Share

Hamil

Penulis: Nielly 11
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-05 12:58:32

“Bagi dikit dong, Kak. kayaknya enak nih.” Air liur Madona hampir saja jatuh melihat semangkuk mie rasa soto dengan aneka topping di atasnya. Dia baru saja pulang kerja begitu juga dengan Ayumie yang langsung membuat makanan.

“Dikit aja, Kak,” pinta Madona memohon untuk diberikan mencicipi tapi Ayumie justru membalasnya dengan pelototan.

“Kenapa nggak bikin sendiri aja, sih. Astaga, aku lagi lapar banget.”

Ayumie menyeruput kuahnya yang segar menggoda adiknya, Madonna sama sekali tidak beri walaupun hanya sesuap karena Ayumie sedang ingin menikmatinya seorang diri.

Madona berikan bibir lima centinya. “Dasar pelit,” umpat Madona seraya masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian. Ceritanya dia akan membuat mie yang lebih lezat dari kakaknya.

Uwek... uwekk...

“Ada apa, Kak?” seru Madonna kembali keluar dari dalam kamar mendengarkan suara orang muntah.

Madonna menghampiri Ayumie, mengusap punggung kakaknya yang tengah memuntahkan isi perutnya.

“Makanya jangan pelit kena karma kan, Kak?” runtuk Madona diiringi tawa, rasa kesalnya karena tidak diberi seolah terbalas. “Dibayar kontan, kan,” sambung Madona dengan cengiran.

Ayumie berikan lirikan, bisa-bisanya dengan kondisinya yang sedang mual seperti ini adiknya yang menyebalkan itu masih bisa berkata demikian.

“Makanya jangan pelit,” Madonna masih bersungut-sungut memuaskan keadaan Ayumie.

“Kamu ini nolongin Kakak mu ikhlas nggak sih, Madon?” Kanaya ibu Ayumie ikut mengomeli putri nya dan ikut membantu Ayumie.

Kanaya memberikan segelas air hangat dan meminta Madonna untuk membawa Ayumie duduk. Tubuh Ayumie lemas terjatuh di sofa panjang, ia tidak bertenaga lagi wajahnya pun basah dan matanya sembab karena menangis tapi bukan menangis karena sindiran Madonna melainkan rasa perih bercampur panas keluar dari hidungnya.

“Ini ada apa sih ribut-ribut, hah?” Galang ikut keluar dari dalam kamar, dia berdiri di ambang pintu dengan muka bantal. “Kalian kan tahu kalau aku ini baru pulang shift 3. Baru tidur kenapa udah bikin keributan sih?” omel Galang.

Ayumie dan Madona kompak melototi preman kampung yang tidak tahu diri, sampai detik ini Galang masih tinggal di rumahnya. Sepulangnya dari singapore 3 bulan lalu, Galang tak henti memarahinya karena Ayumie pergi selama seminggu tanpa adanya kabar dan Galang pun tidak mau menceraikan Ayumie.

Kehidupan rumah tangga Ayumie dan Galang tak lepas dari keributan dan pertengkaran. Galang bersikeras ingin mempertahankan rumah tangganya tapi sifatnya yang gila wanita berselingkuh kesana kesini tak kunjung henti sementara Ayumie... sudah jangan ditanya lagi, dari pertama menikah saja Ayumie sudah meminta cerai dan Galang selalu membuat proses gugatannya ditolak.

“Ari Aa kenapa kalah marah-marah? Udah tahu istrinya muntah-muntah bukannya cemas kek atau ditolongin ini malah ikut marah,” omel Madonna. “Kalo tidurnya nggak mau diganggu kenapa nggak balik aja ke rumah sendiri sih, hah?”

“Sudah-sudah,” Kanaya ikut menengahi perdebatan putrinya. “Ibu pusing dengerin kalian berantem terus. Minum dulu air teh manisnya, Yum.”

“Simpen aja dulu di meja, Bu. Ayumie nggak kuat mau—“

Ayumie buru-buru bangun kembali dan berjalan cepat ke wastafel dia kembali memuntah dan kali ini hanya tersisa air. Galang dan Madonna menatap Ayumie dengan pikiran masing-masing.

