Nia seorang janda beranak satu yang mengalami kegagalan rumah tangga akibat orang ketiga, setelah itu Nia bertemu dengan laki-laki yang berjanji akan menyayangi putrinya, tetapi lagi-lagi kenyataan pahit yang harus Nia terima. Seorang laki-laki yang Nia harapkan menjadi sosok Ayah sambung yang baik dan mampu menyayangi putrinya, nyatanya bertindak kasar di belakang dirinya dan kerap kali suaminya membentak putrinya di hadapan dirinya. Bukan hanya perlakuan kepada anaknya saja, tetapi kerap kali mertuanya menghina dirinya berulang kali. Apakah Nia akan bertahan atau pergi meninggalkan suaminya?
View More"Ibu, apa kita akan ke rumah Nenek?" tanya Zahra.
"Iya sayang," jawabku dengan tersenyum. Sebelah tanganku membawa sebuah rantang yang berisi makanan yang sudah aku siapkan untuk mertuaku. Selama ini, walaupun kondisi keuanganku tidak baik-baik saja, tetapi aku selalu rutin mengantarkan makanan ke rumah ibu mertuaku. Ibu mertua yang hanya hidup seorang diri, membuatku selalu memberikan perhatian-perhatian kecil. Aku mengerutkan kening saat melihat mobil yang sangat tidak asing di mataku. Mobil milik suamiku, yang beberapa jam lalu berpamitan hendak pergi keluar kota dengan alasan pekerjaan. Namun, kini aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, jika mobil suamiku terparkir dengan rapi di halaman rumah mertuaku. '𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘔𝘢𝘴 𝘌𝘥𝘪 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘪?' Tidak ingin menebak-nebak, aku akhirnya memilih mengetuk pintu rumah mertuaku yang terlihat sepi dengan pintu tertutup. "Ni-Nia!" Ibu mertuaku terlihat begitu terkejut saat membuka pintu dan melihatku berdiri di hadapannya. Nia yang melihat mertuanya, seketika menyalami tangan tua yang terlihat keriput. Nia sudah menganggap Ratmini sebagai ibunya sendiri, walaupun tak jarang, Ratmin selalu melontarkan kata-kata menyakitkan untuk dirinya. "Apa ada Mas Edi di dalam, Bu?" tanya Nia. "A-ada," jawab Ratmini dengan suara gugup. Nia bahkan dapat melihat wajah pucat mertuanya, entah apa yang saat ini tengah di tutupi oleh mertuanya. Nia tidak ingin berpikir terlalu jauh dan Nia tidak ingin berpikir yang tidak-tidak kepada mertuanya. Nia mengelus kepada putrinya yang saat ini berada di dalam gendongannya. "Bukankah Mas Edi akan ke luar kota untuk beberapa hari? Lalu kenapa sekarang ada di rumah Ibu?" tanya Nia kembali. "Memang kenapa jika putraku mengunjungi orang tuanya sendiri? Kamu jangan pernah melarang Edi untuk datang ke sini, Nia!" seru Ratmini. Nia dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Bukan Bu. Bukan maksud Nia seperti itu, tetapi Mas Edi saat pagi tadi mengatakan akan pergi keluar kota, dan ini sudah siang, tetapi Mas Edi ternyata ada di rumah Ibu," jelas Nia. "Aku yang menyuruhnya untuk datang ke sini!" Ratmini berkacak pinggang menatap Nia dengan tatapan tidak suka. "Maaf, Bu. Maaf jika ucapan Nia membuat Ibu salah paham." Ya, seperti itulah seorang Nia. Dia akan lebih memilih untuk mengalah dari pada berdebat dengan mertuanya. Nia tidak suka dengan pertengkaran, sehingga selama ini ia selalu meminta maaf atas kesalahan atau pun bukan kesalahan dirinya. "Edi! Edi!" panggil Ratmini dengan suara yang cukup lantang. "Ada apa sih, Bu ...." Edi menghentikan ucapannya, bola matanya seketika melotot menatap Nia, istrinya yang saat ini berdiri di hadapan ibunya. "Nia!" lirih Edi. "Mas ... tadi bukankah kamu mengatakan akan keluar kota? Kenapa jam segini kamu masih di rumah Ibu? Apa kamu tidak akan terkena masalah?" tanya Nia. "A-anu ...." Edi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia benar-benar tidak menyangka dengan kedatangan istrinya hari ini. Keringat sebesar biji jagung memenuhi dahi Edi. Dia tak tau saat ini harus memberikan alasan apa kepada sang istri. Di dalam hatinya, Edi tak henti-hentinya merutuki kedatangan Nia yang secara mendadak. "Tidak sayang. Mas sudah meminta izin kepada atasan Mas untuk datang terlambat. Tadi saat di jalan, Ibu menelpon dan meminta Mas untuk menemaninya sebentar. Ibu saat ini sedang merasa sedih karna teringat degan almarhum Ayah, " jelas Edi dengan suara yang terdengar masih gugup. Nia bahkan