Share

bab 8

Author: amathiaston
last update Last Updated: 2021-06-19 10:15:40

Belajar selama 60 menit, tidak membuat orang lelah, bahkan anak-anak sekalipun. Itu jika guru mereka se-frekuensi. Begitulah kata Nanda si baju kuning. Teman-temannya yang lain sudah pulang sedari 10 menit yang lalu, namun Nanda, dia masih duduk tenang di pondok sambil membaca kembali apa yang aku tuliskan di depan. 

"Apa kamu tidak mau pulang?" Tanyaku dengan tangan yang sibuk di keyboard laptop. Sesekali menoleh kearah anak itu. 

"Kakak juga belum kembali" Aku mengangguk meng-iyakan. 

"Tapi apa kamu tidak dicari oleh orang tuamu?" Sejenak, Nanda terdiam sambil menatap kosong ke lantai. Aku melihat kehampaan pada raut wajahnya, seperti ada sesuatu yang mengganggu di hatinya. 

"Tidak" 

Aku memutuskan untuk tidak bertanya apapun lagi. Yang sekarang aku harus fokus membuat daftar siapa saja anak-anak tadi. Beserta tanggal lahir, tahun, dan identitas lainnya. Kebanyakan dari mereka adalah anak yang tidak bersekolah. Sangat disayangkan, seharusnya di usia sedini itu mengemban pendidikan adalah nomor satu, tidak peduli keadaan apapun, yang pasti masa depan dibuktikan dengan adanya kegigihan, bukan kekayaan. 

Semua itu berasal dari pemikiran ayahku. Beliau adalah laki-laki tidak berjabat tinggi namun pendidikannya sangatlah berkualitas. 

Aku belajar darinya bahwa otak digunakan bukan untuk memikirkan kekayaan, tapi untuk membuat kekayaan itu sendiri. Kaya ilmu, kaya hati, dan kaya jasmani maupun rohani. Bersyukur salah satu kuncinya. 

Kulirik jam di tangan, sudah mau dzuhur ternyata. 

Subuh tadi aku kedatangan si 'merah' jadi aku bisa santai untuk tidak buru-buru kembali ke kamp. 

Tanpa kusadari, si Nanda sudah berada di sampingku. Saat aku menoleh untuk mengambil sesuatu, aku terkejut. "Eh ada apa?" 

Aku mengikuti arah pandang anak disampingku ini, ternyata ia sedang memperhatikan laptop milikku. Aku tersenyum penuh arti. "Mau lihat cara kerjanya?" Sekilas Nanda menatapku, lalu mengangguk. Aku menurunkan laptop dari pangkuanku ke lantai pondok. Lalu kusimpan file yang sudah kubuat tadi di flashdisk. Agar aku bisa memperlihatkan kepada Nanda bagaimana cara kerja laptop ini. Terakhir aku matikan laptop itu. Nanda menatapku dengan mengerutkan alis, dalam hati aku sudah berbicara 'tidakkah anak ini bertanya? kenapa dia menatapku terus'. 

"Aku matikan untuk menunjukkan bagaimana meng-aktifkannya" Mulutnya membentuk huruf 'o' tanpa bersuara. Sepertinya ini benar-benar jiplakan kapten Andika. 

"Ini, disaat kau ingin menghidupkannya tekan di bagian bawah layar yang ada gambar lampu. Tunggu hingga laptop nya menyala" 

Nanda masih anteng menyimak dan memperhatikan. Dasar remaja dengan rasa penasarannya. 

Lalu tak lama laptop nya menyala, dan loading untuk beberapa saat. "Nah ini kan sudah menyala, tapi jangan digunakan dulu. Tunggu lagi hingga lingkaran kecil itu hilang. Itu namanya loading, apa kau tahu apa artinya?" Nanda menggeleng polos, sungguh aku yakin jika mulutnya sedang mengemut permen atau lainnya hingga bicara pun tidak. 

"Artinya memuat, memuat semua data, aplikasi, dan apa saja yang ada di dalamnya. Kalau kau tidak menunggu, maka saat digunakan laptopnya akan lambat karena belum selesai load" Nanda mengangguk tanda mengerti. Anak ini mudah sekali memahami sesuatu, otaknya tidak diragukan. Sayang sekali jika tidak dapat bersekolah. 

