Mengurung diri di kamar kost. Itulah yang belakangan selalu dilakukan Beryl. Dia tak punya pilihan lain. Hanya itu pilihan terbaiknya saat ini. Untuk pergi ke kampus, sepertinya dia malu dengan semua orang. Beryl benar-benar merasakan stres tingkat tinggi.Di kamar kost, Beryl menenggelamkan diri dengan buku-buku sastra. Tumpukan buku-buku sastra yang selama ini jarang disentuhnya, ternyata sepulangnya dia dari desa itu menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan. Seperti itulah kegiatan Beryl sehari-hari. Sendiri dengan buku sastra.Tak ada yang mengganggu dia. Tapi sore itu, tiba-tiba ada yang membuka pintunya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Beryl merasa jengkel, karena baru kali ini ada seseorang yang berbuat kurang ajar seperti itu. S
Betapa pun besar rasa hati Beryl ingin bertemu Winda. Tapi, itu semua sudah tak mungkin lagi. Semua keinginan itu seperti datang dengan terlambat. Setelah gerombolan Ernasari mengajaknya berkelahi. Baru keinginan itu muncul.Sayang, semua keinginan ini datangnya terlambat. Winda tak lagi ada di Surabaya. Winda telah kembali ke desanya. Desa yang pernah ditempati Beryl selama empat bulan.Sebuah kepahitan hidup telah menimpa Winda. Empedu hidup paling pahit harus ditelannya. Semua tak terelakkan lagi. Dia telah menangis di ruang hati selama berhari-hari, berada dalam kungkungan duka yang tiada tara dalamnya.Hanya kata-kata karma yang selalu berputaran di otak Winda. Karma apa yang sudah dialaminya? Mengapa karma itu harus menimpa dirinya? Winda tak mampu
Beryl gugup menerima panggilan dari presdir. Presdir hari itu tidak masuk ke kantor. Dia memanggil Beryl untuk datang ke rumahnya.Rasa khawatir berkecamuk di dada Beryl. Banyak hal yang meresahkan Beryl dari segala persoalan yang dihadapi presdir. Beryl resah untuk sebuah kepercayaan yang ditanggungnya. Beryl juga resah untuk alamat rumah presdir yang harus dia datangi.Selama bekerja di perusahaan itu jalan hidup Beryl terasa mulus dan halus seperti saat melewati jalan tol. Tak ada masalah. Dan, sore itu Beryl harus ke rumah presdir.Beryl tiba-tiba teringat wajah Koko teman kuliahnya. Saat itu, Koko mengiba. Sedang setumpuk uang ada di dalam tasnya.“Tolonglah! Aku sangat membutuhkan pertolonganmu!”“Bagai
Nama baik. Betapa pahitnya hidup. Nama Beryl dihargai dengan uang dua puluh lima juta. Uang itu tak perlu dikembalikan. Dengan syarat, dia harus menikah dengan Ernasari yang hamil entah dengan siapa. Ernasari, cewe yang tak lagi dicintai Beryl setelah mengetahui suka mengonsumsi obat-obat terlarang, dengan teman sepergaulan para brandal jalanan.Apakah ini semua hasil dari idealisme yang selama ini dipertahankannya? Idealisme seorang ketua senat harus berakhir di lembah hitam kehidupan? Apakah ini hadiah dan doa-doa mujarab dari para perempuan yang dulu pernah digaulinya, kemudian ditinggalkannya? Mana cinta yang selama ini Beryl rindukan? Manakah cinta yang selama ini dia agungkan? Hanya seonggok sisa yang kini harus diperoleh?Jika uang adalah tolok ukur kebahagi
Hidup memang tidak boleh stagnan. Semua harus berubah. Dengan mobilnya yang ada di pegadaian, Beryl tak bisa berdiam diri sambil menyelesaikan skripsinya, dia harus melakukan sesuatu. Dia harus mencari pekerjaan baru.Sebuah perusahaan asing membutuhkan kepala proyek untuk ditempatkan di Sidoarjo. Beryl melamar pekerjaan itu. Dan, lamarannya diterima. Rasanya hatinya sangat bahagia. Beryl berangkat ke kota Sidoarjo. Karena kuliahnya sudah tidak setiap hari lagi menghendakinya datang ke kampus. Dia bisa bolak-balik Surabaya-Sidoarjo.Udara di Sidoarjo terasa nyaman dan sejuk disbanding dengan di Surabaya. Perumahan dari pegawai proyek yang ditanganinya juga terasa indah. Beryl merasakan di tempat ini semuanya indah dan tampak berkilau.Dari proyek i
Lihatlah, Elisa! Gadis itu tampak tersenyum - senyum sendiri sambil menyapu ruang depan rumah kontrakan Beryl. Mata gadis itu juga tampak bersinar, menggambarkan sebuah keceriaan. Sambil menyapu, gadis itu bernyanyi-nyanyi kecil. Dia juga membersihkan kursi dan jendela serta mengelap meja.Kening Elisa tiba-tiba berkenyit, ketika sebuah mobil berhenti di depan kontrakan Beryl.Elisa memperhatikan penumpang mobil itu. Laki-laki separuh baya sebagai sopir. Dan, seorang perempuan muda."Siapa mereka?" pikir Elisa.Dari dalam rumah, Elisa melihat perempuan muda yang keluar dari mobil itu bertanya kepada tukang kebun di halaman. Tukang kebun menjawabnya dengan anggukan. Mobil yang baru saja datang itu kemudian memasuki halaman.Kini pere
Mobil Ernasari sudah tidak ada lagi di halaman. Mobil itu sudah meninggalkan kontrakan Beryl. Kontrakan Beryl sudah terlihat sepi. Beryl sangat tidak menginginkan kehadiran Ernasari. Secara, Beryl dan Ernasari sejatinya tidak ada masalah sama sekali. Kalau pun sempat muncul masalah dengan ayahnya Ernasari.Hanya sepi yang saat ini terlihat di rumah kontrakan Beryl. Bisa dipastikan Ernasari telah pergi. Beryl merasa lega. Dadanya merasa plong.Beryl masuk ke dalam rumah. Di atas meja makan terlihat hidangan yang tertutup masih utuh. Beryl mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Semuanya terlihat sangat rapi. Ruangan tampak sepi. Tak ada tanda-tanda apa pun yang tersisa. Kemanakah Elisa?Beryl melangkah membuka pintu kamarnya. Beryl
Mobil Ernasari sudah tidak ada lagi di halaman. Mobil itu sudah meninggalkan kontrakan Beryl. Kontrakan Beryl sudah terlihat sepi. Beryl sangat tidak menginginkan kehadiran Ernasari. Secara, Beryl dan Ernasari sejatinya tidak ada masalah sama sekali. Kalau pun sempat muncul masalah dengan ayahnya Ernasari.Hanya sepi yang saat ini terlihat di rumah kontrakan Beryl. Bisa dipastikan Ernasari telah pergi. Beryl merasa lega. Dadanya merasa plong.Beryl masuk ke dalam rumah. Di atas meja makan terlihat hidangan yang tertutup masih utuh. Beryl mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Semuanya terlihat sangat rapi. Ruangan tampak sepi. Tak ada tanda-tanda apa pun yang tersisa. Kemanakah Elisa?Beryl melangkah membuka pintu kamarnya. Beryl