dapat melihat gerakan tubuh suaminya yang terlihat begitu gelisah. Entah apa yang membuat laki-laki tersebut seperti ini dan Nia lagi-lagi mencoba untuk berpikir positif. "Aku mengantarkan makanan untuk Ibu. Apa Ibu dan Mas sudah makan siang?" tanya Nia dengan menatap kedua orang yang berada di hadapannya secara bergantian. "Biasanya kamu suka mengantarkan makanan untuk Ibu saat hari minggu," sahut Ratmini. Saat ini wajah yang masih terlihat muda tersebut menatap Nia dengan tatapan tidak suka. "Kebetulan Nia masak banyak, Bu ... jadi Nia ingat untuk mengantarkan makanan ke sini," jelas Nia kembali. Ratmin dengan cepat meraih rantang yang ada di tangan Nia secara kasar. Nia hanya bisa menggelengkan kepalanya menatap sikap mertuanya. Bukan lagi hal aneh yang Nia dapatkan, dia kerap kali mendapatkan perlakuan ketus dan ucapan pedas yang terlontar dari bibir wanita yang berumur tak lagi muda tersebut. "Ini Ibu terima dan sana kamu, cepat pulang. Kasihan Zahra panas-panasan seperti ini kamu bawa ke sini," usir Ratmini kepada Nia. Nia menatap putrinya yang saat ini ternyata sudah terlelap dalam gendongannya. Benar, saat ini cuaca begitu terik dan Nia nekat membawa Zahra berjalan cukup jauh ke rumah mertuanya. Nia mengelus rambut Zahra dengan begitu sayang. "Zahra ternyata tidur, Bu. Lebih baik Nia tidurkan Zahra terlebih dahulu dan nanti saat Zahra sudah terbangun, Nia akan pulang," ucap Nia. Ratmini seketika panik mendengar ucapan menantunya. Tak berbeda jauh dengan Ratmini, saat ini Edi tengah berpikir dengan keras bagaimana caranya membuat istrinya pergi dari rumah sang ibu. Otak pintar yang biasanya selalu menemukan alasan, kini entah kenapa mendadak Edi tak bisa berpikir. "Nia akan tidurkan Zahra di sofa kok, Bu," ucap Nia kembali saat ia tak kunjung mendapatkan jawaban dari mertuanya. "Ibu pingin istirahat dan Edi akan pergi bekerja. Ibu tidak mau jika istirahat Ibu akan terganggu dengan suara tangis Zahra," sahut Ratmini dengan cepat. Nia mendengar hembusan napas dari suaminya. Nia cukup bingung dengan situasi saat ini, hanya saja Nia mencoba untuk tetap diam dan berpikir macam-macam, walaupun sikap kedua orang di hadapannya begitu sangat mencurigakan. "Lebih baik kamu pulang saja. Kasihan Zahra jika harus tidur di sofa dan itu tidak akan membuat Zahra nyaman," timpal Edi.Deg"Gea kan memang punya, Papa," jawab Nia. "Papa Edi," lanjutnya lagi.Gea menundukan kepalanya, "Iya, tapi Papa tidak pernah mengunjungi Gea. Gea iri sama temen-temen yang selalu di temani Papanya saat bermain," ungkapnya.Kedua netra Nia berkaca-kaca. Entah kini siapa yang harus di salahkan dalam hal ini. Dirinya yang terlalu egois demi mementingkan kebahagiannya dan mengorbankan sang putri atau Edi yang tak pernah sedikit pun menanyakan tentang kabar putrinya. Nia sangat tau jika perceraian antara kedua orang tua akan berdampak buruk kepada anaknya, tetapi Nia pun tak bisa lagi mengalah dengan semua kebusukan sang suami yang dengan tega bermain di belakang. Apalagi sang mertua yang tak pernah menganggap dirinya sebagai menantu melainkan pembantu.**Hari berganti hari dan bulan berganti bulan. Saat ini usaha yang di rintis oleh Nia telah berkembang dengan pesat. Bahkan saat ini Nia telah membukan tiga cabang di berbagai daerah. Nia benar-benar tak menyangka berada di titik ini, t
Lampu merah berganti hijau, tanpa mengucapkan sepatah kata 'pun Nia mulai melajukan kembali motor maticnya. Sungguh Nia sudah tidak menginginkan untuk berurusan dengan keluarga yang sangat tidak tau diri. Bahkan sampai saat ini keluarga tersebut masih menyalahkan dirinya atas didikan yang telah ia berikan kepada putrinya.Nia tau jika apa yang di lakukan oleh putrinya sangat salah, tetapi Nia sendiri 'pun tidak bisa memaksa sebab Nia sangat tau jika putrinya sangat membenci keluarga dari Edi. Padahal, sudah berulang kali Nia mencoba memberikan pengertian agar putrinya tak membenci siapapun, tetapi nyatanya kenangan buruk yang telah di torehkan oleh keluarga tersebut sangat membekas di ingatan Gea."Apa Ibu marah sama, Gea?" "Kenapa Ibu harus marah sama putri, Ibu?" "Karna Gea tidak menjawab ucapan, Nenek. Bukankah selama ini Ibu mengajarkan Gea untuk berlaku sopan kepada yang lebih tua?" Nia menganggukan kepalanya. Ia ingin mendengar alasan apa lagi yang akan putrinya katakan."Gea