"Oke kita lanjut. Ini, jajaran sesuatu yang kecil itu, namanya aplikasi. Perangkat lunak komputer yang bisa digunakan untuk segala hal. Membantu kita dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya kalkulator, atau telepon, bisa juga media sosial, Sampai sini paham?" 

"Di mengerti" Aku tersenyum puas. Penjelasanku dipahami oleh remaja satu ini. 

"Akan kuberi satu contoh aplikasi" Aku membuka salah satu platform pencarian terbesar di seluruh dunia. Semua info yang kita butuhkan ada disana. Tak terkecuali informasi nyeleneh tak jelas sekalipun. 

"G****e, ini adalah suatu perangkat yang bisa di gunakan untuk menggali informasi sebanyak apapun yang kamu mau. Misalnya ini …” Aku mengetik ‘Teori Relativitas Einstein’. Dan dalam sekejap mata, teori itu muncul. Tidak perlu khawatir tak ada internet, aku menggunakan modem saat ini.

Kedua mata Nanda berbinar. Kagum akan teknologi canggih yang ada di depannya. Aku sendiri juga masih tidak mengerti, bagaimana bisa apa yang ingin diketahui ada disini. Lengkap dengan bagaimana masa penciptaannya, sampai dengan tahun, tanggal, menit sekalipun tidak terlewatkan.

“Kak Nabilah apa ada benda hebat yang lain?” Aku menghela nafas lega, Nanda akhirnya berbicara.

“Ada, tunggu saja besok. Aku akan menunjukkannya pada yang lain juga oke” Nanda mengangguk. “Sekarang kamu pulang, jangan lupa sholat. Istirahat yang cukup, jaga kesehatan. Karena aku juga dokter, jadi tugasku juga memberitahumu anak muda” Nanda tersenyum singkat lalu berdiri dan menyalamiku. Setelah pergi, aku juga berkemas. Bersiap-siap untuk kembali ke tenda.

***

“Bagaimana mengajarmu tadi?” Dokter Alice bertanya padaku, aku curiga jika ada niat terselubung dibalik pertanyaan mendadak itu.

“Memuaskan, dokter sendiri?”

“Aku belum ada jadwal, tapi mungkin besok aku mulai ke puskesmas” Aku mengangguk. Jelas tugas di puskesmas sangat berbeda dengan aku yang mengajar bebas dimana saja. Cukup beruntung aku hanya mengajar para bocah kecil, daripada meladeni sang ketua tim di puskesmas atau di balai, itu lebih memusingkan.

“Ei Nabilah, apa kau mau membantuku?” Alisku terangkat sebelah, sudah kuduga ada maunya dokter narsis ini.

“Selagi aku mampu, tidak masalah”

“Emmm begini, kau kan cukup dekat dengan kapten itu” Bahkan sebelum dokter Alice berkata apa maunya, aku tersedak ludahku sendiri. Terkejut akan kata ‘dekat’. Kata yang pernah aku ucapkan pada sersan Andin. Kini diucapkan kembali oleh dokter Alice. Bagaimana mungkin si Alice beranggapan kami sedekat itu?

“Ehem, begini dokter Alice. Sebelumnya maaf, tapi perbaiki dulu kalimatmu. Kami tidak sedekat itu by the way”

Dokter Alice mengangguk kaku. Itu lebih baik daripada harus dibilang dekat dengan si kapten tengik itu, sungguh aku tidak sudi! 

"Kalau begitu tidak jadi" Mulutku terbuka karena heran aku sudah menyiapkan diri untuk membantunya malah tidak jadi. Kalau dia bukan seniorku, sudah kupastikan wajahnya berubah pias setelah kumaki-maki. 

Setelah kepergian Alice, aku dihadang oleh dua tentara berbadan besar. Wajah mereka terlihat garang, dengan kulit gelap yang kentara. Mata tajam, dan mengintimidasi. Tinggi badan yang diatas rata-rata, aku hanya sebatas leher mereka. 

