Share

3. Berusaha Memberikan yang Terbaik

Jangan berusaha menjadi pribadi yang sempurna. Karena tidak ada manusia yang sempurna. Namun, berusahalah menjadi pribadi yang sebaik mungkin. Dan untuk menjadi pribadi yang baik, kamu harus mampu menangani yang terburuk dalam hidupmu.

(Kasyaf Syahrizki Irsyad)

***

Hari ini Kasyaf mengajak Thania jalan-jalan, tentu  saja Bik Sumi pun juga diajak. Beruntung satu minggu ini ia tidak ada jadwal penerbangan. Sebelum mereka menuju ke tempat tujuan, Kasyaf mampir ke kantor pengacaranya. Ia menyerahkan dokumen yang dibutuhkan untuk proses perceraian.

“Bik, tolong tunggu di sini. Aku akan masuk sebentar,” ucapnya.

“Baik, Den. Aden tenang saja.”

Setelah menyerahkan berkas-berkas yang dibutuhkan, dengan cepat Kasyaf keluar dari kantor tersebut.

“Sejak kapan Thania tidur, Bik?” tanyanya sambil melihat ke arah sang putri.

“Sekitar sepuluh menit, Den. Mungkin capek mengoceh sambil bermain,” ucap Bik Sumi.

“Ya sudah,  nanti sampai di wahana permainan aja kita bangunkan, Bik.” Kasyaf kembali melajukan mobilnya.

Berpasang mata menatapnya takjub saat Kasyaf masuk ke pusat perbelanjaan. Bagaimana tidak? Laki-laki tampan itu menggendong sang putri dengan gendongan kodok.

Kasyaf tetap berjalan santai diikuti Bik Sumi yang tidak jauh darinya dengan membawa perlengkapan Thania. Ia sama sekali tidak memedulikan beberapa pasang mata dari pengunjung mall yang kebanyakan wanita menatapnya dengan tatapan memuja.

Hal itu sudah biasa baginya selama ini. Karena Tata tidak akan mau pergi bersama Thania.

Hampir tiga jam Kasyaf dengan sabar menemani  sang putri. Ia tidak sedikit pun mengeluh. Bahkan ia menyuruh Bik Sumi untuk menunggu di tempat tunggu supaya bisa beristirahat.

Dari jauh Bik Sumi menatap iba pada sang majikan. Ia tahu sejak menjalani pernikahan dengan Tata, Kasyaf tidak pernah merasakan kebahagiaan yang utuh. Kebahagiaan yang diberikan Tata selama ini,  semua itu palsu.

***

Dua tahun berlalu.

Dua tahun sudah Kasyaf menjadi single  Dady. Ia selalu ada untuk Thania. Di sela kesibukannya ia selalu menyempatkan diri untuk mengajak  sang putri jalan-jalan, menghabiskan waktu hanya berdua.

Kini bocah cantik itu sudah berusia tiga tahun lebih. Ia tumbuh menjadi bocah yang ceria, aktif dan keinginan tahuannya tinggi. Kasih sayang yang diberikan sang papa sudah lebih dari cukup, itu menurut Kasyaf. Memang untuk kebutuhan secara Zahir  Kasyaf mampu mencukupi semuanya, tapi bagaimana dengan kebutuhan batin Thania? Bocah cantik itu tentunya masih sangat mendamba kasih sayang sang mama. Meskipun sejak bayi ia tidak pernah merasakan sentuhannya.

Thania seolah mengerti akan kegundahan hati sang papa. Ia tidak pernah menyinggung tentang sang mama. Namun, di balik semua itu ia sering bertanya pada Bik Sumi di mana sang mama. Wanita sepuh itu tentu saja berusaha menutupi keberadaan Tata. Ia sering mengalihkan pertanyaan Thania dengan kegiatan yang sekiranya bisa melupakan bocah tersebut akan  pertanyaannya.

Pukul 11.00 sopir mengantarkan Bik Sumi untuk menjemput Thania. Bocah cantik itu tidak mau sang papa mencarikannya baby sister. Ia sudah cocok dengan Bik Sumi tidak mau yang lain.

Wanita sepuh itu melihat Thania berlari menghampirinya. Ia tersenyum lembut pada bocah cantik tersebut.

“Non Thania mau langsung pulang?”

“Aku mau ke minimarket beli cokelat dan es krim dulu, Bik.” Suara kecil itu sedikit merengek.

“Kata papanya, Non. Enggak boleh makan cokelat terus. Nanti giginya sakit lagi,” tolak Nik Sumi sembari menasihati.

“Cuma sekali saja, Bik. Please!” rengeknya. Kalau seperti ini Bik Sumi tidak bisa menolak lagi.

“Baiklah! Besok enggak boleh makan cokelat lagi, ya. Cukup satu minggu sekali.”

