Share

Pewaris yang Kubawa Pergi
Pewaris yang Kubawa Pergi
Author: Milly

Bab 1

Author: Milly
Pengacara memberitahuku bahwa suamiku yang sudah menikah denganku selama delapan tahun ternyata sudah menceraikanku sejak setahun lalu. Secara hukum, dia sudah menjadi suami orang lain.

Saat itu aku berdiri terpaku lama sekali.

Aku benar-benar tidak mau percaya pada kenyataan ini.

Ponselku berbunyi, pesan dari Tommy Kardi masuk.

[Sayang, aku hari ini pulang ke tanah air. Aku beliin kamu tas model baru. Ada urusan kecil di kantor, selesai itu aku langsung pulang nemenin kamu.]

Pesan itu menusuk hatiku seperti duri.

Kalau sebelumnya, aku pasti merasa bahagia menerima kabar itu.

Tommy selalu membawakanku hadiah setiap kali pulang dari perjalanan bisnis.

Awalnya aku yang berdiri di aula bandara bermaksud memberi kejutan.

Tapi aku tidak menyangka kejutan itu berubah menjadi mimpi buruk.

Aku melihat sosok yang sangat kukenal keluar dari pintu kedatangan.

Tubuhnya tinggi, setelan jas hitam menegaskan ketampanannya.

Namun, dia menuntun seorang perempuan dengan penuh kelembutan.

Perempuan itu hamil besar, wajahnya berseri-seri.

Itu Merry.

Dadaku perih seperti disayat, tubuhku gemetar.

Aku dan Tommy tumbuh besar bersama.

Selama 28 tahun, kami tidak pernah terpisah.

Saat itu aku percaya tidak ada yang bisa menandingi cinta kami.

Sekarang aku sadar, cinta itu ternyata racun manis.

Setahun lalu buku nikah kami hilang. Tommy bilang akan menyuruh asistennya mengurus pengganti. Aku masih ingat pernah menandatangani sebuah dokumen. Kini aku sadar itu kemungkinan surat cerai.

Pikiran itu menusuk dadaku seperti jarum.

Aku menggenggam bunga yang kusiapkan untuknya sampai kukuku hampir melukai telapak tanganku.

Aku menatapnya dalam-dalam sekali, lalu berbalik pergi dan membuang buket bunga ke tempat sampah.

Aku pulang ke rumah dengan tubuh lemah, seakan jiwaku menghilang.

Aku pun masuk kamar mandi dengan linglung dan mengambil alat tes kehamilan.

Dua garis muncul di sana, membuatku merasa hidup benar-benar mempermainkanku.

Tiga bulan lalu aku pergi ke rumah sakit sendirian untuk menjalani percobaan bayi tabung ke 12.

Kami sudah lama menikah, tetapi aku tidak pernah hamil.

Tommy bilang itu tidak penting. Dia berkata meski tanpa anak, dia akan tetap mencintaiku sepenuh hati.

Semua percobaan sebelumnya gagal.

Setiap harapan berakhir jadi kekecewaan.

Tapi aku tidak bisa berhenti berharap. Aku ingin memiliki anak sebagai wujud cinta kami.

Enam bulan lalu, saat dia dinas keluar negeri, aku memakai sampel yang tersimpan untuk melakukan percobaan ke-12.

Kemarin dokter memberi kabar aku berhasil hamil. Bayinya sehat!

Kandunganku sudah lebih dari tiga bulan, bayi kembar, laki-laki dan perempuan.

Awalnya aku ingin memberi kabar itu di hari peringatan pernikahan kami.

Tapi aku tidak menyangka dia sudah lebih dulu menjadi ayah untuk anak dari perempuan lain.

Tidak heran dia tidak peduli apa aku bisa punya anak atau tidak. Ternyata dia sudah menjadi ayah, hanya saja bukan untuk anakku.

Suara langkah terdengar di luar pintu, lalu sosok Tommy muncul di ambang pintu.

Aku buru-buru menghapus air mata dan menyembunyikan alat tes kehamilan di belakang, lalu memasukkannya ke dalam saku.

"Sayang, kenapa kamu nggak balas pesan? Aku kira ada apa-apa. Aku khawatir banget."

Dia melangkah cepat mendekat, wajahnya penuh kecemasan.

Aku menunduk dan menghindari tatapannya yang hangat.

Saat kami baru berpacaran, aku pernah ngambek dan sengaja nggak balas pesannya. Waktu itu dia sampai menyewa helikopter untuk mencariku di seluruh kota.

Sekarang semua kasih sayang itu hanya tersisa dalam kenangan.

Dia sudah memberikan perhatian itu pada orang lain.

