Share

Part 54

Penulis: Hanina Zhafira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-01 22:51:01

Pisah Terindah

#54

Menghubungi Windi, itulah yang terlintas di benakku dan seketika itu juga aku lakukan.

[Win, nanti bisa ke rumah? Sore pulang kerja.]

[Bisa, sih, kayaknya. Why?]

[Jangan kayaknya, yang pasti-pasti aja. Aku butuh banget kehadiran kamu.]

[Iya.]

[Okey, makasih, ya. Aku tunggu.]

[Ok.]

Aku menghela napas panjang. Baiklah hadapi saja apa yang akan terjadi.

Kutenggelamkan lagi pikiran dan konsentrasi pada pekerjaan-pekerjaan yang masih terasa asing bagiku. Kendati masih kaku, tetapi aku mulai menyukainya.

***

Waktu untuk pulang sudah tiba. Aku kembali mengecek tumpukan berkas yang ada di samping laptop di meja yang kutempati. Setelah semua komplit, aku pun mematikan perangkat elektronik yang seharian ini kugunakan.

"Sudah beres, Dara?"

Aku menengakkan kepala begitu mendengar namaku disebut. Rupanya Pak Beni sudah berdiri di samping mejaku dengan sebuah ransel hitam yang sudah tersandang di pundaknya.

"Udah, Pak."

"Nggak usah terlalu formal, Dara. Kita di sin
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Hajrah Fatimah
tokoh utamanya kuran tegas, dan lebih banyak kata2 dalam fikiran nya yg keluar daripada langsung pada lawan bicaranya.. peranya Bu Dara disini lebih banyak melamun
goodnovel comment avatar
Juairiah Lia
kenapa gak ada kelanjutan nya thor
goodnovel comment avatar
Juairiah Lia
ayo Thor lanjut, gak sabar menunggu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pisah Terindah   Part 59

    Pisah Terindah #59 "Mama hebat, selamat mama!" Shahna berseru riang sembari menyerahkan buket bunga mawar putih padaku. "Terima kasih, Sayang mama. Anak hebat, anak cantik yang paling mama sayang se-jagad raya." Aku mendapatkan pelukan dan beberapa ciuman dari Shahna. Dia pun tampil sangat menawan dalam balutan gaun panjang didominasi warna nude. Senada dengan kebaya yang kupakai hari ini. Kebahagiaan pun jelas terpancar di wajah imutnya. Momen wisuda ini memang sudah sangat ditunggu Shahna. Karena selepas ini aku berjanji akan menebus waktu kebersamaan kami yang belakangan ini semangat jarang. Pengertian Shahna yang mempermudah aku menjalani semua ini. Aku pun sangat berterima kasih kepada putri semata wayangku itu. "Selamat, ya, cintaku, sayangku, bestie terbaikku." Windi memelukku erat. Kebahagiaan dan rasa haru tergambar dari wajahnya. "Terima kasih, sahabatku tersayang. Tanpa kamu aku takkan bisa apa-apa." Tanpa diundang embun bermunculan di mataku. Aku benar-benar terh

  • Pisah Terindah   Part 58

    Pisah Terindah #58 (POV Danar) "Pak Danar, antarkan ini ke proyek A-14. Pak Anthoni sedang menunggu di sana. Sekalian berkas ini kebagian pemasaran." Pak Hamdi memberikan dua tumpuk berkas padaku. Setelah itu, lelaki yang umurnya lebih tua sepuluh tahun dariku itu berlalu begitu saja. Tak ada basa basi, tidak ada ucapan terima kasih. Begitulah gambaran hari-hariku di salah satu kantor Avalia Utama selama beberapa bulan belakangan ini. Lebih tepatnya semenjak kekalahan di pengadilan waktu itu dan proyek yang sedang digarap menderita kerugian atas ganti rugi terhadap pihak yang menang. Awal-awal memang aku masih berada di kantor pusat dengan tekanan kerja yang luar biasa serta target yang besar. Dalihnya sebagai bentuk pertanggung jawabanku. Lalu, beberapa bulan ini aku dipindahkan ke kantor cabang. Aku memang tidak dipecat tetapi luntang-lantung tanpa jobdesk yang jelas. Tiap bulannya hanya menerima gaji standar. Tidak ada bonus-bonus sama sekali. Sehingga penghasilanku mandek s