“Kak,” Madonna memegang tangan Ayumie yang hendak jatuh. “Kalo muntah-muntah kayak gini apa jangan-jangan Kakak lagi hamil?”

Pertanyaan Madonna sontak membuat Ayumie melotot, Ayumie mengangkat pandanganya pada orang sekitar yang pertama Ayumie tatap adalah Galang, wajah suaminya itu bermuram durja sangat mengerikan.

‘A-aku ha-hamil?’ gumam Ayumie dalam hati, ekspresi syok.

 “Kakakmu itu nggak mungkin hamil, Don.”

“Kenapa nggak mungkin?”

Pandangan Ayumie mulai kabur ketika Galang mendekatinya, sebelum Ayumie tak sadarkan diri bayangan wajah Galang yang marah memakinya terekam begitu jelas begitu juga jerit suara ibu dan adiknya memanggilnya disaat Galang berbuat sesuatu padanya.

“Kak...” Madonna mendekat diikuti Kanaya yang menatap lega Ayumie telah siuman.

“Aku dimana?”

“Klinik dekat rumah. Kakak pingsan.”

“Lalu Galang kemana?” tanya Ayumie seraya bangun. Madonna dengan sigap membantu Ayumie untuk duduk di tepi ranjang.

“Setelah mendorong Kakak sampai jatuh pingsan dan menggendong Kakak sampai kesini, si berengsek itu di telepon ceweknya. Dia ada di luar,” kata Madonna.

Hal itu sudah tidak aneh lagi, bukan sekali dua kali Galang ketangkap basah sedang bersama wanita, tapi sudah terlalu sering sampai keluarga Ayumie sudah malas membahasnya.

“Aku santet aja gitu atau aku tumbalin biar Kakak cepat punya gelar janda.”

“Hust, nggak boleh bilang gitu, Don,” hardik Kenaya.

“Habis sikapnya itu loh, Bu. Firaun aja ogah temenan sama itu orang.”

“Maafin Ayumie, Bu,” ucap Ayumie seraya menggenggam tangan kanaya.

Ayumie malu, rumah tangganya bersama Galang hanya bisa membuat keluarganya khawatir dan hal itulah membuat orang tua Ayumie tidak mengizinkan Galang membawa Ayumie dari rumah.

“Ayumie lelah, Bu.”

“Eh, Neng Ayumie sudah siuman.” Bidan setempat muncul, dan kedatanganya membuat mereka tak melanjutkan pembicaraannya. “Gimana. Apa masih pusing?”

“Sedikit, Bu.”

Galang ikut muncul, pria itu berdiri diambang pintu dengan wajah yang memerah seperti kobaran api.

“Pusing sedikit itu hal wajar yang biasa dialami oleh ibu hamil,” kata Bidan. Mata Ayumie membulat lebar-lebar. Bolehkah Ayumie tidak percaya akan hal ini? “Tapi nggak usah khawatir. Kalo Neng Ayumie tidak punya riwayat darah tinggi semuanya akan aman,” sambung Bidan.

“Sa-saya hamil, Bu?”

“Iyah. Neng Ayumie mau di usg sekalian biar lebih jelasnya lagi kebetulan ada dokter kandungan di sebelah sedang praktek.”

Jantung Ayumie berdegup cepat sesekali ia menatap Galang yang semakin murka kabar kehamilannya kini dibenarkan oleh Bidan.

“Tidak terima kasih, Bu. Saya mau pulang saja.”

“Tapi Neng...”

Ayumie memaksakan diri meski kepalanya sedikit pusing untuk bangun dan segera pulang. Sumpahnya Ayumie sudah tidak ingin mendengarkan kabar buruk ini. Galang mengejar Ayumie begitu juga dengan Madonna dan Kanaya.

“Aa...” Madonna menarik tangan Galang.

“Ada apa?” tanya Galang dengan nada emosi, hatinya sudah menggebu-gebu ingin segera menangkap Ayumie untuk menjelaskan semua ini.

“Bayar dulu bidannya atuh jangan main kabur aja.”

“Aa nggak bawa dompet, Don. Bayarin dulu sama kamu nanti Aa ganti,” jawab Galang melanjutkan kembali langkahnya.

