Vanilla Kim, seorang murid dari sekolah menengah atas yang tergolong semi-elit, SMA Hamyulyang di Korea Selatan. Secara fisik, dia memiliki tinggi yang tidak terlalu tinggi dan tubuh yang sedikit berisi. Dengan gaya rambut sebahu dan poni depan, teman-temannya setuju bahwa dia memiliki penampilan yang manis seperti anak kecil.
Vanilla adalah satu-satunya anak dalam keluarga yang cukup mapan karena kedua orang tuanya berbisnis di bidang furniture. Dia dibesarkan dalam lingkungan yang sangat protektif, yang membuatnya menjadi gadis yang pintar namun juga cenderung takut untuk mencoba hal-hal baru dalam hidupnya.
***
Setiap hari, Vanilla pergi ke sekolah seperti biasa, menggunakan bus karena jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh. Kembali lagi, kecenderungan orang tuanya yang overprotektif menjadi alasan mengapa ia tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan pribadi.
Setelah memasuki kelas 2 SMA, Vanilla menyadari bahwa jarak antara rumah dan sekolahnya mulai mengganggu kegiatan sekolahnya. Terutama setelah pulang dari sekolah pada jam 5 sore, kadang-kadang ia harus mengikuti kelas tambahan hingga larut malam.
Vanilla kemudian meminta izin untuk pulang lebih awal agar tidak ketinggalan bus. Selain itu, dia selalu naik bus sendirian karena tidak ada teman yang tinggal di arah yang sama dengan rumahnya. Keadaan ini menyebabkan Vanilla merasa sangat lelah dengan rutinitasnya.
Dengan kesibukan baru yang dia alami di kelas 2 SMA, Vanilla mulai memikirkan kemungkinan untuk tinggal di indekos agar bisa belajar dengan lebih efektif. Dia merasa bahwa ini juga akan membantunya untuk menjadi lebih mandiri.
Vanilla yakin bahwa usahanya keras selama masa sekolah akan membawa hasil yang baik di masa dewasa. Oleh karena itu, dia berharap orang tuanya dapat memberikan izin kepadanya untuk tinggal di kos yang terdekat dengan sekolah agar dapat belajar dengan lebih lancar.
***
Akhirnya! Vanilla sangat terkejut karena permohonannya dikabulkan oleh kedua orang tuanya yang sangat protektif. Alasan logis yang telah dia sampaikan berkali-kali ternyata berhasil membuat orang tuanya percaya padanya.
Kini, Vanilla telah resmi menetap di apartemen ini. Meskipun kamar yang dia tempati kecil, namun baik lorong maupun isinya sangat bersih. Dia telah melengkapi kamarnya dengan perlengkapan standar indekos, termasuk lemari, meja belajar, dan bahkan televisi.
Ini seperti memiliki kamar sendiri di rumahnya, hanya saja dalam ukuran yang lebih kecil. Itulah yang membuat kedua orang tuanya yakin bahwa Vanilla akan merasa nyaman dan aman di sini.
Dengan keputusan yang diambil oleh Vanilla, kedua orang tuanya juga menyadari bahwa dia telah tumbuh dewasa. Mereka melihat bahwa anak kesayangan mereka mulai melangkah menuju masa depan yang cerah dengan mantap.
Mereka mengingat janji Vanilla untuk belajar dengan sungguh-sungguh hingga kelulusan nanti. Itu merupakan awal yang bagus, bukan?
***
Hari ini adalah hari pertama Vanilla berangkat dari apartemennya. Seperti yang dia antisipasi, semuanya terasa jauh lebih mudah. Dia tidak perlu bersusah payah bersiap-siap dari rumahnya yang jauh.
Perjalanan dari apartemen ke sekolahnya hanya memakan waktu sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Jika dibandingkan dengan perjalanan dari rumahnya, waktu tempuhnya bisa lebih dari satu jam.
