Hallo, aku Saxpearls.. salam kenal yaa.. semoga kalian suka dengan ceritanya dan mohon dukungannya, ya ^.^
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya secara perlahan dengan intonasi suara yang tegas dan dalam. Aku masih tertunduk tidak dapat mengangkat wajahku untuk menatap matanya. Terbersit dibenakku saat ini tentang kepergiaan mama, lalu tentang betapa konyolnya peraturan ayah tiriku sehingga membuatku kembali terjebak dalam keluarga Dirgantara, tentang celaan orang-orang yang tiada habisnya, pesta itu, kedekatan Bayu dengan Ara, pekerjaan, café, dan saat ini Dandy. Tiba-tiba semua pemikiran itu menyerbuku bersamaan dan tepat sebelum air mataku jatuh, tangan Bayu menggapai tanganku dan menarikku masuk ke dalam pelukannya. Membenamkan wajahku ke dadanya yang bidang. Wangi tubuhnya yang maskulin menguar di sekelilingku. “Syukurlah aku menemukanmu di sini!” katanya membuat jantungku berdegup kencang tidak karuan. “Papa mencemaskanmu, ayo ikut aku pulang sekarang.” Bayu menatap wajahku sesaat sebelum akhirnya menuntunku untuk duduk di mobilnya. “Maafkan aku, Kak.. aku merepotkanmu. Ada se
Sesampainya di kantor, aku langsung menekan tombol lift menuju ke lantai 23A. Pintu lift terbuka dan aku langsung disuguhi oleh pemandangan wajah Sasa yang menghadangku di depan pintu lift di lantai 23A. Raut wajahnya terlihat mantap dan gelisah secara bersamaan. “Maaf Rin, aku harus mengatakan ini.” “Ada apa?” aku bahkan belum keluar dari lift saat ia mengatakan hal itu padaku. “Pak Bayu telah memindahkanmu ke salah satu ruangan di lantai tujuh. Kamu bisa melanjutkan pekerjaanmu di sana. Barang-barangmu juga sudah dipindahkan ke sana.” “Tapi kenapa tiba-tiba? Apa yang terjadi?” “Aku juga tidak tahu tapi beliau sedang tidak ingin diganggu saat ini.” Tiba-tiba hatiku menciut. Teringat kembali olehku peristiwa semalam. ‘Sepertinya kami baik-baik saja semalam, lalu kenapa tiba-tiba aku merasa ada yang aneh dengan Bayu?’Hatiku terasa semakin hampa karena tidak dapat memandang wajah Bayu lagi terutama di sela-sela rasa frustasiku oleh semua permasalahanku saat ini. “Kamu serius denga
Waktu Saat Ini Satu permasalahan telah selesai. Aku sudah mendapatkan partner untuk pesta itu tapi muncul permasalahan baru lainnya. Bayu. Semenjak kejadian di mana ia menjemputku, ia sudah jarang sekali terlihat di rumah. Begitu pula di kantor. Ruanganku berada di koridor pojok lantai tujuh dan selama di kantor aku hanya bolak-balik pergi ke ruangan divisi marketing. Di cafeteria, aku juga tak pernah lagi melihatnya. 'Apa ia menghindariku?' “Arrgghhhh!!” aku mengerang frustasi saat aku kembali memikirkannya. Selain itu, ini sudah memasuki hari kelima semenjak Dandy menghilang tanpa kabar dan Anton yang tetap tak bisa dihubungi. Rasa frustasi itu juga tergambar jelas pada wajah Sasa. Ia nampak tak bersemangat setiap kali kami meluangkan waktu untuk makan bersama di cafeteria. Berkat semua peristiwa membingungkan yang terjadi belakangan ini akhirnya Sasa pun mengetahui perasaanku yang sebenarnya pada kakak tiriku. Awalnya ia sempat terkejut namun, rasa keterkejutannya tak berlangsu
"Apakah harus sekarang? Di sini? Di hadapanku? Dengan situasiku saat ini?" Tanyaku bahkan tak digubris oleh pasangan kasmaran di hadapanku ini. Beberapa pasang mata berbisik dan menatap mereka dengan wajah yang berbinar, seolah juga senang akan permintaan Anton untuk Sasa, walaupun mereka hanya sekadar lalu-lalang sambil sesekali memperhatikan. “Pergilah bersamaku, Sasa. Kita tinggalkan semuanya yang menghalangi cinta kita dan menikahlah denganku.” ucapnya sekali lagi membuatku terbelalak. Pergi? Melarikan diri, maksudnya? “Whatever, Anton! Haruskah kau membicarakan semua ini di sini? Saat ini juga?” Selaku kembali tetapi mereka tetap tak menggubris pertanyaanku. Kulihat binar-binar pada wajah Sasa. Sebulir air mata jatuh membasahi pipinya namun hal itu tak sampai membuat make-up-nya berantakan. “I do, Anton. Aku bersedia.” “APA?!” seruku lagi kali ini dengan lebih keras. Kulihat Anton mengeluarkan sebuah cincin dari saku jasnya dan memasangkannya pada jari manis Sasa. Aku bahkan
