Bab Utama : 2/3.
Udara di antara Kevin dan Demyxian menjadi hening, namun bukan hening yang menenangkan—melainkan sunyi yang penuh tekanan, seolah dunia menahan napas menunggu siapa yang akan jatuh lebih dulu.Demyxian berdiri seperti boneka dewa yang diciptakan oleh kehendak gelap. Tubuhnya diselimuti jubah ungu pekat yang kini terbuka, memperlihatkan puluhan pil beracun mengambang mengelilinginya, membentuk orbit seperti planet yang mengitari bintang maut. Pil Paralisis. Pil Asidik. Pil Kematian Jiwa. Pil Kehancuran Roh. Setiap satu dari mereka cukup untuk memusnahkan sekte besar—dan kini semuanya diarahkan ke Kevin.“Kau bicara tentang kehendak dan kebenaran…” desis Demyxian, suaranya berat seperti bisikan dari balik liang kubur.“Tapi bahkan kehendak terkuat akan hancur saat tenggorokanmu meleleh oleh racun abadi!”Ia mengangkat tangannya.KRAAAK!Puluhan pil itu pecah serentak, menyebarkan kabut beracun yang tak berwarna tapi terasa—menusuk kulit seperti jarum halus, meresap ke paru-paru, membuat
Di sisi lain medan langit, di antara badai salju dan ledakan kristal es, Valkyrie berdiri, tubuhnya berdarah, tapi mata tetap menatap ke depan.Harimau Putih Bersayap Naga menderu, nafasnya membekukan angin, cakar-cakarnya menggores tanah dan menciptakan retakan salju yang dalam. Sayapnya mengepak sekali—dan badai kutub meledak, menggulung dengan putaran salju tajam seperti pisau surgawi.Valkyrie berlari menembus badai itu.Tubuhnya memar. Bibirnya pecah. Tapi ia tak berhenti. Tangannya menggenggam pedang spiritual—cahaya putih berdenyut dari bilahnya, seperti napas terakhir seorang malaikat.“Kau… makhluk abadi yang dikutuk oleh kehendak kelam… Kau takkan melampaui kemampuanku!” teriaknya.BRUAAKK!!Ia melompat dan menancapkan pedangnya tepat di dada sang harimau—sebuah suara keras menggemuruh, campuran raungan dan dentingan kristal pecah.Tapi saat pedang menancap, es mengalir dari luka itu, bukan darah. Es hidup. Es spiritual.Es itu menjalar ke sepanjang bilah pedang… lalu ke tan
Langit meraung. Bukan sekadar mengguntur. Awan-awan terbelah, seolah-olah cakaran tak kasatmata tengah merobek mereka dari dalam. Di antara semburat merah bara dan kilatan cahaya menyilaukan, sosok gelap itu muncul—Kurozan.Ia tidak terbang.Ia menusuk langit, menembus pusaran api suci Rajawali Api seperti tombak kegelapan yang dikutuk oleh waktu. Tubuhnya hitam legam, bukan sekadar hitam... tapi hitam yang menelan cahaya, menyerap segala warna menjadi kehampaan. Setiap gerakannya bagaikan iblis yang menerjang tanah terlarang“GWAAARRRR!!!”Raungannya bergema dari kedalaman dimensi yang tak diketahui. Suara itu membuat tulang retak hanya karena mendengarnya, membuat jiwa menggigil seperti saat musim dingin abadi.Dengan satu tebasan brutal, cakar Kurozan—tajam seperti obsidian surgawi yang ditempa dalam lubang hitam—menghantam dada Rajawali Api.KRAAAAAKK!!!Seolah waktu itu sendiri mengerang. Rajawali Api memekik, namun tidak menyingkir. Api suci dari tubuhnya meledak hebat. Bulu-bul
Dataran kelam itu sunyi. Teramat sunyi. Bahkan angin enggan bergerak, seolah dunia menahan napasnya di bawah langit yang telah hancur oleh perang para dewa dan iblis. Awan menggantung rendah, hitam kelam, terbelah oleh garis-garis petir yang lebih tampak seperti luka pada langit itu sendiri.Dua sosok berdiri di tengah kehancuran.Dari satu sisi, Demyxian, Sang Dewa Seiyu alias Alkemis Kematian, perlahan membuka jubahnya. Gerakannya tak tergesa—justru sebaliknya, ia tampak seperti menikmati waktu yang merangkak, seolah-olah ia sedang membuka tirai terakhir sebelum pertunjukan maut dimulai.“Kau tahu, Kevin…” bisiknya pelan, namun tajam.“…kadang dunia terlalu lama memuja cahaya hingga lupa, racun pun bisa membebaskan.”Jubahnya terurai. Dan dari balik kain gelap itu, puluhan pil mematikan melayang, mengambang dengan orbit mengerikan, seakan masing-masing memiliki kesadaran dan niat membunuhnya sendiri. Mereka berputar seperti planet-planet gelap yang mengelilingi matahari hitam—mene
Udara menggigil. Bukan hanya karena suhu yang menjatuhkan embun menjadi jarum es, tapi karena aura pertarungan yang menggantung di antara langit dan tanah. Di perbatasan alam itu, di titik liminal antara cahaya dan kehancuran, dua kekuatan bertarung... Valkyrie dan Harimau Salju, binatang suci dari kutub purba.Langit yang tadinya menyala oleh amarah Rajawali Api kini berubah drastis. Api menghilang seperti lenyap oleh kehendak surgawi. Yang menggantikan bukan ketenangan, melainkan keheningan dingin yang menyayat.Salju tidak lagi turun dengan anggun. Kini ia jatuh seperti serpihan belati kaca—tajam, mematikan, dan membekas luka dalam setiap sentuhannya.Tanah, yang tadinya kokoh, mulai merekah oleh desiran kutub purba. Dari rekahannya, pilar-pilar es mencuat—tinggi, runcing, dan seolah hidup. Mereka menjulang seperti taring dari dewa yang lama terkubur dalam tidur beku, kini terbangun oleh panggilan pertempuran surgawi.GWAARRRRR!!!Raungan itu mengguncang dimensi. Sumbernya: seso
Di tempat tertinggi, jauh di atas puncak gunung dan menara suci, dua makhluk surgawi saling menantang. Mereka bukan binatang biasa, bukan juga dewa dalam bentuk manusia—mereka adalah arwah tertua, manifestasi kehendak dunia yang belum bisa memilih terang atau gelap.Kurozan.Burung dari malam abadi. Roh surgawi yang tubuhnya ditempa dari kegelapan terdalam, dari lorong-lorong tak berujung di antara bintang yang padam. Sayapnya membentang, hitam seperti kain duka, begitu lebar hingga menelan seluruh matahari dalam bayangannya. Setiap kepakan menciptakan tornado kelam, pusaran vakum yang menyedot tidak hanya cahaya... tetapi kehendak hidup.Langit mulai berdenyut dengan warna kelabu, lalu menjadi ungu tua, seperti luka lebam yang melebar. Kabut menyelimuti angkasa, menebal dalam gerakan spiral yang menyerap kilatan petir dan lidah api.Sebuah suara akhirnya merayap keluar dari balik pusaran bayangan.“Langit terlalu terang... Sudah waktunya malam mengambil tahta.”Suara Kurozan bukan se