Setelah menjalani rutinitas sekolah dengan tinggal di apartemen, Vanilla baru sadar bahwa teman sekelasnya, Ravi Nam, juga tinggal di apartemen yang sama dengan kamar yang berseberangan.
Awalnya, Vanilla bahkan tidak menyadari keberadaan Ravi. Di sekolah, dia biasanya menghabiskan waktu dengan dua sahabatnya, Sierra dan Avery.
Mereka bertiga sangat erat namun memiliki sifat kekanak-kanakan. Topik tentang percintaan jarang sekali mereka bicarakan. Mereka bertiga lebih fokus pada belajar dan bersenang-senang saat waktu luang.
Setelah mengetahui bahwa Ravi adalah tetangga sebelahnya, Vanilla sering kali meminta bantuan kecil seperti mengangkat galon, memperbaiki barang rusak, atau membantunya menginstal software untuk tugas hingga game.
Vanilla tidak menyangka bahwa Ravi begitu banyak membantunya. Tidak mengherankan bahwa perasaannya mulai tumbuh untuk pria itu. Topik pembicaraan mereka selalu cocok dan membuat mereka semakin nyaman satu sama lain. Tidak heran jika perasaan cinta mulai tumbuh di antara keduanya.
Sebelum Vanilla tertarik pada orang lain, Ravi dengan cepat mengungkapkan perasaannya. Tak berapa lama kemudian, Vanilla menerima pernyataan tersebut.
***
Di tengah semester pertama, SMA Hamyulyang mengadakan study tour yang diakhiri dengan perjalanan rekreasi. Mereka menginap di sebuah vila megah yang terletak di dekat pantai.
Setelah acara utama yang diselenggarakan oleh sekolah selesai, para guru mengajak para siswa untuk menikmati acara lampion yang diadakan di tepi pantai.
Melihat lampion-lampion yang melayang-layang, Vanilla terpesona oleh keindahan yang mirip dengan kunang-kunang. Dia merasa sangat bahagia. Kehadiran Ravi yang selalu menemaninya selama perjalanan membuat kebahagiannya semakin lengkap.
Saat ini, mereka duduk bersandar sambil menikmati angin malam yang sejuk. Teman-teman lainnya juga bergembira dengan bermain kembang api. Mereka semua juga mengabadikan kesenangan itu dengan berfoto-foto bersama-sama.
Setiap wajah di tempat itu tercermin senyum. Tidak ada yang terkecuali.
***
Setelah kembali dari study tour, Ravi memberi tahu Vanilla bahwa ia akan pulang sebentar ke kampung halamannya di Busan. Dia memberitahu kekasihnya itu dengan pesan agar jangan terlalu khawatir tentangnya.
Sebelum berangkat ke Busan, Ravi menyempatkan diri untuk berpamitan dengan Vanilla. Dia mengelus pipinya dan memberikan ciuman singkat di keningnya. Meskipun Vanilla masih mengantuk, dia memberikan pelukan hangat dan meminta Ravi untuk segera pulang.
Melihat gestur manis tersebut, Ravi merasa sangat beruntung memiliki kekasih yang begitu manis. Setelah itu, meskipun belum mengetahui alasan sebenarnya mengapa orang tuanya memintanya pulang, Ravi segera berangkat.
***
Dua hari telah berlalu sejak Ravi kembali dari Busan. Saat ini, dia berniat untuk menyampaikan sesuatu yang penting. Memang, hal penting itulah yang membuatnya harus pulang dan berdiskusi dengan orang tuanya.
Tetapi, Ravi merasa bingung tentang bagaimana cara menyampaikannya. Dia tidak ingin menyakitinya karena keputusan ini pasti akan sangat memberatkan Vanilla sebagai kekasihnya. Pikirannya terus menerka-nerka bagaimana reaksi Vanilla nanti ketika dia mengungkapkan hal tersebut.