Aku menggamit lengan Dandy erat saat memasuki gedung aula. Sorot lampu warna-warni menyambut kedatangan kami. Seluruh pasang mata seolah terhenti untuk menatap kami. Begitu pula musik dari band pengiring yang membawakan lagu-lagu jazz. Mereka bahkan terpana dan berhenti memainkan musik untuk beberapa saat seolah ada jeda. Entah kenapa jantungku tak kunjung berhenti membuat keributan di dalam sana akibat tatapan orang-orang padaku. Oh tidak! Tentu saja, mereka menatap pada Dandy! Aku melirik sekilas pada Dandy yang berada di sampingku. Pembawaannya nampak tenang saat ini. ‘Ke mana perginya aura berandalan itu?’ Dandy tersenyum saat mendapati aku mengeratkan genggaman tangannya. Aku melihat sekilas ia mengerling nakal padaku. “Tenanglah, babe. Semua akan baik-baik saja.” katanya seolah mengerti akan kekhawatiran terbesarku. Sepertinya kekahwatiranku tergambar jelas pada wajahku. Tapi tunggu, dia bilang apa barusan? Babe? Aku tidak salah dengar, kan? Aku menggelengkan kepalaku cepat s
Ayah tiriku menepuk-nepuk pundak Dandy seolah bangga. Aku kini tidak bisa mengekspresikan wajahku dengan benar. Ayah tiriku berkata ia terkejut? Justru aku yang dibuat terkejut dengan hal ini. Aku membelalakkan mataku menatap pada Dandy. Berusaha meminta penjelasan darinya. Aku berniat melepaskan rangkulan tanganku pada tangannya tetapi Dandy menahannya. Ia berkedip genit padaku lalu kemudian berbisik. “Mmm..mm.. belum saatnya kau melepas tangan ini, Nona cantik.” bisiknya di telingaku bersamaan dengan perkataan ayah tiriku yang kembali menggema. “Tangkapan yang bagus, Sayang. Aku akui seleramu sangat bagus malam ini.” Ucapnya diiringi tawa para pria tua yang terdengar memekakan telingaku. Aku berbalik menatap pada Bayu. Sesaat lupa akan kehadirannya, saat aku menemukannya dengan cepat ia meneguk habis minuman di gelasnya dan menatapku dingin. Rahangnya mengeras. “Aku yang beruntung mendapatkan putrimu, Tuan Dirgantara.” sahut Dandy menimpali komentar gila ayahku. Wajahku memerah ka
Aku melihat tatapan mata Dandy padaku, ia berulang kali mengedipkan matanya padaku dan kemudian alunan musik gitar yang dimainkannya menggema ke antero gedung. Dan tiba-tiba saja ia berdiri. Musik terhenti untuk beberapa saat ketika ia mengambil sebuah microphone kepala menggantikan stand-mic di hadapannya dan menyerahkan gitar itu pada salah seorang pengiring band dan musik kembali mengalun di tangan si pengiring. *Jason Derulo – It Girl I’ve been looking under rocks and breaking locks Just tryna find ya I’ve been like a maniac insomniac, Five steps behind ya Tell them other girls, they can hit the exit Check please… Perlahan ia berjalan menuruni tangga panggung sambil menggoyangkan badannya dan menggoda para tamu undangan wanita sebelum fokus kembali ke tujuannya. ‘Astaga!’ ia mengarah ke sini dan tatapan para wanita mulai memicing sinis ke arahku. Ini buruk. Aku menatap pada Bayu yang seharusnya berada tidak jauh dari tempatku berdiri. Ia tidak ada. Dia menghilang. Aku men
Aku memukul dada Dandy pelan. "Bisakah kau lebih serius sedikit?!" Pintaku jengah dengan semua omong kosong Dandy soal perkenalan dirinya tersebut."Oh Maaf.. aku pikir kau ingin tahu lebih jauh soal diriku.." Katanya kembali menertawakanku.Aku memutar bola mataku malas. Ingin rasanya menyudahi dansaku dengan Dandy, tapi Dandy lagi-lagi menarikku masuk ke dalam pelukannya."Kau yakin ingin meninggalkanku di sini, Nona?" Tanya Dandy mencoba mempertanyakan tindakanku barusan. Aku menengadah tanpa berucap menatap pada matanya seolah menantang, Dandy menggeleng dan mengedikkan bahunya memintaku melihat ke sekeliling. Banyak pasang mata menatap pada kami. Aku melihat sorot mata takjub, cemburu, amarah, dan juga harapan ada pada orang-orang yang menatapku dan Dandy. Membuatku tiba-tiba saja merasa malu dan kikuk. Pada akhirnya, aku mencoba untuk bertahan lebih lama dalam dansa ini."Ehem.. baiklah." Kataku mencoba bersikap normal tidak mau Dandy menggoda diriku lebih jauh, "Kalau begitu