“Ck! Punya Kakak ipar kere, ngutang terus kerjanya,” umpat Madonna. Kelakuan pria satu itu benar-benar diluar logika, sudah tukang selingkuh Galang pun terkenal banyak hutang dimana-mana.

“Nggak usah banyak ngumpatin kakak iparmu, Madonna. Catat aja dulu nanti aku gajian aku bayar.”

“Catet aja terus, bon hutang Aa itu udah numpuk kayak curhatan anak gadis tau. Huuh dasar preman kere,” seru Madonna geregetan.

Kanaya menghela nafasnya, dia menepuk pelan pundak putrinya untuk tidak membuat keributan di klinik, Kanaya sudah membayar semua administrasi putrinya begitu juga dengan resep obatnya.

“Ayumie tunggu,” teriak Galang setengah berlari.

Ayumie tak menoleh sama sekali, ia menulikan telinganya dan berjalan cepat di bawah tatapan para tetangga. Teriakan Galang membuat perhatian para tetangganya jadi ikut memperhatikannya.

“Berhenti Ayumie…” teriak Galang lagi.

Ayumie bukannya berhenti, tapi dia justru mempercepat jalannya untuk segera sampai.

Gap!

Ayumie tersentak kaget, tubuhnya berputar saat Galang mencengkram kuat pergelangan tangannya. Dada Ayumie naik turun di sela menatap suaminya itu.

“Anak siapa yang ada di rahim lo, hah?”

“Lepasin, Galang!”

“Jawab, gue!” seru Galang keras.

Ayumie mendengus kasar, netranya menatap sekeliling pada orang-orang yang mulai terganggu dengan suara teriakan Galang. Mereka sudah jadi tontonan warga. Beginikah cara preman kampung itu memalukan dirinya—bertengkar di muka umum?

“Lo kalau mau bahas jangan di jalan, berengsek! Apa lo nggak malu di lihat banyak orang, hah?”

Ayumie menghempas tangan Galang dan kembali melanjutkan jalannya sementara Galang kembali mengejar—mencengkram kuat tangan Ayumie untuk tidak pergi. Dia ingin detik ini juga Ayumie menjelaskan semuanya karena bisa saja setelah di rumah Ayumie kabur tanpa penjelasaan seperti yang sudah-sudah dilakukan.

“Gue nggak peduli sama orang-orang, Ayumie. Beritahu gue sekarang lo hamil anak siapa?”

“Sakit, Galang. Lepasin gue.”

“Denger Ayumie, selama ini gue nggak pernah nyentuh lo. 3 bulan gue menyandang suami lo nggak pernah kasih hak batin buat gue. Terus kenapa lo tiba-tiba bunting?”

“Galang sakit.” Ayumie sudah tidak punya muka lagi di depan tetangganya, astaga mereka sudah jadi bahan ghibah para tetangganya lihatlah banyak ibu-ibu yang mulai berbisik-bisik membicarakannya.

“Bahasnya di rumah aja, apa lo nggak malu dilihatin banyak orang, hah?”

“Gue nggak peduli, Ayumie. Sumpahnya gue—”

Bug!

Ayumie meninju perut Galang agar pria itu berhenti bicara. Demi Tuhan, betapa malunya ia sekarang ini bertengkar di tengah-tengah tatapan banyak orang.

“Sakit jiwa lo, Galang. Sekali lagi gue denger lo masih teriak-teriak kesetanan di jalan.” Ayumie menatap penuh amarah. “Gue nggak segan-segan merobek mulut lo yang kayak comberan itu, paham!”

Ayumie berlalu pergi, ia berjalan cepat ke rumahnya mengabaikan tatapan dan sindiran orang-orang begitu juga umpatan Galang yang masih bersungut-sungut. Harusnya Ayumie tidak pulang ke tanah air setelah Anton memintanya untuk tinggal dan bekerja di Singapore. Inilah satu hal yang Anton takutkan ketika Ayumie menerima benih dari pria asing. Ya, Galang akan semakin kesetanan ketika rencananya gagal mendapatkan haknya.