Dua tahun kemudian, kehidupan Nia berangsur membaik begitu 'pun dengan ekonominya saat ini. Tak ada rasa ketakutan akan kelaparan dan kehabisan uang, bahkan saat ini usaha yang Nia buka dengan modal pas-pasan telah bercabang dengan omset yang begitu menggiurkan.Rara salah satu orang kepercayaan Nia selama dua tahun ini. Rara yang selalu memeriksa keuangan dan kondisi di restoran yang berada di pusat maupun di cabang.Jika dahulu hanya menyediakan menu bubur, kini Nia membuka restoran yang menyediakan berbagai menu.Nia bersyukur atas semua kenikmatan yang di berikan oleh Tuhan, Nia bahkan tak menyangka jika dirinya bisa berdiri hingga di titik ini. Bagi Nia, bisa makan adalah suatu kebahagian tersendiri untuk dirinya tanpa harus mengemis ke orang lain."Ibu..." Gea berlari menghambur ke dalam pelukan Nia, bocah kecil yang dulu berbadan kurus kini seiring berjalannya waktu tubuh Gea semakin berisi dan pipinya 'pun terlihat chuby."Ada apa anak cantik, Ibu?" tanya Nia dengan mendaratka
"Aku tadi bertemu dengan Mbak Nia," ungkap Riri."Apa? Nia? Kamu bertemu dia dimana?" tanya Ratmini dengan begitu penasaran."Di pasar malam. Dia mempermalukanku dengan menjelekanku di depan umum dan mengatakan jika aku sudah merebut Mas Edi dan membuat rumah tangganya berantakan." tubuh Riri bergetar seiring semakin derasnya air mata yang membasahi pipinya."Kurang ajar! Dia benar-benar keterlaluan." Ratmini seketika emosi mendengar aduan dari menantu kesayangannya tanpa mencari tau kebenarannya.Jelas saja Ratmini begitu percaya kepada menantunya, karna sejak dulu Ratmini tak pernah menginginkan Nia menjadi menantunya dan sejak dulu pula Ratmini tak pernah menyukai Nia."Ibu jangan bilang sama Mas Edi. Aku tidak mau Mas Edi melakukan sesuatu dan menyakiti Mbak Nia," mohon Riri."Hati kamu begitu baik, sayang. Ibu benar-benar merasa bersyukur memiliki menantu seperti kamu. Tapi jika hal ini tidak di beritahukan kepada Edi, Ibu taku Nia akan semakin kurang ajar. Ibu tau jika dia masih
Nia hanya mendengkus kesal dengan kata-kata ejekan tersebut. Tak ingin ada perdebatan, Nia lantas berlalu begitu saja tanpa memperdulikan wanita tersebut. Sedangkan Riri yang merasa di abaikan oleh Nia meradang, ia seseorang yang paling tidak suka di abaikan oleh siapapun termasuk oleh orang-orang yang tak ia sukai."Heh janda bodong! Apa kau sekang sudah menjadi simpanan Om-Om berkumis tebal sehingga mampu mengajak putri jelekmu jalan-jalan." Riri kembali mematik pertikaian dengan Nia, ia seolah tak puas sebelum Nia menangis di hadapan dirinya dan memohon agar tak lagi melontarkan kata-kata ejekan seperti itu.Tangan Nia mengepal dengan kuat, andai jika bukan di muka umum mungkin saja Nia sudah menarik bibir yang berwarna merah menyala tersebut. Lagi-lagi ia harus bertemu dengan wanita tak ada adab seperti Riri yang hanya bisa menguras emosinya."Ah aku lupa jika kau hanya wanita kampung yang berpenampilan lusuh sehingga aku rasa tak akan ada om-om yang berminat kepadamu." "Apa kau
Nia dengan cepat berteriak memanggil warga agar membantu dirinya. Setelah melihat kepergian laki-laki jahat tersebut, Nia lantas menghampiri wanita yang tengah duduk di tanah dengan terisak."Kamu nggak kenapa-kenapa?" tanya Nia.Wanita yang terlihat masih berumur belasan tahun menggelengkan kepalanya. Air matanya masih masih menetes membasi pipinya. penampilannya terlihat acak-acakan akibat ulah orang-orang jahat tersebut."Rumah kamu di mana?" tanya Nia kembali.Gadis berkulit kuning langsat tersebut menggelengkan kepalanya, "Aku dari kampung, di sini aku ingin mencari pekerjaan. Beruntung Mbak bantuin aku, sehingga dompetku aman tidak di ambil oleh mereka," sahut gadis tersebut."Jadi kamu belum mempunyai tempat tinggal saat ini?" lagi-lagi gadis tersebut menggelengkan kepalanya."Ya sudah, lebih baik kamu sekarang ikut saja denganku," ujar Nia.Gadis yang terlihat lugu tersebut mendongakan kepalanya, sangat terlihat jelas jika gadis tersebut sangat ragu untuk menerima tawaran dari
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments