah hitam melanjutkan permintaannya kepada Nerva.

 

“Permintaan kedua ku adalah engkau harus mau berlatih memanah dan berkuda untuk berjihad bersamaku.”

 

Nerva mengangguk. Abdullah melihat Nerva terdesak akan keinginan lelaki berjubah hitam lalu ia bertanya kepada Lelaki tadi.

 

“Kenapa engkau ingin sekali anak muda itu untuk menuruti permintaanmu? Dia masih anak-anak dan dia itu anak yang lemah”

 

Abdullah pun mencari-cari alasan supaya Nerva bisa terlepas dari keterbelengguan lelaki berjubah hitam tersebut.

 

“Diamlah engkau, jika engkau tidak berhenti berbicara engkau akan ku potong tangan dan kakimu karena engkau telah menghalangiku!. Yang ku lakukan ini demi negara dan bangsaku!” Desak lelaki tersebut.

 

“Aku mengerti perasaanmu tatkala negeri kita sedang dilanda musibah ini. Tapi engkau juga harus mengerti bahwa tidak setiap masalah dihadapi dengan kekerasan!  Bertakwalah kepada Allah wahai orang yang kuat!” Sanggah Abdullah.

Situasi di sini menjadi penuh ketegangan. Abdullah berusaha melepaskan Nerva dari jeratan lelaki berjubah hitam tersebut. Namun demikian lelaki berjubah hitam tetap dalam pendiriannya.

 

Nerva memberanikan diri untuk berbicara. Dirinya merasakan kesungguhan lelaki itu membunuh dirinya. Dan ia khawatir hidup Abdullah juga terancam sehingga ia memutuskan untuk mengusir Abdullah.

 

“Pergilah Abdullah, engkau memang beban bagiku, jangan berani melanggar perintahku, pelayan!”

 

Dalam hati, Nerva ingin agar Abdullah selamat dari lelaki berjubah hitam tersebut. Jika ia pergi maka ia bisa kabur tanpa menyusahkan Abdullah.

 

“Tidak akan pernah aku meninggalkanmu wahai tuan Nerva, aku berhutang budi terhadap ayahmu Zida, dan aku tidak sekali-kali menghianati kebaikannya, dan engkau bagiku seperti anakku sendiri, dan aku tidak ingin kehilangan anakku kelima kalinya.”

 

“Permintaan yang ketiga!”...potong lelaki berjubah hitam.

 

“Engkau harus bermanfaat bagi setiap muslim yang kau temui di jalan!”

 

Tiada pilihan lain bagi Nerva untuk menerima permintaan lelaki berjubah hitam tersebut. Jika ia tidak menerima permintaannya maka ia harus menyerahkan nyawanya dengan sia-sia. Sesaat ia mengamati Abdullah, ia lelaki yang lemah sama sepertinya. Lalu ia khawatir hidup Abdullah terancam jika ia bersama dengannya. Maka ia juga memiliki permintaan kepada lelaki berjubah hitam tadi.

 

“Baiklah, aku terima ketiga permintaanmu dengan baik. Karena akupun juga seorang muslim. Namun aku juga meminta kepada engkau satu hal saja....!” Nerva mencoba bernegosiasi.

 

“Apa itu?”

 

“Engkau harus menjamin keselamatan pelayanku ini selama aku berusaha menjadi muslim sejati!”

 

Lelaki berjubah hitam lalu tersenyum puas.

 

.....

 

Nerva mengambil bekal makanan yang ia bawa dari rumah. Roti sisa dan qirbah  ia bawa dan sekantong kurma dan kismis untuk ia gunakan sebagai nabiz. Ia merasakan kesedihan dan kegundahan yang berat setelah melewati masa-masa yang kritis ini. Ia mengamati sekitar untuk menenangkan hatinya. Abdullah duduk di samping Nerva sembari melantunkan syair khas daerahnya, Khurasan.

 

Kuda berlari penuh kegembiraan

 

Kambing merumput membawa susu berlimpah

 

Anak-anak berebut buah dari kakeknya

 

Istri menunggu setia di rumah membuat adonan roti

 

Lalu hujan turun membasahi negeri yang penuh berkah.

 

 

Kaki Nerva berayun di bawah permukaan air sambil melihat ikan-ikan kecil berenang di antara kakinya. Sesekali ia melihat lelaki berjubah hitam memainkan pedangnya yang besar. Lalu lelaki itu mendekatinya.

 

“Wahai anak muda, siapa namamu?” tanyanya.

 

“Aku Nerva anak seorang pembawa pesan kerajaan”.

 

“Siapa nama ayahmu?

 

“Zida”

 

“Apakah engkau punya makanan?”

 

Nerva mengambil tiga butir kurma lalu memberikannya. Lelaki itu mengambilnya dan memasukkan satu buah kemulutnya dan menggenggam kurma yang lain ditangan satunya. Ia lalu memperkenalkan diri.

 

“Kau boleh panggil aku Hasan. Aku berasal dari korps ramiyah  Dinasti Abbasiyah.”

 

Nerva melihat Hasan dengan seksama. Hasan memakai baju zirah yang tertutup jubah hitamnya. Mengenakan helm besi bergulung kain surban dengan tampak mata, hidung dan sedikit bagian mulut dan dagunya yang berjenggot. Baju zirahnya menutupinya dari leher hingga paha atas dan dari lengan hingga pergelangan tangan. Lalu bagian zirah diselimuti dengan gamis berwarna merah dengan tulisan arab di bagian dadanya. Sarung tangan membungkus setengah tulang hasta dan pengumpil dengan bahan kulit domba tebal. Sedangkan bagian kaki menggunakan khuf besar dengan bagian jari-jari kaki dilapisi besi tipis. Pedang Damaskus ada pada sisi kiri kakinya dengan diikat sabuk berlapis emas. Di bagian kanan terdapat anak panah sejumlah lima puluhan buah dengan penyeimbang bulu ayam cokelat yang rapi. Busur panah selalu ia bawa pada tangan kirinya. Dan ia tampak sangat berwibawa.

 

“Akan aku ajarkan engkau bagaimana cara memanah dengan benar, pertama engkau harus persiapakan dahulu busur dan anak panah mu.” Ajak Hasan untuk memulai pelatihan.

 

“Lalu darimana aku mendapatkannya?” tanya Nerva.

 

“Di Kota Baghdad, aku memiliki kenalan disana, dan aku juga ingin melaporkan situasi sekarang kepada Khalifah .”

 

“Baiklah, apakah uang yang ku bawa ini cukup?” Nerva menunjukkan kantong berisi uang dirham kepadanya.

 

“Cukup” kata Hasan.

Abdullah menasehati Nerva agar ia tidak menunjukkan harta yang ia bawa, takut jika diambil seluruhnya oleh Hasan. Namun Nerva tidak menghiraukan Abdullah dan dirinya kini lebih senang dengan keputusannya untuk menjadi manusia yang berakhlak baik dan bermanfaat.

Mereka bertiga lalu pergi turun gunung dan melanjutkan perjalanan ke Baghdad, Ibu kota Kekhalifahan dinasti Abbasiyah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
opening yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status