"Ah ya, ada apa?" Aku bertanya sehati-hati mungkin. Takut membuat kesalahan di depan duo tentara gagah perkasa ini. 

"Apa dokter melihat kapten Andika?" Lagi-lagi alisku mengerut heran. Tapi tetap menjawab tentara dengan kulit lebih terang. 

"Tidak, aku belum melihatnya seharian ini"

"Bukankah dokter kerabatnya, atau wanitanya? Kalian terlihat cukup akrab" Tentara yang kulitnya lebih gelap berbicara dengan seenak jidat. Mataku melotot tajam, menatap ke arah mereka. 

"Bukankah kalian anak buahnya? Lalu kenapa tanya ke saya? Dan ya, saya bukan siapa-siapanya beliau. Paham?!" Aku berbicara dengan emosi yang naik turun, antara marah dan takut. Marah karena mereka membuat mood ku down, dan takut karena aura mereka sangat tajam. 

Lagipula, duo tentara itu tidak gentar setelah dimarahi olehku. Tentu saja, lawan mereka adalah peluru bukan mulut seorang wanita!

Tanpa mengatakan apapun lagi, mereka berdua pergi dari hadapanku. Tanpa rasa bersalah atau sedikit simpati. Apakah kapten Andika memang mengajarkan menjadi manusia kaku? Walau tidak sedarah, gen kapten itu mengalir kuat di darah mereka, Ya Tuhan...

Dan satu hal lagi, terjadi di hari ini sungguh menyebalkan. Pertama dokter Alice, lalu anak buah si kapten itu. Sebenarnya apa yang terjadi pada semua orang hari ini?!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
sejauh ini suka banget ama ceritanya! bakal lanjut baca setelah ini~ btw author gaada sosmed kah? aku pingin follow nih
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pick You!   bab 41

    Rumah terakhir, dan hari terakhir menjalankan aksi penunjangan. Jumlah rumah adalah 100 rumah di satu Kelurahan Kaliwuhan. Tak banyak tapi kami harus menghabiskan waktu selama 4 hari lamanya.Ada saja gangguan yang menghambat, jika tidak ada badai hujan kemarin lusa mungkin akan selesai dalam waktu dua hari saja.Butiran air hujan masih menggelayut manja di dedaunan. Jam 2 siang ini akan berakhir di rumah Wak Dolah. Mantan kepala RT periode kemarin.Masalahnya kali ini lebih kompleks, karena kami harus turun tangan langsung untuk mengatasinya."Masalahnya kau sudah beberapa tahun tak bayar hutang! Lihat kebunmu itu, kau sudah panen kan? Oi, bunga nya akan berkali-kali lipat naiknya!."Disini dia disebut Juragan Jerigen. Karena dia punya pabrik minyak kelapa sawit yang diisi di banyak tabung jerigen. Kebun kelapa yang berhektar-hektar, dan kekayaan yang tentu saja melimpah ruah.Tapi sifatnya yang sombong dan suk

  • Pick You!   bab 40

    Rasi-rasi bintang membentuk bentuk yang sangat indah. Walau aku tidak percaya akan maknanya, yang aku tahu bintang diatas sana sedang sangat cantik-cantiknya.Berkilap indah dan berwarna warni. Terkadang ungu, merah, lalu biru. Melihat dari atas bukit adalah kegiatan yang menyenangkan. Ditemani sebotol teh hangat, dan musik pengiring tidur.Aku menggelar matras, lalu berbaring diatasnya. Rumput-rumpur bergoyang karena angin. Suara jangkrik dan hewan sawah saling bersahutan. Bulan sedang berada di puncaknya, bersinar terang bundar sempurna.Sambil memejamkan mata sambil mengingat wajah ayah dan ibu. Mengingat wajah Noah dan Reno. Mengingat wajah Aldo dan Pak Roy.Ah aku sangat merindukan mereka. Jika aku bermimpi bertemu mereka malam ini, aku pasti akan berdoa dalam mimpiku :"Ya Tuhan. Jangan lah Engkau hentikan apa yang Kau berikan padaku malam ini."Bukit ini tak jauh dari pemukiman, dan tidak menyeramkan seperti di dalam hutan