“Astagfirullah, Ayumie... Galang,” suara Kanaya yang kencang membuat orang-orang di dalam rumahnya berbondong-bondong keluar.

Ibu tiga anak itu menjerit histeris ketakutan dan menangis sesegukan melihat bagaimana kondisi putri sulungnya yang mengenaskan. Madonna yang tak terima pun segera menghampiri Ayumie. Entahlah bagaimana nasib calon keponakannya saat tubuh Ayumie hampir terjatuh saat Galang kembali mendorong Ayumie jika Madonna tak segera menopangnya.

“Berengsek lo, lepasin Kakak gue..” usir Madona, air matanya berjatuhan.

Wajah Ayumie lebar, sudut bibirnya sobek karena bekas pukulan Galang. Satu hal yang membuat dua wanita itu cemas. Darah keluar dari jalan lahirnya ditengah Madonna menopang tubuh Ayumie dan dimana Galang masih mencekik leher kakaknya.

Beberapa orang pegawai Suga membantu melepaskan Galang begitu juga meminta Galang melepaskan cengkaramannya di leher Ayumie.

“Settan... bajjingan. Lepasin Kakak gue. Dia bisa mati kalo lo cekik kayak gini, hah?” teriak Madonna.

Galang meludah ke samping dengan darah yang keluar. “Ck! Gue nggak peduli sekalipun jallang satu ini mati. Bagus dia mati di tangan gue.”

“Galang istighfar,” beberapa orang ikut berseru.

Galang semakin sengit. “Wanita ini sudah kelewatan, sudah tidak menghormati suaminya selama pernikahan sekarang si jallang ini hamil benih pria lain,” ungkap Galang dengan kekecewaan yang besar.

Ayumie...

Dia hanya terdiam tanpa memutuskan pandanganya pada Galang, senyumannya yang lebar membuat Galang semakin murka seolah senyuman ini sebuah tanda puas karena selama ini Galang tak berhasil mendapatkan apa yang diinginkan. Demi Tuhan, jika Ayumie boleh memilih dia lebih baik mati daripada hidup bersama dengan Galang seperti di dalam neraka.

“Ce-ra-i in gue, Galang.”

“Ck! Sampai matipun gue nggak akan ceraikan lo, Ayumie. Camkan itu!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   Ajakan!

    “Tolong jawab dulu, Ndan.”Matanya mengikuti pergerakan Batara yang diam tak memberikan jawaban di sela rasa ingin tahunya begitu besar dan ketakutan yang sedang dilanda nya akan jejak merah di leher dan bagian dadanya.“Aku nggak akan jawab sebelum kita makan siang bersama, Ay.”Ayumie melotot menatap Batara yang berjalan kesana kemari membawa beberapa alat makan dan gelas untuk makan di depan sofa panjang. Awalnya Ayumie ingin membantu tapi Batara memintanya untuk duduk manis saja.“Aku nggak salah denger kan, ya?” Mata Ayumie masih sibuk memandangi Batara yang berjalan lalu lalang dari sofa ke dapur kecilnya itu. “Sejak kapan kucing dan tikus kini berganti dengan ‘Kita’ bukannya dia benci banget ya sama aku?&

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   Hak!

    “Tunggu sebentar ya, Pak. Saya ambilkan dulu.”Batara berikan anggukan sebagai jawaban sementara resepsionis wanita itu pergi ke belakang untuk mengambil titipan helm dari satpam yang berjaga malam. Batara menyipitkan mata ketika berbalik badan di sela menerima panggilan telepon dari Jackson.Dia melihat Cantika, wanita itu berdiri di luar pintu uatam lobby apartementnya dengan posisi membelakanginya, seolah berpuara-pura dia tidak melhatnya. Jelas pakaian dan kerudung yang dipakai dia kenal. Batara bingung sendiri, harus bagaimana menjelaskan pada wanita itu jika dia tak ingin diganggu. Penolakan semalam sudah jelas bukan, jika dia tidak menyukainya apalagi cara semalam yang tiba-tiba marah dan mengatainya baginya sudah cukup jelas. Lalu apa yang dipertahankan sampai datang memberikan makan siang.“Nanti gue telephone balik lagi, Jack,” katanya seraya mengambil helm milik Ayumie dan berlalu pergi untuk segera ke atas rumahnya setelah panggilan berakhir.Melihat Batara menjauh, Canti

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   Selingkuhan!

