Share

Berpura-pura Tegar

Tak terasa angkot yang di tumpangi oleh Nia telah berhenti tepat di depan rumahnya. Nia lantas turun dan membayar angkot tersebut. Nia harus mengambil Gea yang ia titipkan di tetangga samping rumahnya.

TOK!

TOK!

TOK!

"Kamu sudah pulang ternyata, saya kira siapa pake acara ketuk pintu segala," ucap bu Rani.

"Sudah Bu, terima kasih sudah menjaga Gea," ujar Nia.

"Sama-sama. Lagian Ibu itu seneng di titipin Gea, dia anaknya nggak rewel juga."

"Mata kamu bengkak seperti orang habis menangis, kenapa?" tanya bu Rani.

"Tidak apa-apa Bu, tadi hanya kelilipan debu saja," kilah Nia.

"Saya ambil Gea ya Bu, sekali lagi terima kasih sudah mau di titipkan Gea." Nia lantas berjalan meninggalkan rumah bu Rani dan menuju ke rumahnya. Rasa sesak di dadanya hingga saat ini masih terasa. Rasanya semua ini seperti mimpi di siang bolong, mimpi yang terasa sangat nyata dan membuatnya ingin segera terbangun.

Nia merogoh tas selempangnya untuk mengambil kunci, setelah itu ia membuka pintu tersebut. Ia lalu menuju ke kamar untuk menidurkan Gea karna terlihat anaknya telah mengantuk. Saat sedang menyusui Gea, lagi-lagi Nia teringat fakta yang menyakitkan tersebut, dimana perempuan yang bernama Riri atau adik madunya bergelayut di tangan sauminya. Semua kejadian tersebut berputar-putar di dalam fikirannya dan seperti enggan pergi.

Nia memandangi wajah polos Gea, air mata yang telah mengering kini kembali mengembun di sudut matanya dan hendak menetes jika sekali saja Nia berkedip. Nia termenung memikirkan langkah apa yang harus dirinya ambil untuk kedepannya, hinaan yang di lontarkan oleh ibu mertuanya membuat Nia berfikir agar dirinya bisa menghasilkan uang sendiri tanpa harus meninggalkan Gea.

Terlalu lelah menangis membuat Nia dengan cepat terlelap dan larut ke dalam dunia mimpinya yang indah. 

**

Nia terbangun dengan kondisi rumah yang terlihat sangat gelap. Nia meraba-raba letak tas yang dirinya simpan saat sebelum tertidur. Setelah mendapatkan, Nia lantas mengambil ponselnya di dalam tas dan menyalakan senter. Dengan menggendong Gea, Nia melangkah secara perlahan lalu menghidupkan satu persatu saklar listrik hingga kini rumah yang awalnya terlihat sangat gelap menjadi terang kembali.

Sejenak Nia melupakan masalah yang sedang menimpa dirinya, Nia melakukan aktivitas seperti biasa dan terlihat tidak ada beban yang sedang di tanggung. Nia memasak di temani oleh Gea, Nia tersenyum mendengar celotehan Gea dan berbagai pertanyaan dari Gea setiap melihat sesuatu yang asing di mata putrinya tersebut.

Setelah selesai memasak Nia menghidangkan makanan tersebut di meja makan, walaupun hanya dengan lauk sayur bening dan sepotong tempe, tetapi tetap membuat Nia bersyukur sebab dirinya dan Gea tak harus menahan lapar.

"Pa... Pa," celoteh Gea dengan mulut penuh makanan.

"Gea kangen Papa?" tanya Nia dengan suara yang begitu lembut walaupun kini hatinya sudah merasa sesak kembali saat di ingatkan oleh panggilan papa yang di ucapkan oleh Gea.

Gea mengangguk-anggukan kepalanya, melihat tingkah menggemaskan putrinya membuat Nia tersenyum. Kini Gealah yang menjadi kekuatan untuk Nia menjadi kuat, entah apa yang akan Nia lakukan andai jika Gea tak ada di sisinya seperti saat ini.

Saat sedang bercanda riang di meja makan, kedatangan seseorang yang telah menggoreskan luka di hati Nia, membuat Nia menjadi diam tak bersemangat. Nia tetap mencoba tegar di hadapan Edi walaupun nyatanya hal tersebut sangatlah susah untuk di lakukan oleh Nia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status