Orang yang terlalu memikirkan akibat dari sesuatu keputusan atau tindakan, sampai kapan pun dia tidak akan menjadi orang berani.
(Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA)Dalam hidup tidak akan terlepas dari berbagai masalah, kita dituntut untuk berani mengambil keputusan tentang apa yang pantas diperjuangkan dan apa yang tak pantas diperjuangkan.(Kasyaf Syahrizki Irsyad)***Tata berusaha membujuk Kasyaf supaya mengubah keputusan untuk tidak menceraikannya. Ia tidak siap harus kehilangan kemewahan yang diberikan Kasyaf. Namun, hati Kasyaf sudah terlanjur sakit. Laki-laki tampan itu sejak tadi hanya diam, ia mempertimbangkan keputusan yang ia ambil. Akankah baik untuk masa depan sang putri atau tidak. Sungguh, hati kecilnya meronta. Ia bisa memaafkan semua yang dilakukan Tata selama ini, tapi untuk pengkhianatan, tidak ada kata maaf.“Bukankah selama ini Tata tidak pernah memikirkan Thania? Boro-boro perhatian, menyentuh Thania saja tidak. Ya Allah, semoga keputusanku berpisah dengan Tata adalah yang terbaik,” gumamnya. Kasyaf gelisah, berulang kali ia mengusap kasar wajah tampannya.Kasyaf berdiri meninggalkan Tata yang masih bersimpuh dan merengek. Ia sama sekali tidak memedulikan rengekan itu. Kasyaf mengambil koper yang masih ada di ruang makan dan membawanya ke kamar. Sesampainya di kamar ia membuka koper itu.“Terimalah ini. Hadiah anniversary pernikahan kita yang ke-dua. Mungkin ini hadiah terakhir yang aku berikan padamu, sebelum kita berpisah,” ucap Kasyaf memberikan kotak perhiasan yang ia beli saat transit di Paris.Dengan masih pura-pura sedih, Tata membuka kotak perhiasan itu. Matanya kembali bersinar saat melihat apa yang ia terima. Kotak perhiasan itu berisi kalung berlian, gelang dan anting, sangat indah. Tata sangat tahu harga perhiasan itu yang tentunya sangat mahal.Tata menghampiri Kasyaf dan memeluknya saat keluar dari kamar mandi. Hal itu membuat Kasyaf merasa jijik. Ia kembali mengingat apa yang dilakukan Tata tadi. Ia memang tidak melihat penyatuan sang istri dengan laki-laki tersebut. Namun, melihat pakaian yang mereka kenakan sudah lepas dari tubuh keduanya membuatnya jijik.Mengingat semua itu, refleks Kasyaf mendorong tubuh Tata cukup keras hingga wanita itu terjatuh.“Aw, sakit ...,” rintihnya.Tata tidak menyangka Kasyaf yang selalu lembut padanya. Hari ini mendorongnya cukup keras.Tata pura-pura kesakitan. Namun, Kasyaf sama sekali tidak peduli. Laki-laki itu memilih keluar dari kamar. Ia naik ke lantai dua di mana kamar Thania berada.Selama ini hanya sang putri yang membuatnya bertahan dengan Tata. Bahkan cintanya yang cukup besar perlahan menghilang saat mengetahui perlakuan Tata pada Thania. Apalagi sekarang ditambah pengkhianatan wanita itu.“Maafkan Papa yang tidak bisa merubah mamamu. Maaf ... Papa sudah tidak tahan dengan semua ini. Hanya perceraian yang bisa Papa tempuh,” ucapnya di samping telinga sang putri. Kasyaf membelai lembut kepala Thania yang masih tidur di sampingnya. Setelah itu ia keluar mencari Bik Sumi yang ada di halaman belakang.“Bik, tolong bantu Tata untuk beresin barang-barangnya!” ucap Kasyaf menghampiri Bik Sumi.“Barang-barang?” Bik Sumi terkejut dengan apa yang dikatakan Kasyaf.“Iya, Bik. Bantu Tata mengemasi barang-barangnya. Hari ini dia akan keluar dari rumah ini,” ucap Kasyaf tersenyum miris.“Ba-baik, Den. Maaf, apa Aden dan Non Tata_” Bik Sumi tidak berani meneruskan pertanyaannya.“Iya, Bik. Aku sudah menalak Tata. Besok aku akan mendaftarkan perceraian kita ke pengadilan agama,” ucapnya mantap.“Ma-maaf, bagaimana dengan Non Thania?”