Thania mengangguk dengan berat sambil mengerucutkan bibir. Bik Sumi hanya bisa tersenyum sambil membelai rambut panjang nan lurus bocah cantik itu.

“Bik, semua temanku di sekolah panggil guru untuk ngajar mereka di rumah. Aku juga pingin seperti mereka. Apa Papa boleh, ya?” ucapnya pol

“Maksud Non Thania semacam les privat gitu, to?”

Bocah cantik itu mengangguk sambil tersenyum menunjukkan gigi susunya yang masih rata.

“Nanti sepulang dari tugasnya, kita bicarakan sama papanya Non. Papanya Non Thania kan masih di Dubai untuk tiga hari ini.”

“Tiga hari, ya, Bik?” ucapnya lirih.

“Iya, Non. Sabar, ya. Tiga hari saja.”

“Aku maunya besok, Bik,” rengeknya.

“Ya sudah nanti kalau sudah bisa dihubungi kita telepon.”

***

Di tempat lain. Di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota.

“Syakila!” teriak Dita memanggil sang putri.

Syakila yang berada di kamar untuk belajar langsung menghampiri sang ibu.

“Ada apa, Bu_?” Ia tercengang tidak melanjutkan pertanyaannya saat mendapati sang ayah jatuh di kamar mandi dalam keadaan tidak sadarkan diri. Syakila langsung memberi pertolongan. Dengan berat kedua wanita cantik beda usia itu membawa tubuh Dimas ke ranjang.

Sepuluh menit berlalu, mereka sudah berusaha menyadarkan Dimas, tapi laki-laki berusia empat puluh lima tahun itu belum sadarkan diri. Dita meminta Syakila meminta bantuan tetangga yang mempunyai mobil untuk membawa Dimas ke rumah sakit.

Dengan bantuan mobil tetangga Dita dan Syakila membawa Dimas ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Dimas segera mendapatkan pertolongan.

Beberapa menit menunggu. Dokter yang menangani Dimas keluar.

“Bagaimana keadaan suami saya, Dok?” tanya Dita khawatir. Sejak tadi wanita berhijab lebar itu berkumat-kamit berzikir memohon kepada Allah untuk kesembuhan sang suami.

“Saat ini pasien belum sadarkan diri. Kalau pun sudah sadar, pasien harus rawat inap untuk beberapa hari.”

“Baik, Dok, tapi suami saya baik-baik saja ‘kan? Tadi dia sempat sesak napas sebelum masuk ke kamar mandi,” ungkap Dita khawatir.

“Gagal ginjal akut memang dapat menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru, yang menyebabkan pasien mengalami sesak napas. Jika lapisan yang menutupi jantung meradang, pasien akan mengalami nyeri dada. Ketika cairan dan elektrolit tubuhnya tidak seimbang, kelemahan otot dapat terjadi. Ibu tenang saja. Kalau pun harus menjalani cuci darah kami akan memberikan yang terbaik untuk pasien.”

“Untuk biaya pengobatannya berapa, Dok? Apa ayah saya akan melakukan cuci darah terus seumur hidupnya?” tanya Syakila ikut menimpali.

“Untuk biayanya memang tidak murah, Nak, tapi kamu bisa minta keringanan, coba tanyakan pada pihak administrasi. Untuk  Proses cuci darah atau hemodialisis dilakukan oleh pengidap gagal ginjal akut yang memasuki tahap yang cukup parah. Namun, cuci darah yang dilakukan pengidap gagal ginjal akut dilakukan sementara sampai fungsi ginjal dapat kembali, Cuci darah akan dihentikan jika ginjal tidak lagi mengalami kerusakan dan sudah bisa bekerja dengan baik,” ucap dokter itu menjelaskan.

“Terima kasih penjelasannya, Dok. Saya akan bertanya pada pihak administrasi.”

“Sama-sama.” Dokter yang usianya seumuran dengan sang ayah itu pun meninggalkan Syakila dan Dita.

“Uang tabungan ibu tinggal delapan ratus ribu. Itu pun akan ibu jadikan modal jualan mie ayam di depan rumah. Semenjak ayahmu sakit dan enggak bisa jualan, kita tidak ada pemasukan. Ibu juga bingung bagaimana biaya kuliahmu dan juga biaya sekolah adikmu, Fauzi,” ucap Dita sedih.

“Ibu jangan khawatir. Aku akan cari pekerjaan paruh waktu untuk biaya pengobatan ayah, biaya sekolah Fauzi, dan kuliahku,” ucap Syakila menenangkan sang ibu.

“Kamu kerja apa? Sungguh, Ibu tidak mau membebanimu,” ucap Dita lirih. Ia sebenarnya tidak tega kalau sang putri bekerja.

“Ibu tenang saja. Besok aku akan cari pekerjaan yang sekiranya tidak mengganggu kuliahku,” ucapnya tenang sambil tersenyum meremas jemari sang ibu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status