Usai sesi doa bersama, acara pertunangan Alya dan Daniel dilanjutkan dengan makan-makan dan sesi foto bersama calon pengantin. Sesi foto dimulai dari foto bersama orangtua mempelai diiringi penyerahan mas kawin secara simbolik. Kemudian, sesi foto dilanjutkan dengan foto bersama keluarga inti dan kerabat lainnya sebelum diakhiri dengan sesi foto ramai-ramai dengan para karyawan Pi Coffee.
“David paling belakang, ya!” Seru Hana seraya mengambil posisi manis di samping Erin yang sudah berdiri di sebelah Alya. “Ngalah buat gue yang dandan cantik biar di depan!”
“Enak aja!” Jawab David dengan sewot. Ia mengambil posisi berlutut di depan mempelai.
“Ya udah sih, jangan dibuat ribet kenapa!” Sahut Bella.
Alya dan Daniel hanya bisa
Erin membuka pintu apartemen yang kosong karena malam ini Alya menginap di rumahnya. Ia memasuki apartemen dengan kantong belanjaan di kedua tangannya. Isinya adalah bahan-bahan yang ia perlukan untuk membuat pai pesanan Alex. Ia meminta David untuk mengantarkannya sampai ke supermarket langganan Erin yang tidak jauh dari apartemen untuk belanja. Erin menaruh belanjaannya di konter dapur sambil menghela napas. Lelah baru ia rasakan sekarang begitu ia sendirian di apartemen. Erin duduk di sofa sambil menyalakan AC dan televisi untuk melepas penatnya sejenak. Ia tidak terlalu suka sendirian karena pikirannya bisa ke mana-mana. Ia berniat untuk mulai membuat pai malam ini, namun ia hanya merasa pusing, kosong, dan tidak tahu ingin melakukan apa. Erin tertawa pelan. Bagaimana bisa ia mendekati Alex kalau dirinya seperti ini. Kemudian, Erin memutuskan untuk mandi.
“Happy new year!” Seru Alya dari meja makan pada Erin yang baru keluar dari kamarnya. “Sayang banget lu nggak ikut acara tahun baruan semalem sama anak-anak kedai.”Erin menguap lebar sambil mengusap wajahnya. Ia menghabiskan malam tahun barunya membuat pai untuk pesta Alex hari ini. Ia baru tidur pukul tiga pagi. “Sekarang jam berapa?” Erin melihat jam dinding baru menunjukkan pukul sepuluh pagi. “Lu nggak ngantuk apa abis pesta tahun baruan semaleman?”“Nggak juga, gue udah minum kopi, kok.” Alya mengangkat gelas di tangannya. “Sini, sarapan dulu sebelum nyiapin painya lagi. Acaranya Alex juga masih nanti sore ini.”Erin mengikuti ucapan Alya dengan ikut dud
Ponsel Erin berdering untuk memberitahu sopir online yang ia pesan akan sampai di apartemen beberapa menit lagi. Erin menyelesaikan riasan wajahnya dengan memulas lipstik di bibirnya sambil membenahi maskara yang ia kenakan. Ia bangkit dari meja riasnya lalu menatap dirinya di depan cermin lemari. Ia mengenakan dress selutut dengan kerah V dan ikat pinggang yang memperlihatkan lekukan tubuhnya. Warna dress yang ia kenakan berwarna merah marun yang senada dengan lipstiknya. Alya menyarankan ia mengenakan dress ini karena selain untuk terlihat profesional, Erin tetap bisa menarik perhatian. Erin menata rambutnya
Tamu Alex mulai berdatangan satu per satu. Erin menghitung ada sepuluh orang yang datang. Mereka semua berpenampilan menarik seperti selebgram dan model yang sering Erin lihat di media sosial. Erin menduga mereka adalah klien atau model yang bekerja dengan Alex. Kedatangan mereka juga didampingi oleh para asisten dan kru fotografi. Mereka terlihat sibuk dengan ponsel mereka, merekam atau memotret selebgram saat memasuki apartemen untuk bahan konten. “Wah, apartemen lu bagus juga, ya,” kata salah satu dari mereka, seorang wanita dengan rambut panjang dengan cutout dress. Ia terlihat sangat cantik dengan riasan wajah natural. “Gue pikir bakal lebih luas,” timpal temannya yang Erin kenali bernama Maya Marcelina. Ia terkenal di media sosial karena mempromosikan gaya hidup vegan
Alex hanya pergi beberapa menit untuk menjemput adiknya. Saat mendengar pintu apartemen dibuka, semua orang di meja makan langsung diam. Beberapa di antara mereka, termasuk Erin, celingukan karena penasaran seperti apa sosok adik Alex yang baru mereka ketahui hari ini.“Come on in, Henry,” kata Alex.Akhirnya Erin bisa melihat sosok Henry, adiknya Alex. Erin pikir ia akan mirip seperti Alex, tetapi Henry benar-benar kebalikannya Alex. Wajahnya memang mirip Alex yang blasteran dengan rambut hitam, tulang pipi yang tinggi, alis tebal, dan hidung mancung. Namun, rambutnya ikal sepanjang kerah blazernya dan terlihat acak-acakan. Erin juga menyadari rambutnya terlihat lebih tebal dar
Erin menggerutu pelan saat ia keluar dari lift bersama Alex. Ia mengambil ponselnya dari kantong untuk memesan sopir online. Ia menggerutu lagi karena walaupun sopirnya berada tidak jauh dari posisinya, ia masih harus menunggu karena jalan menuju ke sini sangat macet.Sesampainya di depan resepsionis, Erin duduk di sofa lobi sambil menenangkan diri. Ia melihat Alex tidak jauh darinya. Ia ikut duduk di sebelah Erin. “I’m sorry about my brother. He can be too intense sometimes.”“Nggak apa-apa, justru aku yang harusnya terima kasih karena kamu udah belain aku,” jawab Erin dengan segan. Ia mengalihkan pandangannya dari Alex dengan mengecek ponselnya untuk melacak
“Gimana, Er? Spill semuanya detailnya ke gue!” kata Alya begitu Erin masuk ke apartemen mereka.“Gue baru sampai, sabar kenapa,” keluh Erin seraya menggantung tasnya dan menaruh sepatunya di depan pintu masuk.“Ciyee yang berduaan sama Alex,” goda Alya. “Gimana rasanya?”“Yah, gitu deh.” Erin berjalan ke dapur untuk mengambil air minum dari dispenser.Alya menyadari perubahan suasana hati Erin. “Waduh, ada apa, nih? Perasaan di chat tadi lu excited b
Erin membungkus dua loyang pai bluberi dan ceri ke dalam dus kotak sesuai pesanan Alex untuk ia antar ke lokasi pemotretannya. Sesi pemotretan dilakukan pada sore hari, bertepatan dengan selesainya jam kerja Erin untuk hari ini.Di ruang belakang kedai, Erin mengganti seragam baristanya dengan pakaian kasual; kaus putih berkerah V, celana jins biru gelap, dan sepatu sandal cokelat. Ia merapikan riasan wajahnya lalu menyisir seraya menata rambutnya berkali-kali di depan cermin lokernya. Ia sebal karena hari ini rambutnya kurang terlihat bagus.Kemudian, ia mendengar seseorang masuk. Erin menoleh dan melihat David baru datang kerja. Ia masih menenteng helm dan tas ranselnya. David menyadari dus pai yang Erin taruh di meja dekat loker mereka. “Wah, kayaknya ada yang mau ketemu pacarnya nih.”“Apaan si