“Thania tetap bersamaku. Tata tidak mengharapkannya, tidak mungkin dia meminta hak asuh Thania,” ucapnya datar, masih dengan tersenyum miris. Ingin rasanya ia menertawakan kebodohannya selama ini. Cukup, ia menjadi budak cinta Tata selama ini.“Bibi tau ini berat untuk Aden, tapi saya yakin Aden pasti bisa melewati semua ini dengan Non Thania,” ucap Bik Sumi menguatkan.“Terima kasih, Bik. Sudah selalu ada untukku dan Thania.”“Pasti, Den. Non Thania dari baru lahir sampai satu tahun lebih sudah Bibi rawat. seperti cucu Bibi sendiri.”Kasyaf memutuskan kembali ke kamar Thania. Rasanya malas melihat wajah Tata yang penuh kepalsuan.“Aku enggak butuh bantuan Bibi. Seharusnya Bik Sumi yang keluar dari rumah ini, bukan aku!” teriaknya marah. Tata mengusir Bik Sumi yang menghampirinya untuk membantu.Wanita tua itu hanya diam sambil geleng kepala. Ia memilih keluar dari kamar itu, daripada Tata lebih marah padanya.Tata membawa dua koper besar keluar kamar. Ia melihat Kasyaf menemani baby cantik berusia satu tahun lebih itu bermain di ruang keluarga.“Mas, apa enggak ada kesempatan lagi buatku,” ucapnya menghampiri Kasyaf dengan wajah dibuat sesendu mungkin.Kasyaf tersenyum geleng kepala. “Maaf, kesempatan itu sudah sering aku berikan, tapi kamu tidak pernah menggunakan dengan baik. Kamu pun tidak pernah berubah dan tidak pernah berniat berubah,” ucap Kasyaf tanpa melihat ke arah Tata. Ia lebih memilih fokus pada Thania.“Aku janji akan berubah demi kamu. Asalkan jangan ceraikan aku!” bujuknya.“Maaf, aku sudah kenyang mendengar janjimu. Kamu tahu di mana pintu untuk keluar dari rumah ini,” ucap Kasyaf datar.“Mas, kumohon ...,” rengeknya sambil mengeluarkan air mata buaya.Kasyaf menggendong Thania dan mengajak baby cantik itu ke kamar. Ia sama sekali tidak menghiraukan ucapan Tata.Hati Kasyaf sakit. Tata merengek hanya untuk menarik simpatinya, tapi sama sekali tidak berniat menyentuh Thania. Ia hanya berharap satu kali saja Tata mau menggendong atau menyentuh sang putri. Namun, semua itu tidak akan pernah terjadi.Entah, terbuat dari apa hati wanita yang ia nikahi itu. Andai saja, Tata mau membuka hatinya untuk sang putri dan membujuknya lewat Thania, hatinya pasti luluh. Ia akan berusaha mengenyahkan rasa sakit karena dikhianati demi sang putri.Dengan langkah berat Tata keluar dari rumah besar itu. Beruntung Kasyaf tidak meminta kembali fasilitas yang pernah ia berikan. Mobil dan apartemen masih bisa Tata miliki. Semua itu pun sudah atas nama dirinya.“Aku pasti bisa kembali lagi ke dalam rumah ini. Aku yakin kamu masih mencintaiku, Mas,” ucap Tata jemawa dengan tersenyum menyeringai. Sangat percaya diri.Tata melajukan mobil kesayangannya yang dibelikan Kasyaf. Tujuannya saat ini adalah apartemen yang ia dapatkan dari Kasyaf saat anniversary pernikahan mereka yang pertama.Dari balik jendela kamar sang putri, Kasyaf melihat mobil Tata meninggalkan rumah. Ia menghirup napas panjang lalu ia embuskan.Kasyaf melihat sang putri tersenyum ke arahnya. Seolah baby cantik itu mengerti kegelisahan sang papa.“Setelah ini kita hanya akan berdua. Putri cantik papa dan juga Papa,” ucapnya tersenyum lembut sambil membelai rambut Thania yang mengoceh dengan bahasa bayi.Jangan berusaha menjadi pribadi yang sempurna. Karena tidak ada manusia yang sempurna. Namun, berusahalah menjadi pribadi yang sebaik mungkin. Dan untuk menjadi pribadi yang baik, kamu harus mampu menangani yang terburuk dalam hidupmu.(Kasyaf Syahrizki Irsyad)***Hari ini Kasyaf mengajak Thania jalan-jalan, tentu saja Bik Sumi pun juga diajak. Beruntung satu minggu ini ia tidak ada jadwal penerbangan. Sebelum mereka menuju ke tempat tujuan, Kasyaf mampir ke kantor pengacaranya. Ia menyerahkan dokumen yang dibutuhkan untuk proses perceraian.“Bik, tolong tunggu di sini. Aku akan masuk sebentar,” ucapnya.“Baik, Den. Aden tenang saja.”Setelah menyerahkan berkas-berkas yang dibutuhkan, dengan cepat Kasyaf keluar dari kantor tersebut.“Sejak kapan Thania tidur, Bik?” tanyanya sambil melihat ke arah sang putri. “Sekitar sepuluh menit, Den. Mungkin capek mengoceh sambil bermain,” ucap Bik Sumi.“Ya sudah, nanti sampai di wahana permainan aja kita bangunkan, Bik.” Kasyaf kembali melaju