Ravi sangat mengagumi kedua orang tuanya. Mereka adalah politikus yang dermawan dan menjadi sumber inspirasinya. Didikan dari kedua orang tuanya telah membentuknya menjadi individu yang unggul baik dalam hal akademis maupun di luar akademis.
Jika diminta untuk memilih antara kekasihnya dan orang tuanya, Ravi merasa sangat bingung. Orang tuanya selalu ada di sisinya dan telah berjuang keras mendidiknya hingga saat ini. Di sisi lain, meskipun ia mencintai kekasihnya, belum tentu gadis itu akan menjadi istrinya di masa depan.
Untuk mengakhiri hubungan dengan Vanilla, Ravi menyadari bahwa dia harus mempersiapkan segalanya dengan matang agar tidak menyakiti perasaannya. Dia berharap bahwa reaksi Vanilla tidak akan membuatnya semakin berat hati atas keputusan yang akan diambilnya saat ini.
Ravi tidak ingin cintanya terhadap seseorang membuatnya kehilangan pandangan terhadap kepentingan keluarganya yang sangat ia cintai. Saat ini, dia berharap Vanilla dapat memahami dan menghargai keputusan yang akan diambilnya.
Ravi merasa bahwa mengatasi perasaan sayangnya adalah sesuatu yang bisa diatasi nanti. Dia siap untuk menghadapinya dengan sabar dan yakin bahwa hal ini bisa diselesaikan.
(Bersambung)
Avery membuka pintu depan rumah itu. Ia melihat selotip dan papan tulisan ‘disita’ di sekitar pintunya. Sierra di belakang membawa senter besar untuk menerangkan penglihatan mereka. Mereka masuk dengan perlahan. Mereka berdua tidak menyangka Vanilla berada di rumah ini. Mereka langsung dihadapkan dengan ruang tamu yang kosong. Mereka berdua menelusuri ruang-ruang sekitar untuk mencari Vanilla. Mereka tidak melihat Vanilla di ruangan mana pun. Mereka berdua mengerti bahwa mereka harus mencari dimana Vanilla sedang bersembunyi. Avery dan Sierra langsung tertuju pada sebuah kamar di lantai atas. Pasti itu adalah kamar Vanilla. Mereka membuka pintu yang tidak terkunci itu. Mereka melihat banyak boneka yang sudah berdebu. Interior kamar girly juga menunjukkan bahwa ini benar Vanilla. Di sana ada sesuatu yang janggal. Terdapat sebuah kursi yang terletak di atas sebuah meja. Diatasnya terdapat lubang kotak yang bisa digapai untuk masuk. Avery dan Sie
Saat Avery bangkit dari tempat duduknya, tiba-tiba tangannya ditarik ke luar ruangan oleh Sovann. Ia sangat terkejut, mengingat obsesinya yang meluap baru-baru ini terhadap pria itu. Avery masih coba menstabilkan raut mukanya di hadapan pria itu.Secara tak terduga, Sovann mengeluarkan tempat cincin berwarna merah dari saku seragamnya. Sovann membuka kotak cincin itu, lalu ia pun menunjukkan cincin itu ke depan Avery.“Kalau seperti ini, kau tidak akan pergi lagi ‘kan?” tanya Sovann dengan nada hati-hati.Avery tak menyangka. Pria yang dulunya sering menjahilinya tersebut kini melamarnya. Namun, Avery tidak lupa alasan mengapa ia pergi ke tempat ini. Ia ingin menyelamatkan sahabatnya terlebih dahulu.Tangan Avery menutup kotak cincin itu. Perlakuan tersebut sempat membuat Sovann kaget. Avery pun menjelaskan alasan ia belum bisa menerima cincin pemberian Sovann tersebut.“Aku ingin Vanilla selamat terlebih dahulu. Jika ia dit