    Joshua dibuat geram, Batara sama sekali tak memberikan penjelasan dan pria itu begitu saja keluar dari ruangan nya menyisakan tanya besar.Astaga, kenapa Batara tak langsung menjelaskan permasalahanya. Apa istrinya itu mengadu pada saudaranya, pikir Joshua.“Haish,” Joshua mendesah frustasi, sudah dua jam duduk di kursi panasnya diminta menyelesaikan laporan yang sudah ditunggu pak Bachtiar sore ini sampai sekarang otaknya mendadak mandek dan itu semua karena Batara.“Kenapa gue harus minta maaf sama istri gue? Emangnya gue salah apa sama Ayuma?”Hanya itu yang Batara jawab, dia diharuskan meminta maaf pada Ayuma dengan kesalahan yang entah apa.“Gue harus tanya ke dia, gue n

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   Perlepasan

    “Lho. Ayumie mana Ra?”“Lah itu dia, Bu. Ayumie nggak ada di rumahnya, kamarnya juga kosong.”“Belanja gitu?” tanya tetangganya.Akira menggeleng tidak tahu, tapi kalo Ayumie belanja biasanya dia selalu mengirim pesan dan menitipkan amanah. Tapi kali ini tidak, sahabatnya itu pergi begitu saja meninggalkan Catering Mbak Naga yang kini mulai banyak mendapatkan orderan.“Saya nggak denger suara motornya keluar, Bu. Gerbang juga aman masih di gembok meskipun motor kesayangan nya nggak ada di parkiran,” tunjuk Akira.Berarti Ayumie memang benar-benar pergi jika motor kesayangannya itu tidak ada. Astaga kemana sepagi ini si janda itu, kenapa membuat orang resah dan panik seperti ini.

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   Ungkapan

    “Kamu tidur?” tanya Batara serupa bisikan lembut di telinga Ayumie.Tangannya tak henti mengusap punggung kecil yang memeluknya, isak tangisnya sudah tak terdengar lagi sejak beberapa menit lalu. Mungkin Ayumie tertidur setelah menumpahkan air matanya yang membasahi setengah punggung kemejanya.Si janda yang biasanya selalu menantang, kebal cacian dan makian, bertingkah seenaknya kini terlihat rapuh menangis di pundaknya. Caranya yang menangis persisi seperti bocah lima tahun yang sedang merajuk, dia tidak menunjukan wajahnya.“Kepalamu pasti makin sakit—ya?” tanya Batara lagi ketika mendapatkan jawaban serupa gelengan kepala. Ayumie belum tidur.Batara menarik tubuh kurus yang duduk diatas pahanya, dia menolak dan tak melepaskan pelukannya

  • Polisi Tampan itu Ayah Anakku   I must go now

    “Mbak Ayumie berkelahi sama aa Harry.” Jawaban Fani membuat Batara semakin dibuat bingung.Ayumie berkelahi? Batara diam dengan ketidak percayaan dibalik tatapannya pada wanita memejamkan matanya. Namun, dari cahaya minim yang menerangi mereka Batara bisa melihat pipi Ayumie yang memerah dan lebam. Kedua tangannya yang mulus pun terluka dan berdarah yang dibiarkan begitu saja tanpa diobati.“Tapi dua orang yang tadi sama Aa Hary masih ada di sana, Aa,” tunjuk Fanny pada satu wanita dan juga dua pria di tempat kejadian pemukulan tadi.“Bangun, Ay?” Batara mengguncang tubuh kurus Ayumie agar wanita itu sadar.Ayumie menaikan pandanganya lalu menatap pria di depannya dengan bibir yang bergetar dan air mata yang berjatuhan. Batara merapikan rambut Ayumie dan memegangi rambut panjangnya untuk melihat si janda ini yang terlihat bersedih.“Kenapa sakit, hm?”Ayumie manggut-manggut pelan, tapi luka-luka di sekujur tubuhnya tak sebanding dengan rasa sakit hatinya yang terus dipermainkan oleh p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status