Langkah pertama untuk mencapai suatu tujuan adalah memutuskan bahwa kamu mampu untuk memulainya dengan hal baru.(Syakila Zanitha Firdaus – Pilot Pencuri Hati)***Syakila menemui pihak administrasi rumah sakit, menanyakan biaya yang diperlukan untuk pengobatan sang ayah Saat ini Syakila hanya bisa membayar biaya pengobatan dan perawatan untuk dua hari saja dengan uang tabungannya. Ia tidak ingin sang ibu sedih memikirkan biaya untuk sang ayah. Beruntung ia selalu menyisihkan uang sakunya untuk ditabung.Besok ia akan mencari pekerjaan setelah pulang dari kampus. Selain biaya pengobatan sang ayah, ia juga harus memikirkan biaya kuliahnya yang sebentar lagi skripsi dan membutuhkan biaya cukup banyak.Alina, sang sahabat pernah menawarinya menjadi guru privat di lembaga bimbingan belajar milik tantenya. Apa salahnya ia mencoba menanyakannya lagi. Apalagi jurusan pendidikan yang ia ambil akan memudahkannya untuk menjadi pengajar.“Apa kata pihak administrasi, Nak?” tanya Dita saat sang
Akan ada banyak cara untuk menunjukkan rasa sayang, termasuk dengan memahami perasaan. Dengan ketulusan hatinya, ia yakin akan bisa meluluhkan hati gadis kecil itu.(Syakila Zanitha Firdaus – Pilot Pencuri Hati)***Setelah mengobrol panjang lebar bersama Tante Azizah dan Alina, Syakila bersiap untuk pergi ke rumah bocah yang mereka bicarakan tadi.“Nak Syakila, ini gajimu,” ucap Azizah sambil menyerahkan amplop cokelat pada Syakila. Dengan canggung ia menerima amplop itu. “Terima kasih, Tan. Maaf aku merepotkan Tante,” ucapnya lirih.“Sama sekali enggak merepotkan. Malah Tante senang kamu sudah mau bantu Tante. Terus terang Tante kekurangan tenaga pendidik di lembaga bimbel Tante. Beruntung kamu dan Alina selalu mau membantu,” ucapnya tersenyum tulus.“Tan, aku yang antar Syakila, ya. Dia kan enggak tahu rumahnya,” ucap Alina.“Halah, bilang aja mau modus sama Kapten Kasyaf,” goda Azizah pada sang keponakan.“Pertama, aku memang berniat bantu Syakila Ben enggak nyasar, ‘kan kasihan
Mungkinkah, pertemuan pertama membawaku terhanyut dalam cinta pertama? (Syakila Zanitha Firdaus – Pilot Pencuri Hati)***Syakila dan Bik Sumi melihat ke arah bocah cantik yang turun dari tangga dan berjalan ke arah mereka. Bocah cantik itu membawa tas yang di dalamnya sudah ada beberapa buku.“Aku mau belajar sama Kakak Cantik,” ucap Thania mendekat pada Bik Sumi.Syakila melongo terheran-heran dibuatnya. Ia tidak menyangka bocah cantik itu mau belajar dengannya. Padahal tadi wajahnya menunjukkan tidak bersahabat. “Aku mau belajar sama Kakak Cantik, duduklah, Kak!” ucap Thania memerintahkan sambil melambaikan tangan mungilnya pada Syakila. Bahkan sekarang gadis itu tersenyum manis.Syakila membalas tersenyum. Dengan canggung ia duduk di samping bocah cantik itu.Dua jam Syakila mengajar. Karena keluwesan dan kesabarannya Thania sudah mulai terbuka dan beradaptasi dengannya. Bahkan bocah cantik itu sudah mulai banyak bertanya.“Tadi aja kelihatan jutek amat. Eh, ternyata tidak sulit