  • Pick You!   bab 39

    Kapten dan aku berpapasan di depan ruang Komite Puskesmas. Dia bersama Letkol Gerald dan Sersan Jessica. Kedua orang itu setelah menyapaku langsung pergi ke kamar Adam. Menyisakan aku dan Kapten yang sedang canggung-canggung nya.Aku menyambutnya dengan dingin. Dia terlihat tenang dan tidak berekspresi.Kukira tidak akan percakapan diantara kami, tapi saat hendak beranjak, Kapten memanggil namaku dengan tegas."Dokter Nabilah!."Aku menoleh sekilas. "Apa?.""Kau marah padaku ya?.""Atas dasar apa opinimu itu?." Sarkastik aku keluarkan.Berbalik badan, dengan tampang rileks aku melanjutkan kalimat. "Dengar Kapten terhormat! Sekarang waktuku dituntut oleh pekerjaan. Aku jarang bersantai karena tugasku juga melimpah ruah. Dan asal kau tau saja, saat kau pulang ke Jakarta aku akan tetap disini selama sebulan lagi. Jadi jangan beranggapan kalau aku sedang marah atau merajuk. Itu konyol sekali!."

  • Pick You!   bab 38

    "Sudah kubilang bodoh! Jangan banyak bergerak dulu. Lukamu akan lama sembuhnya nanti!." Adam menghela nafas lelah. Dia seperti anak kecil saja kalian tau. Susah sekali dibilangin.'Aku hanya ingin ke toilet''Aku ingin keluar sebentar''Ini loh punggungku gatal!'Halah alesan!Pagi ini gerimis melanda. Aku datang ke Puskesmas pagi-pagi sekali saat semua orang mulai memasak. Karena ada Adam yang notabene sedang sakit hampir sekarat, hihi. Dan pekerjaanku mulai menumpuk dari lusa kemarin."Nabilah! Apa ini tak bisa dilepas sebentaaaar... aja? Gatal sekali gila!."Aku mengabaikan Adam. Tanganku sibuk meyisir rambut nya. Karena lama tak keramas jadilah lepek. "Ini rambut apa sabut kelapa? Kusut amat!." Ejekku.Adam menepis tanganku dari kepalanya. Melarang diriku untuk menyisir rambutnya lagi."Ih apaan sih? Orang dibantu juga malah sok banget.""Ini loh lepasin bentar aja. Ak

  • Pick You!   bab 37

    "Mulai hari ini kau ditugaskan ke Puskesmas saja. Untuk mengajar anak-anak akan digantikan oleh Sersan Andin."Aku menutup buku. Sudah kuduga, pasti jadwalku akan terganti. "Oke."Dokter Alice menyerahkan selembar kertas, disitu tertulis tentang data-data milikku. "Coba periksa lagi apa ada kesalahan."Aku mengambil kertas itu. Membacanya hingga akhir, "Ini sudah benar. Tapi buat apa?."Dokter Alice mengambil kembali kertas itu, menaruhnya di dalam map berwarna biru. "Bukan apa-apa. Sekarang berangkatlah kesana, aku nanti menyusul."Hari ini suhu diatas 27° Celcius. Panas sekali. Bahkan pernah sehari bisa berganti 2 musim sekaligus. Pukul 7 pagi sampai 12 siang panasnya tak terkira. Dan jam 1 sampai malam hujannya seperti mau ada tsunami saja.Para petani membungkuk menanam padi yang masih berwarna hijau segar. Gembala hewan ternak membawa sapi-sapi mereka dan kambing-kambing yang besar nan gemuk.Laz