  • Pisah Terindah   Part 57

    Pisah Terindah #57Ikhlas adalah kunci bahagia menjalani kehidupan. Begitu mendiang ibu pernah berkata. Dulu bagiku semua itu adalah bentuk kenaifan belaka. Bentuk ketidak berdayaan melawan kesemena-menaan atau dengan kata lain sekadar memperindah istilah pasrah ke versi yang religius. Ternyata aku keliru. Kenyataan demi kenyataan yang kujalani dengan segala pasang surut emosi mematahkan anggapan yang dulu. Pernah memelihara sakit hati, amarah, bahkan dendam pun sempat bersarang. Namun justru hal itu makin membebani. Harusnya memang dibuat sederhana saja. Salah satu permisalan, ketika seseorang sudah tidak ingin bersama kita lagi. Dia ingin pergi, sebaiknya memang dilepaskan saja. Kenapa masih ingin tetap memiliki? Kenapa harus mati-matian dengan segala daya upaya menahan orang yang memang sudah ingin pergi? Namun kadang ego manusia susah untuk ditaklukkan sehingga ujung-ujungnya memperdalam rasa sakit untuk diri sendiri. Ikhlas adalah titik tertinggi yang tak mudah untuk dirai

  • Pisah Terindah   Part 56

    Pisah Terindah #56 "Ada Mas Danar di sini? Lagi apa dia?" Pernyataan itu meluncur begitu saja tanpa di awali basa-basi. Wajah diselimuti amarah dan keangkuhan terpampang di depan mataku. "Mas Danar." Aku yang masih diliputi kaget karena kehadiran tamu yang tak disangka-sangka itu mengucap ulang nama mantan suamiku itu. "Harus banget ya Mas Danar ada di sini sampai malam-malam begini?" lanjutnya lagi dengan tatapan sinis. Aku yang hendak menanggapi lontaran kata-kata sinis mantan maduku itu sudah kedahuluan oleh Windi yang sudah berada di belakangku. "Ada siapa, Ra?" "Ada perlu apa ya, Mbak?" tanya Windi dengan tatapan penuh selidik. "Aku istri Mas Danar." Jawaban ketus terlontar begitu saja dari wanita yang telah berhasil membuat karam biduk rumah tanggaku. "Oh, nyari Mas Danar? Ada tuh, lagi sama anaknya? Kenapa emangnya?" tanya Windi dengan gaya menantangnya. Namun Lalisa tidak menghiraukan Windi. Tatapannya kembali tertuju padaku. "Sudah kuduga." Sebuah senyuman sinis

  • Pisah Terindah   Part 55

    Pisah Terindah #55"Apa kabar, Mas?" Seketika Windi melontarkan sapaan setelah sempat kikuk karena aku dan Mas Danar secara berbarengan menoleh padanya. "Baik, Win. Kamu di sini?" balas Mas Danar. "Iya, tadi kebetulan ada ketemu klien nggak jauh dari sini. Ya, udah, sekalian mampir." Bisaan saja Windi beralasan. "Aku ke belakang dulu, ya. Tak bikinin minum dulu, ya." Windi segera berlalu tanpa menunggu persetujuan apa pun. "Shahna sekolahnya kamu pindahin ke mana? Kenapa dipindah?" Nada Mas Danar bertanya terdengar kurang bersahabat di telingaku. Kentara sekali ada ketidaksukaan darinya. "Aku berencana untuk memindahkan Shahna ke sekolah yang full day." "Rencana? Rencana bagaimana? Aku datang ke sekolahan, gurunya bilang Shahna sudah pindah sekolah. Tidak di sana lagi?" Sesaat aku menghela napas panjang. Aku butuh banyak asupan oksigen agar tetap bisa mengontrol emosi menghadapi Mas Danar. "Memang hari ini Shahna tidak ke sekolah biasa. Tadi masa uji coba dulu. Kalau Shahn

  • Pisah Terindah   Part 54

    Pisah Terindah #54 Menghubungi Windi, itulah yang terlintas di benakku dan seketika itu juga aku lakukan. [Win, nanti bisa ke rumah? Sore pulang kerja.] [Bisa, sih, kayaknya. Why?] [Jangan kayaknya, yang pasti-pasti aja. Aku butuh banget kehadiran kamu.] [Iya.] [Okey, makasih, ya. Aku tunggu.] [Ok.] Aku menghela napas panjang. Baiklah hadapi saja apa yang akan terjadi. Kutenggelamkan lagi pikiran dan konsentrasi pada pekerjaan-pekerjaan yang masih terasa asing bagiku. Kendati masih kaku, tetapi aku mulai menyukainya.*** Waktu untuk pulang sudah tiba. Aku kembali mengecek tumpukan berkas yang ada di samping laptop di meja yang kutempati. Setelah semua komplit, aku pun mematikan perangkat elektronik yang seharian ini kugunakan. "Sudah beres, Dara?" Aku menengakkan kepala begitu mendengar namaku disebut. Rupanya Pak Beni sudah berdiri di samping mejaku dengan sebuah ransel hitam yang sudah tersandang di pundaknya. "Udah, Pak." "Nggak usah terlalu formal, Dara. Kita di sin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status