Jatuh hati mengajarkan aku bagaimana memberanikan diri, juga bagaimana menjadi sabar saat sikapmu bertentangan dengan hati nuraniku.(Syakila Zanitha Firdaus – Pilot Pencuri Hati)***Syakila masih bergeming di tempat duduknya. Ia hanya bisa menelan saliva, mengurangi kegugupannya.“Kakak Cantik ... kenalkan ini Papa Thania,” ucap bocah cantik itu mencairkan kebekuan Syakila. “I-iya,” jawab Syakila terbata. Ia masih berusaha menata hati dan tingkah laku supaya tidak menjatuhkan imagenya sebagai wanita. Ia juga seorang pendidik harus bisa jaga tata Krama seorang guru. Tidak mungkin dia berbuat bar-bar dan agresif.Kasyaf melihat ke arahnya dengan tatapan tajam. Memindai penampilan gadis itu dari atas hingga ke bawah. Membuat Syakila semakin canggung dibuatnya. Setelah itu laki-laki tampan tersebut memalingkan wajah, terlihat sekali keangkuhannya.“Pe-perkenalkan saya Syakila, guru les privat Thania,” ucapnya canggung sambil menangkupkan tangan di depan dada“Hmm,” jawabnya tanpa men
Kata orang, jika cinta datang merasuk ke dalam hatimu. Maka bisa membuat hatimu berdebar-debar tak beraturan dan frekuensinya lebih cepat dari biasanya. Apakah aku sedang jatuh cinta?(Syakila Zanitha Firdaus – Pilot Pencuri Hati)***Syakila duduk dengan canggung. Rasanya ingin sekali cepat-cepat keluar dari rumah itu. Bagaimana tidak? Sebagai tuan rumah Kasyaf sama sekali tidak menunjukkan keramahannya. Membuat Syakila kecewa, seolah tidak dihargai.“Non Thania mau lauk apa?” tanya Bik Sumi.“Aku mau makan ayam kremes, tapi maunya Kakak Cantik yang ambilin,” ujar Thania, membuat Syakila membulatkan mata sambil tersenyum canggung. Sekilat mata indah itu bertemu pandang dengan mata tajam Kasyaf saat keduanya saling melirik.“Sayang, biar Papa yang ambilin,” ucap Kasyaf terlihat tidak suka. Jujur, ia tidak begitu suka kalau sang putri bergantung pada orang lain. Ia hanya tidak ingin Thania kecewa.“Enggak, Papa. Aku maunya diambilin Kakak Cantik, bukan diambilin Papa,” tolak bocah can
Aku harus bertahan untuk menantimu meski penantian ini begitu berat. Sehingga sebuah kesabaran akan menepis kegalauan hatiku untuk percaya dan kamu genggam erat jemariku.(Syakila Kasyaf – Pilot Pencuri Hati)***Syakila segera mengambil helm yang disodorkan sang adik padanya.“Kok, lama sih, Dek?” tanyanya sedikit kesal. Selama menunggu di bahu jalan sudah ada tiga lali-laki paruh baya yang kecentilan menggodanya. Namun, ia sama sekali tidak menanggapinya. Bahkan sejak tadi ia menunduk tidak menghiraukan kanan kiri.“Maaf, Kak. Tadi aku nyelesein tugas kelompok dulu,” jawab Fauzi.“Ya sudah, kita langsung ke rumah sakit. Setelah antar Kakak jangan main lagi. Langsung pulang, udah malam. Istirahat jangan begadang kagak jelas,” ucap Syakila menasihati sang adik yang usianya terpaut tiga tahun dengannya. “Baik, Bos,” goda Fauzi, membuat Syakila memukul bahu sang adik dari belakang.“Aw ... sakit, Kak,” rintihnya pura-pura kesakitan. Sudah menjadi kebiasaan Fauzi menggoda dan membuat
Allah tidak pernah keliru membe sajarikan anugerah cinta kepada hambaNya, karena sebuah cinta yang datang itu pasti ada makna dan alasannya.(Kasyaf Syahrizki – Pilot Pencuri Hati)***Galau di hatinya kini sudah sedikit terobati setelah mencurahkan isi hati dan kekesalannya pada sang sahabat.“Nanti aku antar, ya. Aku pingin ketemu Bang Pilot,” ujar Alina menawarkan diri.“Iya, boleh. Kalau enggak merepotkan kamu, tapi setelah dari kampus aku mampir ke rumah sakit dulu. Aku mau istirahat sebentar sambil nemenin ibu,” ujar Syakila“Iya, kebetulan hari ini mata kuliah terakhir kosong. Jadi pulang lebih awal,” ucap Alina.“Makanya aku enggak mau merepotkanmu, Na,” ucap Syakila. Bukannya ia menolak, tapi ia juga kasihan kalau sang sahabat bolak-balik hanya untuk mengantarkannya.“Aku enggak masalah ikut nunggu di rumah sakit, kok. Kamu tenang saja aku enggak merasa direpotkan,” ucap Alina tulus.“Ya sudah kalau itu mau kamu. Ini nanti cuma antar saja atau nunggu aku sampai selesai ngajar