"Aku… tadi aku nemenin teman jalan-jalan, ponselku kehabisan baterai." Aku memaksakan senyum.

Dia memelukku erat, dagunya bersandar di kepalaku, suaranya dalam dan lembut.

"Jangan begitu lagi. Kamu tahu kan, aku nggak bisa hidup tanpa kamu."

Tubuhku kaku dalam pelukannya, hatiku terasa campur aduk.

Ponselnya tiba-tiba berdering.

Tommy melirik layar dan wajahnya berubah serius.

"Sayang, aku keluar sebentar, ada telepon."

Dia pun melepaskanku dan berbalik menuju balkon.

Aku mendongak, menatap punggungnya yang menjauh, hatiku kembali sakit.

Beberapa menit kemudian dia kembali dengan terburu-buru dan mengambil jasnya.

"Ada urusan mendadak di kantor. Aku harus pergi dulu, nanti aku cepat pulang."

Aku tidak bicara, hanya mengangguk pelan.

Pintu menutup keras, sosok Tommy menghilang dari pandanganku.

Aku melempar alat tes kehamilan ke tempat sampah, air mataku jatuh lagi.

Anakku, maafkan Mama, Mama tidak bisa memberimu keluarga yang utuh.

Tapi Mama akan mencintaimu sepenuh hati dan memberikan yang terbaik.

Seminggu kemudian aku menyelesaikan urusan warisan dan mengurus paspor. Aku membawa kedua anak ini pergi selamanya supaya tidak mengganggu kebahagiaan Tommy bersama Merry dan anak mereka.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris yang Kubawa Pergi   Bab 8

    Tapi Tommy jadi seperti orang gila.Dia tidak muncul di depanku lagi, tapi ke mana pun aku pergi, aku selalu bisa melihatnya mengikuti dari jauh.Aku menghela napas. Aku tahu kalau terus begini, perjalananku tidak akan pernah tenang.Jadi aku memutuskan mengakhiri perjalanan lebih cepat dan pulang.Sepanjang jalan aku berhati-hati menghindari tatapan Tommy. Akhirnya aku berhasil kembali dengan selamat ke rumah baruku di Swessia.Aku sudah lama menyiapkan alamat baru dan nomor baru, tapi Tommy tetap berhasil menemukanku.Dia berdiri di depan rumahku dengan wajah lusuh.Begitu melihatku, matanya langsung berbinar."Yura, akhirnya kamu mau ketemu aku juga," katanya. "Aku terus nyari kamu."Aku menatapnya dingin tanpa sepatah kata pun."Yura, aku tahu aku salah. Tolong kasih aku satu kesempatan lagi."Tommy memohon, "Anak kita nggak boleh hidup tanpa ayah. Kamu mau dia lahir dan langsung nggak punya bapak?"Aku mengusap perutku yang makin besar dan menjawab dengan tegas, "Meski tanpa kamu,

  • Pewaris yang Kubawa Pergi   Bab 7

    Setibanya di Swessia, aku melepaskan semuanya.Aku tidak lagi memikirkan Tommy, tidak lagi mengingat masa lalu.Aku fokus merawat tubuhku, sambil berkeliling menikmati perjalanan.Pemandangan di sini indah sekali, udaranya segar membuat hatiku terasa ringan.Aku mengunjungi Pegunungan Alvara, merasakan megahnya puncak bersalju.Berjalan di tepi Danau Lusarna, menikmati ketenangan airnya.Aku juga pergi ke Zyric, menyaksikan keramaian kota besar.Sepanjang perjalanan ini, aku melihat keindahan dunia dan mulai mengerti arti kehidupan.Ternyata hidup tidak hanya tentang Tommy, masih ada dunia yang lebih luas.Aku sadar betapa membosankannya hidupku sebelumnya.Suatu hari aku sampai di sebuah kota kecil.Kebetulan sedang ada pawai Natal di sana.Jalanan penuh lampu hias, suasananya meriah.Orang-orang memakai pakaian pesta, tertawa, menari dengan gembira.Aku ikut terbawa suasana dan bergabung dalam keramaian.Di tengah barisan pawai, aku melihat sepasang kakek-nenek.Mereka saling bergand

  • Pewaris yang Kubawa Pergi   Bab 6

    Tommy menarik napas dalam lalu mendorong pintu terbuka.Dia menatap Merry dengan dingin dan bertanya tajam, "Kamu barusan ngomong apa?"Merry melihatnya, wajahnya langsung panik."Tommy, kamu… kamu salah dengar. Aku nggak ngomong apa-apa."Tommy tidak termakan ucapannya. Dia menyapu pandangan ke ruangan dan melihat ponsel di meja masih menyala.Dia melangkah mendekat dan melihat isinya. Layar itu menampilkan catatan obrolan antara aku dan Merry."Yura, lebih baik kamu mati aja di luar sana, jangan balik lagi!""Lihat nggak? Ini sup buatan Tommy khusus buat aku. Kamu seumur hidup nggak bakal ngerasain!""Yura, kamu memang pantas hidup sendirian tanpa siapa pun!"Setiap kata yang kejam itu menusuk hati Tommy.Dia tidak menyangka Merry ternyata perempuan seperti ini.Amarahnya memuncak, dia menampar Merry dengan keras."Perempuan hina! Kamu berani-beraninya begitu sama Yura!"Merry terkejut sampai terpaku. Dia menutup wajahnya dengan tangan, menatap Tommy dengan tidak percaya."Tommy, kam

  • Pewaris yang Kubawa Pergi   Bab 5

    Aku pergi.Tommy malah jadi kacau.Saat dia merawat Merry di rumah sakit, pikirannya tidak tenang.Di kepalanya terus muncul tatapanku semalam yang penuh kekecewaan.Tatapan itu belum pernah dia lihat sebelumnya.Rasa tidak nyaman tiba-tiba menyeruak di hatinya. Dia refleks mengambil ponsel ingin menghubungiku."Tommy, aku mau makan apel. Kamu tolong kupasin ya?"Suara Merry memotong pikirannya.Dia menatap layar ponsel, lalu melirik Merry, akhirnya memasukkan ponsel kembali."Baik, aku kupasin."Malam itu Tommy menemani Merry di rumah sakit semalaman.Keesokan paginya, baru dia pulang ke rumah.Namun begitu membuka pintu, dia mendapati rumah kosong melompong.Semua barang milikku sudah hilang.Dia tertegun sebentar, lalu panik mencari ke segala arah."Yura! Yura!"Dia berteriak memanggil namaku, tapi tidak ada jawaban.Dia menggeledah semua ruangan, tapi tidak menemukan keberadaanku.Dia panik, lalu mengeluarkan ponsel dan mencoba menghubungiku berkali-kali.Namun, nomorku sudah mati,

  • Pewaris yang Kubawa Pergi   Bab 4

    Malam itu Tommy membawa Merry pulang ke rumah, bahkan memasak sendiri.Saat makan malam, dia terus-menerus mengambilkan lauk dan menuangkan sup untuk Merry. Dia tahu persis makanan apa yang Merry sukai."Merry, sup ini rasanya ringan, pas banget sama seleramu.""Nih, ikan yang kamu suka. Makan yang banyak biar badanmu kuat."Aku melihat kedekatan mereka, air mataku hampir jatuh.Aku menunduk dan terus makan diam-diam.Aku tidak boleh menunjukkan reaksi yang terlalu keras, aku tidak boleh membuat Tommy sadar kalau aku sudah berbeda.Kalau dia tahu aku berencana pergi, dia pasti tidak akan membiarkanku.Apalagi sekarang aku sedang mengandung anaknya, hal itu juga tidak boleh dia tahu."Tommy, kamu segitunya merhatiin aku, apa Nona Yura nggak marah?"Merry melirikku dengan sengaja saat berkata begitu.Tommy sempat terdiam lalu buru-buru menjawab, "Dia nggak bakal marah, Merry. Kamu sekarang hamil, kamu harus makan makanan yang bergizi.""Yura juga perempuan, dia bisa ngerti kamu."Aku men

  • Pewaris yang Kubawa Pergi   Bab 3

    Untung Merry tidak jatuh parah. Setelah dokter menyelesaikan pemeriksaan rutin, Tommy membawa dia kembali ke kamar rawat.Aku berdiri di depan pintu dan melihat Tommy sibuk merawat Merry. Aku merasa seperti orang ketiga yang masuk ke hubungan mereka."Tommy, suruh Nona Yura masuk."Suara Merry terdengar lemah dari dalam.Tommy melirikku sekilas, lalu menghindari pandangannya.Aku pun menarik napas panjang dan melangkah masuk ke kamar."Nona Yura, jangan salahkan Tommy."Merry bersandar di kepala ranjang, wajahnya pucat."Dia manggil kamu ke sini karena aku yang minta. Ada hal yang harus kita bicarakan baik-baik."Aku menggigit bibirku dan tidak bicara.Tommy duduk di sampingku dan menggenggam tanganku.Wajahnya tampak penuh rasa bersalah, bibirnya bergerak seakan ingin bicara tapi tertahan."Yura, ada hal yang mau aku jelasin sama kamu."Dia berhenti sejenak lalu melanjutkan."Aku dan Merry ketemu lagi di sebuah jamuan bisnis.""Waktu itu ada rekan kerja yang sengaja maksa dia minum. A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status