Kebiasaan buruk setiap malam Avery adalah diam-diam melihat aktivitas Sovann di media sosialnya. Ia ingin pria itu menyesal setelah dirinya pergi jauh. Naasnya, tampak tidak banyak pengaruh kepergiannya terhadap kehidupan Sovann.Memang sudah saatnya ia berhenti memikirkannya. Avery pun hendak memblokir kontak Sovann guna menghentikan ketergantungannya setiap malam. Ia hanya tersiksa seorang diri hanya karena merindukan pria itu.Jam masih pukul 3 pagi. Avery masih belum bisa tidur sedari tadi. Ini memang tak sengaja melakukannya setiap hari. Insomnia susah dihilangkannya sejak ia pindah. Ia terus memikirkan bagaimana kabar Sovann yang selalu hadir di pikirannya.Namun di sisi lain, Avery tidak menyesal pindah ke kota ini. Jika ia tidak keluar dari zona nyamannya, mungkin hidupnya akan seperti itu-itu saja. Ia akan menjadi orang biasa di antara teman-temannya yang pintar itu.Kecantikannya juga tertutup oleh teman-temannya yang cantik itu. Ia setidaknya m
Saat Vanilla mengambil cutter itu, akhirnya ia juga membawa sebuah laptop untuk berjaga-jaga. Ia juga ingin memilih tempat yang aman untuk bunuh diri. Ia tidak ingin ditemukan di dalam kamarnya.Vanilla pergi ke rumah keluarganya yang dulu. Setelah sekian lama, akhirnya ia pulang. Kira-kira sudah dua tahun ia meninggalkan rumah ini.Dulu, rumah ini terasa seperti istana yang menahannya untuk keluar. Rumah ini seperti penjara, namun sangat nyaman. Sangat sedih melihat terdapat tulisan papan dan selotip yang bertulis ‘disita’ di beberapa bagian rumah.Rupanya rumah ini ikut ditangguhkan untuk membayar utang perusahaan orang tuanya itu.Rumah ini belum ada yang menempati lagi. Sepertinya, rumah ini akan terbengkalai sebagai aset perusahaan yang dihutanginya itu. Vanilla pun nekat masuk ke dalam dan cukup terkejut mengetahui pintu rumah ini sama sekali tidak terkunci.Ia mendapati potongan kayu yang seperti dicongkel dengan besi. Sepertinya
Ravi sangat shock terhadap aksi Reivant dengan menjatuhkan lemari hingga lemari itu jatuh ke lantai. Ia sepertinya merupakan seseorang yang psikopat. Setelah melihat Reivant telah meninggalkan ruangan, Ravi segera mengecek apakah Vanilla baik-baik saja di dalam.Ia tidak mendengar suara Vanilla buat dari dalam. Ravi kebingungan terhadap apa yang harus ia lakukan. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha mengangkat lemari yang kacanya sudah pecah itu ke posisi semula.Saat lemari itu diangkat, semua isinya berhamburan karena kaca penghalangnya pecah. Vanilla pun ikut terjatuh dari laci atas saat pintu itu terbuka karena rusak. Dengan susah payah, Ravi mengembalikan posisi lemari itu meski isinya sudah berhamburan keluar.Setelah itu, ia memfokuskan dirinya ke Vanilla yang baru saja terperangkap pada lemari yang jatuh itu.“Kau baik-baik saja? Ada yang terluka?!” ucap Ravi dengan panik. Kaki dan telapak tangannya tampak tergores hingga mengeluarkan dar
Vanilla sangat sadar bahwa Ravilah yang telah menolongnya. Sebenarnya, ia sama sekali tidak merasa senang. Tidak adakah orang yang menolongnya selain dia? Yang menolongnya lagi-lagi Ravi, seolah tidak ada orang lain di dunia ini. Dirinya merasa sangat tidak enak. Ia harap Ravi segera pulang meninggalkan dirinya sendiri di kamar ini. Ravi yang tampak mengkhawatirkannya pun akhirnya memecah keheningan di antara mereka. “Kamu… dan Reivant berpacaran?” tanya Ravi dengan hati-hati. Vanilla sungguh sangat malas membahasnya. Keberadaan Ravi di kamar ini seperti hanya ingin tahu masalah-masalah apa saja yang sedang dialaminya. Vanilla hanya membuang muka berharap suami orang lain itu pergi. “Baiklah, jika kau masih belum mau terbuka denganku...” ucap Ravi. Vanilla tidak peduli. Ia ingin sosok mantannya itu pergi dari hadapannya. Sedari tadi Vanilla hanya membuang muka sambil menutup matanya. Ia hanya menunggu Ravi berinisiatif untuk pergi. “Ji
