Share

Bab 2 Terjebak di Ruang Bawah Tanah

Rama memutuskan untuk mengembalikan benda-benda itu ke tempat semula. Namun, sebelum sempat melangkah ia tanpa sengaja melihat pintu bangunan di sebelahnya. Pintunya tak tertutup secara sempurna. 

Di area berpagar itu, bangunan di sebelah kanan memang Ruang Koleksi Khusus. Tapi yang sebelah kiri? Rama tak mengetahuinya. Sebagai petugas baru, hanya dua bangunan ini yang belum pernah ia masuki. Selain akses yang sangat terbatas, ia juga tak punya informasi apa pun.

Jika dilihat sekilas, bangunan di sebelah kiri memang tidak tampak berbeda. Namun jika diperhatikan lagi dengan lebih seksama, akan tampak perbedaannya. Bangunan itu menggunakan sistem ventilasi yang unik. Terdapat banyak lubang kecil seukuran biji kelereng di bagian bawah dan atas tembok yang berfungi sebagai tempat keluar masuk udara.

Meski tampak ragu-ragu, Rama mendekati pintu itu. Perasaannya menjadi semakin tidak enak. Namun saat melihat pintu itu benar-benar terbuka, meski hanya sedikit, ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa bangunan ini mungkin juga bagian dari Ruang Koleksi Khusus. 'Semoga saja begitu.' pikirnya.

Namun berbeda dari dugaannya, bangunan dengan pintu otomatis itu justru tempat paling terlarang dalam kompleks museum. Tak ada seorang pun yang diijinkan masuk, tanpa terkecuali. Tempat itu berisi koleksi-koleksi pribadi Sri Sultan dan raja-raja sebelumnya.

Pagi-pagi sekali Sri Sultan mengeluarkan beberapa koleksi dari ruangannya. Saat itu, secara kebetulan dirinya melihat Pak Syarif yang sedang berada di depan pintu Ruang Koleksi Khusus. Entah untuk apa, tiba-tiba ia mengajaknya ke istana. Karena terburu-buru Sri Sultan tidak menyadari bahwa terdapat ranting kecil di bawah pintu yang membuatnya tidak dapat menutup secara sempurna. Mereka berdua tidak memperhatikan hal tersebut sampai Rama datang.

Rama mendorong pintu itu. Tidak seperti sebelumnya, pintu ini tidak dikunci. Meski begitu, karena bersifat otomatis dan bahannya berasal dari baja, pintu ini sangat berat. Pintu itu hanya bergeser sedikit meski Rama mendorongnya kuat-kuat. 

'Lumayan!' pikirnya. "Jika aku memiringkan tubuh, pasti muat" gumamnya. Sebelum masuk, Rama menyalakan senter ponselnya terlebih dahulu karena ruangan di bagian dalam terlihat sangat gelap. Ia lebih heran karena di dalam bahkan tidak ada sakelar listrik untuk menyalakan lampu.

Senternya ia sorotkan ke sekeliling ruangan. Pada dinding di sebelah kanan-kirinya terpajang banyak lukisan dan foto raja-raja Mataram. Di bawahnya berbagai benda antik memenuhi ruangan sehingga hanya tersisa sedikit tempat kosong yang berada tepat di tengah-tengah, seperti membagi bagian interior bangunan itu menjadi dua.

Di bagian kanan dan kiri sepanjang tempat kosong itu terdapat beberapa meja jati dengan berbagai bentuk. Jumlahnya sekitar dua puluhan. Semuanya telah terisi benda antik. Ketika Rama terus mengarahkan pandangannya ke ujung ruangan, ia menemukan satu-satunya meja kosong. Di ujung sebelah kiri. 

Rama berjalan perlahan kemudian meletakkan patung-patung itu dengan hati-hati di atas meja. Tak hanya itu, ia juga harus memperhatikan tata letaknya karena masih tersisa enam patung di ruang kerja ayahnya. Saat menggeser tubuhnya sedikit ke arah belakang, tiba-tiba ...