  • Pick You!   bab 36

    DUK! Kepalaku terbentur sesuatu.Aku mengaduh pelan. Jidatku terasa sakit. Pasti terkena penyangga tenda. Tanganku meraba-raba, berusaha duduk. Astaga! Karena terkejut bermimpi menabrak tong sampah sampai-sampai jidatku kejedot tiang tenda. Rasanya sakit, dan sedikit memar.Diluar sana hujan lebat disertai petir yang menggelegar. Aku menyibak jendela kecil, gelap, hanya lampu dapur yang tetap menyala.Sekali lagi aku meraba lantai, mencari arlojiku yang pasti terlempar saat aku menjatuhkan botol tadi.Benda panjang itu menunjukkan angka 01.23 artinya hampir setengah dua dini hari. Terbangun di tengah malam seperti ini bukanlah hal yang nyaman. Dijamin setelah ini mataku akan mustahil terlelap lagi.Luna meringkuk di lantai bawah, dengan mengenakan selimut bercorak 'Keroppi' warna hijau mentah. Udaranya dingin, tak heran Luna tidur dilapisi jaket juga.Aku ikut mengeluarkan selimut ku sendiri dari dalam kop

  • Pick You!   bab 35

    Sejak aku tahu apa itu senapan angin, rasa penasaranku memuncak. Apalagi kegiatan yang terjadi di depan mataku menambah rasa keingintahuanku.Para tentara sedang latihan mingguan. Kali ini mereka menggunakan senapan angin untuk latihan, dengan membuat papan berbentuk bundar, dan diisi warna merah ditengahnya, sebagai bidikan.Peserta bumi perkemahan dibubarkan sehari yang lalu. Setelah tiga hari mereka bersama kami untuk pelatihan Pramuka dasar. Dan ini saatnya aku melihat bagaimana gagahnya mereka menarik pelatuk di benda panjang nan berat itu.Benda ini lebih friendly daripada pistol, a.k.a low budget. Hanya untuk latihan biasa. Kalau untuk agenda tertentu sih bisa pakai sniper atau shotgun yang tentunya lebih bagus.Aku duduk dibawah pohon kelapa sambil membawa handphone dan minum sebotol air putih. Diam menonton mereka denga sesekali memotret pemandangan langka ini. Akan kujadikam polaroid rencananya saat pulang ke Jakarta, sed

  • Pick You!   bab 34

    4 tahun sebelum koas pt V Pernahkah aku bercerita tentang teman seangkatan ku yang bernama Cleopatra? Belum, karena aku sengaja ingin menceritakannya hingga tiba di bagian ini. Dia anak pendiam yang pintar, tidak punya kawan selain buku-bukunya yang tebal, dan kemana-mana selalu memakai kacamata bundar karena min yang dideritanya. Dia pandai sekali dalam pelajaran matematika, mungkin hanya dia yang mengelu-elukan pelajaran itu. Namanya Cleopatra, biasa dipanggil "Cleo" atau saat anak lain mengejeknya memanggil "Fir'aun". Itu adalah panggilan yang sangat kejam, hanya orang tidak beradab yang memanggilnya begitu. Aku menyukai namanya, selain unik juga punya makna tersendiri. Nama Cleopatra tentu saja kalian tahu itu siapa. Cleopatra adalah Ratu dari zaman Mesir kuno. Yang selalu diidentikkan dengan rambut pendek, memakai eyeliner panjang, dan bermahkota ular kobra. Dikabarkan Ratu itu memiliki kecantikan yang luar biasa,

  • Pick You!   bab 33

    Anak-anak ramai berkerumun di depan hutan kampung. Akhirnya aku memutuskan untuk ikut kesini melawan rasa takutku. Ketua panitia sudah ancang-ancang hendak memulai acara. Satu-persatu anak mulai masuk kedalam hutan dengan masing-masing membawa satu keranjang untuk wadah buah.Didalam hutan sana ada banyak pengawas untuk mengawasi dan menjaga anak-anak agar tetap hati-hati. Walaupun ini hutan aman, tetap saja waspada harus nomor satu.Banyak warga dan orang tua dari anak yang menonton. Duduk-duduk di batang pohon kelapa yang sudah roboh sambil menggendong anak balita, ada juga yang sambil menyuapi anaknya. Mereka sangat antusias melihat bagaimana aksi anak mereka didalam hutan sana."Siapapun yang membawa buah paling banyak, dia pemenangnya!"Buah didalam hutan sangat lebat. Mangga, salak, alpukat, sawo, dan banyak lagi. Ketua panitia sebut saja Letnan Unus. Laki-laki berumur sekitar 40 tahunan. Tak salah pilih untuk dijadikan ketua

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status