Hari sudah sore. Vanilla masih terduduk di sebuah halte yang letaknya paling dekat dari sekolah. Tatapannya kosong menatap jalanan. Di dalam otaknya, ia sedang berpikir. Mengapa hidupnya serusak ini, padahal ia tidak melakukan hal yang buruk selama hidupnya.Rumor-rumor tidak benar itu selalu lebih dipercaya oleh banyak orang. Mengapa ada orang yang sangat membencinya hingga membuat rumor itu dengan sangat niat? Lalu, mengapa orang-orang sangat mudah percaya tanpa bertanya langsung kepada korbannya?Tak pernahkah mereka berpikir bahwa semua ini berupa fitnah? Tak ingatkah kalian sosok seperti apa diriku di waktu yang lalu? Aku hanya gadis biasa yang sangat polos, bahkan terpintar di kelas. Tak pernah terpikirkan kah bahwa semua itu hanya rumor untuk menghancurkan nama baikku?Mereka mulai membenciku saat aku jatuh miskin karena orang tuaku meninggal dan bangkrut. Aku pun terfitnah mencuri uang jumlah besar di kelas. Aku juga sering bolos sekolah karena alasan sa
Pria yang menariknya itu adalah Reivant. Setelah baru sadar bahwa pria itu Reivant, Vanilla menarik tubuhnya untuk menolak ajakan apapun yang akan dilakukannya.“Ikuti aku!!” teriak Reivant sambil terus menggenggam tangan Vanilla.“Tidak mau!” balas Vanilla dengan menghentikan langkahnya.“Kau sudah berani melawan, ya?”Bugh!Reivant menendang perut Vanilla dengan lututnya.“Akh!” Vanilla hanya meringis perutnya ditendang secara tiba-tiba.Reivant pun terus menarik Vanilla ke arah mobilnya. Vanilla pun berhasil ia masukkan dan Reivant segera menyetir mobilnya menuju bar yang biasa ia kunjung itu.Seseorang melihat pergerakan Reivant dan Vanilla. Ia secara diam-diam mengambil beberapa gambar dan memilih foto mana yang lebih ambigu. Ia pun melanjutkan narasi yang berada di ponselnya itu.‘... Kehamilan Vanilla nampaknya akan diaborsi.’Ia menekan tombol &ls
Empat orang gadis menghalangi jalannya. Vanilla bahkan tidak tahu siapapun nama dari sekelompok gadis itu. Vanilla sempat mengira bahwa mereka melakukan itu secara tidak sengaja. Namun, satu gadis yang paling depan itu tetap menghalangi jalan saat Vanilla hendak ke arah lain. “Kau masih berani menginjakkan kaki di sekolah ini?” ucap gadis itu. Vanilla hanya terdiam. Ia malas berbicara kepada orang yang tidak ia kenal itu. Vanilla sangat ingin menghindari mereka, namun mereka malah terus menghalangi. Ia pun terpaksa mendengar perkataan mereka yang ingin mereka bicarakan. “Vanilla. Kim. Kau tahu perbedaan kau dengan ini?” Gadis itu memegang botol perisa vanilla yang biasa digunakan untuk membuat kue. “Perbedaannya adalah vanila yang ini masih disegel, namun kau sudah rusak segelnya,” ucap gadis itu dan disusul tertawaan gadis-gadis yang berada di belakangnya. Beberapa orang yang menonton pun ikut tertawa karena mendengar sindiran yang blak-blaka