"Aaach!"

Bug!

Suara benda jatuh terdengar cukup keras. Suara itu berasal dari sebuah lubang yang berada di ujung ruangan. Lubang berbentuk segi empat itu adalah akses menuju ruang bawah tanah. 

Di bagian bawah terdapat undakan yang mengarah ke barat sepanjang sepuluh meter. Kemudian berbelok lagi ke kanan dengan panjang yang tidak sampai tiga meter. Seandainya ada cukup penerangan, Rama pasti dapat melihat lubang itu karena ukurannya yang cukup besar.

Sayangnya tidak. Rama tidak menyadari lubang itu sehingga tubuhnya meluncur deras dan jatuh dalam posisi telentang, menyebabkan kepalanya terbentur sangat keras dan membuat kesadarannya hilang.

Beberapa waktu kemudian ia membuka mata. Kepalanya terasa pusing dan tubuhnya juga terasa sangat lemah. Selain itu, Rama merasakan sakit yang hebat pada bagian belakang tengkoraknya, seperti bekas disayat.

Ia mengarahkan tangannya ke belakang. Rambutnya basah dan lengket. Tiba-tiba tangannya menyentuh luka yang menganga lebar. Seketika itu juga Rama dapat mencium bau amis.

Lamat-lamat Rama melihat cahaya di dasar ruangan di bawah sana. Itu ponselnya. Ia mencoba bangun, namun sulit. Sekali lagi ia memaksa dirinya bangkit, namun tak tersisa cukup tenaga di tubuhnya. 

Mungkin inilah yang membuat perasaannya tidak enak sejak dari rumah. Alam bawah sadarnya seakan-akan memberikan peringatan akan adanya sebuah bahaya. Namun kini sudah terlambat. Ia harus bergerak.

Ia hanya bisa menarik tubuhnya pelan-pelan dengan susah payah untuk mencapai dasar ruangan. Jaraknya kini hanya satu meter dari ponselnya, namun tubuhnya sudah semakin lemah dan kedinginan. Jantungnya juga berdetak semakin cepat, seolah-olah sedang bekerja keras mengalirkan darah yang tersisa.

Merasa lelah luar biasa, Rama menyandarkan kepalanya ke dinding. Ruang bawah tanah di hadapannya berisi banyak benda pusaka paling langka, seperti keris dan pedang. Namun semua itu tak lagi menarik perhatiannya. Benda paling penting sekarang adalah ponselnya. Ia harus menghubungi seseorang untuk mendapatkan bantuan.

Sambil berusaha menggapai benda itu, ia dapat melihat lengan kirinya mulai basah dan berwarna merah. Darah terus mengalir keluar dari kepalanya. Ia kesulitan karena pandangannya tiba-tiba kabur. 

Rama sadar waktunya tak banyak. Ia mulai takut. Bagaimana jika dirinya yang sedang sekarat tidak memiliki cukup waktu untuk mendapatkan pertolongan. Bayangan kematian seperti terlihat jelas di matanya.

Ia menatap ke samping, ke ujung ruangan, seperti menghindar dari bayangan gelap yang menunggu di depan wajahnya. Air matanya mulai mengalir. Bersamaan dengan itu, bola matanya menangkap sebuah objek yang disorot cahaya ponselnya. Terlihat seperti gerbang sebuah istana, megah dan tinggi. Meski semakin kabur, ia masih dapat melihat aksara yang terpahat pada permukaannya. 

Ia kemudian menyadari satu hal. "Pintu ini pernah muncul dalam mimpiku. Ya, tidak salah lagi. Aku yakin memang ini pintu yang aku lihat." Entah bagaimana, alih-alih meraih ponselnya Rama justru menggunakan tenaga yang tersisa untuk merapalnya. Begitu sampai pada kalimat terakhir, kesadarannya telah lenyap sepenuhnya.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status